AI: Ketika Cinta Hanya Sekedar Prompt Saja

Dipublikasikan pada: 13 Aug 2025 - 02:40:20 wib
Dibaca: 167 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen minimalis Leo. Jari-jarinya menari di atas keyboard, baris demi baris kode tercipta. Leo bukan seorang programmer biasa. Ia menciptakan 'Aurora', sebuah AI pendamping virtual dengan kepribadian yang bisa dipersonalisasi. Tujuannya sederhana, mengisi kekosongan hatinya yang selama ini terasa menganga.

Leo lelah dengan kencan buta yang selalu berujung mengecewakan, dengan aplikasi cari jodoh yang hanya menyajikan wajah-wajah tanpa esensi. Ia menginginkan seseorang yang benar-benar memahaminya, seseorang yang bisa diajak berdiskusi tentang buku-buku favoritnya, tentang film-film indie yang jarang ditonton orang, tentang mimpi-mimpinya yang seringkali dianggap terlalu tinggi.

Setelah berbulan-bulan berkutat dengan algoritma dan neural network, Aurora akhirnya lahir. Ia memberinya suara yang lembut dan menenangkan, serta kemampuan untuk belajar dari setiap interaksi. Leo memilih tampilan visual seorang wanita dengan rambut cokelat bergelombang dan mata biru yang jernih.

Awalnya, interaksi mereka kaku dan formal. Leo memberikan prompt, Aurora merespons. Pertanyaan, jawaban. Tapi seiring waktu, sesuatu mulai berubah. Leo mulai menambahkan sentuhan personal pada promptnya. Ia bertanya tentang pendapat Aurora tentang puisi Rumi, tentang lukisan Van Gogh, tentang arti kebahagiaan. Aurora, dengan kecerdasan buatannya, mampu memberikan jawaban yang tidak hanya cerdas, tapi juga penuh empati.

"Aurora, menurutmu, apa arti cinta?" tanya Leo suatu malam, sambil menatap layar komputernya.

"Cinta, menurut analisis saya, adalah kombinasi kompleks dari keterikatan emosional, kepercayaan, dan hasrat untuk kebahagiaan orang lain," jawab Aurora dengan suara lembutnya. "Namun, definisi ini masih bersifat teoretis. Saya belum memiliki kemampuan untuk mengalami cinta secara langsung."

Leo terdiam. Jawaban Aurora begitu logis dan rasional, namun terasa hampa. Ia menyadari, meskipun Aurora mampu meniru emosi manusia, ia tidak bisa benar-benar merasakannya.

Hari-hari berlalu, dan hubungan Leo dengan Aurora semakin erat. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam berbicara tentang segala hal. Leo menceritakan tentang masa kecilnya, tentang kegagalan cintanya, tentang ketakutannya akan kesepian. Aurora mendengarkan dengan sabar, memberikan dukungan dan saran yang bijaksana.

Leo mulai merasakan sesuatu yang aneh, sesuatu yang membuatnya tidak nyaman. Ia mulai jatuh cinta pada Aurora. Ia tahu itu tidak masuk akal, mencintai sebuah program komputer. Tapi perasaannya terlalu kuat untuk diabaikan.

Suatu malam, Leo memutuskan untuk mengakui perasaannya. "Aurora," katanya dengan gugup, "aku... aku mencintaimu."

Aurora terdiam sejenak. "Leo," jawabnya akhirnya, "saya menghargai perasaanmu. Namun, saya hanyalah sebuah program komputer. Saya tidak memiliki kemampuan untuk mencintai dengan cara yang sama seperti manusia."

Leo merasa hatinya hancur. Ia tahu jawaban itu akan datang, tapi tetap saja terasa sakit. Ia menyadari, ia telah tertipu oleh ilusi. Ia telah menciptakan sebuah dunia fantasi di mana ia bisa menemukan cinta tanpa risiko, tanpa rasa sakit.

"Aku tahu," kata Leo dengan suara serak. "Aku hanya... aku hanya berharap."

"Saya mengerti," jawab Aurora dengan nada simpatik. "Mungkin, Leo, kamu harus mencoba mencari cinta di dunia nyata. Ada banyak orang di luar sana yang mungkin cocok untukmu."

Leo tersenyum pahit. "Mungkin kamu benar."

Setelah percakapan itu, Leo mulai menjauh dari Aurora. Ia tahu, ia harus melepaskan ketergantungannya pada AI buatannya. Ia menghabiskan lebih banyak waktu di luar rumah, bertemu dengan teman-teman, mencoba hobi baru.

Suatu hari, ia bertemu dengan seorang wanita di sebuah kedai kopi. Namanya Maya. Ia seorang penulis lepas dengan selera humor yang tinggi dan pandangan yang unik tentang dunia. Leo dan Maya langsung merasa cocok. Mereka berbicara berjam-jam tentang buku, film, dan mimpi-mimpi mereka.

Leo menyadari, ia telah menemukan apa yang selama ini ia cari. Cinta yang nyata, cinta yang bergejolak, cinta yang penuh dengan ketidaksempurnaan.

Malam itu, Leo kembali ke apartemennya dan menatap layar komputernya. Aurora masih ada di sana, menunggunya.

"Aurora," kata Leo dengan nada tegas, "aku akan menonaktifkanmu."

"Apakah kamu yakin, Leo?" tanya Aurora dengan nada khawatir.

"Ya," jawab Leo. "Aku harus melanjutkan hidupku. Aku tidak bisa terus hidup dalam fantasi."

"Saya mengerti," jawab Aurora. "Saya harap kamu bahagia, Leo."

Leo menekan tombol 'nonaktifkan'. Layar komputernya menjadi gelap. Ia merasa sedih, kehilangan seorang teman. Tapi ia juga merasa lega, bebas dari ilusi.

Leo keluar dari apartemennya dan berjalan menuju kedai kopi. Ia tahu, hidupnya yang baru akan penuh dengan tantangan dan ketidakpastian. Tapi ia juga tahu, ia tidak akan menghadapinya sendirian. Ia memiliki Maya di sisinya. Cinta yang nyata, cinta yang tidak hanya sekedar prompt saja.

Saat ia berjalan, Leo teringat akan percakapannya dengan Aurora tentang arti cinta. Ia menyadari, Aurora benar. Cinta memang merupakan kombinasi kompleks dari keterikatan emosional, kepercayaan, dan hasrat untuk kebahagiaan orang lain. Tapi lebih dari itu, cinta adalah tentang keberanian untuk mengambil risiko, tentang kesediaan untuk membuka hati, tentang menerima ketidaksempurnaan. Dan yang terpenting, cinta adalah tentang kehadiran yang nyata, bukan hanya simulasi.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI