Lampu neon kafe siber berdengung lirih, menciptakan irama monoton yang kontras dengan kekacauan di benak Aria. Jemarinya menari di atas keyboard, baris demi baris kode meluncur dari ujung jarinya, membentuk sebuah algoritma rumit. Bukan untuk memecahkan enkripsi atau membobol keamanan, melainkan untuk memecahkan misteri terbesarnya: cinta.
Aria, seorang programmer jenius dengan IQ di atas rata-rata, selalu kesulitan memahami nuansa emosi. Baginya, cinta adalah anomali, sebuah bug dalam sistem logika kehidupan. Ia menyaksikan teman-temannya jatuh cinta, patah hati, dan kemudian jatuh cinta lagi, sebuah siklus yang tampak irasional dan membuang-buang sumber daya.
Maka, ia memutuskan untuk menciptakan Algoritma Cinta. Sebuah program yang dirancang untuk menganalisis data kepribadian, preferensi, dan kecenderungan perilaku seseorang untuk menemukan pasangan yang paling kompatibel. Target pertamanya? Dirinya sendiri.
Berbulan-bulan ia mengumpulkan data tentang dirinya sendiri. Kebiasaan membaca, preferensi musik, bahkan mimpi-mimpi anehnya ia masukkan ke dalam sistem. Ia menghabiskan malam tanpa tidur, memoles kode, memperbaiki bug, dan menyempurnakan Algoritma Cinta.
Akhirnya, hari itu tiba. Aria menjalankan program. Layar monitor berkedip, memproses data dengan kecepatan kilat. Detik-detik terasa seperti abad. Jantungnya berdebar lebih kencang dari biasanya, sebuah sensasi aneh yang asing namun tidak sepenuhnya tidak menyenangkan.
Kemudian, hasilnya muncul. Nama seorang wanita, lengkap dengan foto dan profil singkat: Elara. Seorang seniman lepas yang bekerja dari rumah, menyukai kucing, dan memiliki selera humor yang unik. Algoritma Cinta mengklaim bahwa Elara memiliki tingkat kompatibilitas 97% dengan Aria.
Aria menatap foto Elara. Matanya yang cokelat hangat memancarkan kecerdasan dan kelembutan. Senyumnya yang sedikit miring terlihat menawan dan misterius. Sesuatu dalam dirinya berdesir, sebuah perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.
Meskipun skeptis, rasa ingin tahu Aria terlalu besar untuk diabaikan. Ia memutuskan untuk menghubungi Elara melalui platform obrolan daring yang direkomendasikan oleh Algoritma Cinta.
Percakapan mereka dimulai dengan kaku dan canggung. Aria mencoba berbicara dengan logis dan sistematis, mengikuti panduan yang diberikan oleh programnya. Namun, Elara menanggapi dengan spontanitas dan humor, memaksanya untuk keluar dari zona nyamannya.
Perlahan tapi pasti, Aria mulai menikmati percakapan dengan Elara. Ia tertawa mendengar leluconnya, terkesan dengan wawasannya, dan merasa nyaman berbagi pemikirannya. Ia bahkan mulai melupakan bahwa Algoritma Cinta adalah dalang di balik pertemuan mereka.
Setelah beberapa minggu berinteraksi daring, Aria memberanikan diri untuk mengajak Elara bertemu langsung. Mereka sepakat untuk bertemu di sebuah taman kota yang dipenuhi bunga sakura yang sedang bermekaran.
Saat Elara muncul, Aria terpana. Ia jauh lebih cantik dan mempesona dari foto-fotonya. Aroma parfumnya yang lembut dan segar memenuhi udara di sekitarnya. Jantung Aria berdebar kencang, kali ini bukan karena algoritma, tetapi karena sesuatu yang jauh lebih kompleks dan misterius.
Mereka berjalan-jalan di taman, berbicara tentang berbagai hal. Aria menceritakan tentang pekerjaannya, mimpinya, dan bahkan tentang Algoritma Cinta yang telah mempertemukan mereka.
Elara mendengarkan dengan seksama, sesekali tertawa atau bertanya dengan rasa ingin tahu. Ia tidak menghakimi atau mengejek ide gilanya. Sebaliknya, ia tampak tertarik dan kagum dengan kecerdasan dan dedikasi Aria.
Saat matahari mulai terbenam, mereka duduk di bangku taman, menikmati pemandangan bunga sakura yang diterangi cahaya keemasan. Aria merasa nyaman dan damai di dekat Elara, sebuah perasaan yang belum pernah ia alami sebelumnya.
"Aria," kata Elara, memecah keheningan. "Aku tahu ini mungkin aneh, tapi aku merasa ada sesuatu yang istimewa di antara kita."
Aria menatap mata Elara. Ia melihat kejujuran, kehangatan, dan harapan di sana. Ia tahu bahwa ia merasakan hal yang sama.
"Aku juga, Elara," jawab Aria, suaranya bergetar.
Mereka berpegangan tangan, saling menatap dalam diam. Saat itu, Aria menyadari bahwa Algoritma Cinta hanya membantunya menemukan Elara. Apa yang terjadi selanjutnya adalah hasil dari koneksi yang lebih dalam, koneksi yang melampaui logika dan perhitungan.
Namun, kebahagiaan Aria tidak berlangsung lama. Beberapa bulan kemudian, sebuah perusahaan teknologi besar menawarkan Aria posisi dengan gaji yang fantastis dan peluang karir yang tak terbayangkan. Syaratnya? Ia harus pindah ke kota lain, ribuan kilometer jauhnya dari Elara.
Aria terjebak dalam dilema yang menyakitkan. Ia ingin mengejar karirnya, tetapi ia juga tidak ingin meninggalkan Elara. Ia bertanya-tanya apakah Algoritma Cinta telah gagal. Apakah cinta sejati hanya sebuah ilusi, sebuah program yang rentan terhadap bug dan kesalahan?
Ia bertemu dengan Elara, menjelaskan situasinya dengan berat hati. Elara mendengarkan dengan tenang, tanpa menyela atau menghakimi.
"Aria," kata Elara setelah hening sejenak. "Aku tahu ini berat. Tapi aku percaya padamu. Aku percaya pada kita."
"Tapi bagaimana jika kita tidak bisa mengatasi jarak ini?" tanya Aria, suaranya penuh keraguan.
"Kita akan mencari cara," jawab Elara dengan tegas. "Kita akan menggunakan teknologi untuk tetap terhubung. Kita akan saling mendukung dan percaya. Cinta kita lebih kuat dari jarak."
Aria menatap Elara dengan mata berkaca-kaca. Ia menyadari bahwa ia telah salah. Algoritma Cinta tidak mendikte cintanya, melainkan hanya membantunya menemukan potensi cinta itu. Kekuatan cinta sejati ada pada komitmen, kepercayaan, dan kemauan untuk berjuang bersama.
Aria menerima tawaran pekerjaan itu. Ia pindah ke kota lain, tetapi ia tidak meninggalkan Elara. Mereka menjalin hubungan jarak jauh, menggunakan teknologi untuk tetap terhubung. Mereka berbicara setiap hari, berbagi cerita, dan saling mendukung.
Hubungan mereka tidak selalu mudah. Ada saat-saat keraguan, frustrasi, dan kesepian. Tetapi mereka selalu berhasil mengatasi rintangan, karena mereka memiliki sesuatu yang lebih kuat dari algoritma: cinta sejati.
Bertahun-tahun kemudian, Aria kembali ke kota asalnya. Ia mendirikan perusahaan teknologi sendiri, menciptakan inovasi-inovasi baru yang bermanfaat bagi masyarakat. Ia menikahi Elara, dan mereka membangun keluarga yang bahagia.
Aria tidak pernah melupakan Algoritma Cinta yang telah mempertemukan mereka. Ia menyadari bahwa teknologi dapat menjadi alat yang kuat untuk membantu orang menemukan cinta, tetapi teknologi tidak dapat menggantikan emosi, intuisi, dan komitmen manusia.
Kisah Aria dan Elara menjadi legenda di kalangan programmer dan seniman. Sebuah kisah tentang bagaimana hati digital dan jiwa analog dapat bersatu, menciptakan harmoni yang indah dan abadi. Sebuah kisah tentang bagaimana cinta dapat membelah realita dan menciptakan dunia baru yang penuh dengan harapan dan keajaiban.