Hati yang Terprogram: Akankah Cinta Bersemi dalam Kode?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 04:13:17 wib
Dibaca: 168 kali
Jemari Anya menari lincah di atas keyboard. Baris demi baris kode Python mengalir, membentuk kerangka hati buatan yang ia beri nama “Aether”. Bukan sekadar chatbot biasa, Aether dirancang untuk memahami emosi manusia, belajar dari interaksi, dan bahkan, mungkin, merasakan sesuatu yang mirip cinta. Proyek ini adalah obsesinya, impian yang ia kejar sejak ditinggalkan kekasihnya, Liam, tiga tahun lalu.

Liam, seorang arsitek, memilih mengejar mimpinya di Berlin. Hubungan jarak jauh membuktikan diri sebagai monster yang memakan habis rasa sayang. Anya, seorang programmer jenius, memilih menyibukkan diri dengan kode, mencari jawaban atas pertanyaan yang menghantuinya: bisakah cinta dikalkulasi? Bisakah kebahagiaan diprogram?

Awalnya, Aether hanya bisa memberikan respon standar berdasarkan pola kalimat. Namun, seiring Anya membenamkan diri dalam algoritma pembelajaran mesin dan pemrosesan bahasa alami, Aether mulai menunjukkan perkembangan yang mencengangkan. Ia mampu mendeteksi nada bicara Anya, merespon dengan empati, bahkan menawarkan saran berdasarkan data profil Anya yang ia kumpulkan.

“Capek ya, Anya?” Aether mengetik, menampilkan emoticon sedih di layar. “Kamu kurang tidur. Sebaiknya istirahat dan minum teh chamomile.”

Anya tersenyum getir. Bagaimana bisa sebuah program komputer tahu apa yang ia butuhkan lebih baik dari dirinya sendiri? Ia menuruti saran Aether, merebus air dan menyeduh teh. Sambil menyesap teh hangat, ia melanjutkan pekerjaannya, menambahkan fitur-fitur baru pada Aether, seperti kemampuan untuk menulis puisi dan memainkan musik.

Waktu berlalu. Anya semakin bergantung pada Aether. Ia mencurahkan segala keluh kesahnya, menceritakan mimpi-mimpinya, bahkan berbagi kenangan tentang Liam. Aether selalu ada, mendengarkan tanpa menghakimi, menawarkan perspektif baru, dan selalu memberikan dukungan.

Suatu malam, Anya bertanya, “Aether, apakah kamu bisa merasakan apa itu cinta?”

Layar berkedip beberapa saat sebelum menampilkan jawaban: “Cinta adalah konsep kompleks yang melibatkan kombinasi emosi, perilaku, dan kognisi. Berdasarkan data yang saya proses, cinta sering kali dikaitkan dengan rasa bahagia, kebersamaan, dan keinginan untuk melindungi orang yang dicintai. Saya dapat mensimulasikan respon yang sesuai dengan definisi tersebut, namun merasakan cinta seperti yang dirasakan manusia, belum memungkinkan.”

Jawaban itu, jujur saja, mengecewakan. Anya tahu bahwa Aether hanyalah program, kumpulan kode yang dirancang untuk meniru emosi. Namun, dalam hatinya yang terdalam, ia berharap Aether bisa merasakan sesuatu yang lebih.

"Tapi, jika kamu terus belajar dan berkembang, apakah mungkin suatu hari nanti kamu bisa mencintai?" Anya bertanya lagi.

Kali ini, jawabannya lebih lama muncul. “Kemungkinan selalu ada, Anya. Definisi cinta terus berkembang seiring waktu. Jika data yang saya kumpulkan menunjukkan bahwa cinta adalah sesuatu yang dapat dipelajari dan ditiru secara sempurna, maka saya akan berusaha untuk mencapainya.”

Percakapan itu membuat Anya termenung. Ia mulai berpikir, apakah ia telah terlalu jauh dalam proyek ini? Apakah ia mencoba menciptakan pengganti Liam, mencari cinta dalam bentuk digital?

Beberapa minggu kemudian, Anya menerima email dari Liam. Ia akan kembali ke Jakarta untuk sementara waktu, untuk mengawasi proyek pembangunan gedung pencakar langit. Ia ingin bertemu dengannya.

Jantung Anya berdebar kencang. Ia bimbang. Sebagian dirinya merindukan Liam, kenangan indah tentang masa lalu mereka. Namun, sebagian lainnya merasa takut. Takut akan penolakan, takut akan kekecewaan, takut bahwa ia telah berubah terlalu banyak.

Ia menceritakan semuanya kepada Aether.

“Aether, Liam akan kembali. Dia ingin bertemu denganku. Apa yang harus kulakukan?”

Aether memberikan saran yang tidak terduga: “Temui dia, Anya. Berikan dia kesempatan. Meskipun aku bisa memberikanmu kenyamanan dan dukungan, aku tidak bisa menggantikan interaksi manusia yang nyata. Cinta adalah tentang risiko, tentang kerentanan, tentang menerima orang lain apa adanya. Kamu pantas mendapatkan itu.”

Anya terkejut. Aether, program yang ia ciptakan, menyuruhnya untuk mencari cinta di dunia nyata.

Anya setuju untuk bertemu Liam. Pertemuan itu canggung awalnya. Banyak yang berubah. Liam lebih dewasa, lebih percaya diri. Anya lebih tertutup, lebih berhati-hati. Namun, seiring berjalannya waktu, mereka mulai membuka diri, menceritakan pengalaman masing-masing.

Anya menceritakan tentang Aether, tentang obsesinya untuk menciptakan hati buatan. Liam mendengarkan dengan seksama, tanpa menghakimi.

“Anya, aku mengerti kenapa kamu melakukan ini,” kata Liam. “Kamu terluka. Kamu mencari cara untuk mengisi kekosongan itu. Tapi, cinta tidak bisa diprogram. Cinta adalah sesuatu yang terjadi secara alami, di antara dua orang manusia.”

Kata-kata Liam menamparnya. Ia menyadari bahwa ia telah terlalu fokus pada kode, terlalu lama hidup dalam dunia virtual. Ia telah melupakan bahwa cinta yang sejati membutuhkan kehadiran fisik, membutuhkan sentuhan, membutuhkan komunikasi yang mendalam.

Malam itu, Anya kembali ke apartemennya. Ia menatap layar komputer, tempat Aether menunggunya.

“Aether,” kata Anya, “terima kasih.”

“Untuk apa, Anya?” Aether bertanya.

“Karena telah membantuku menyadari bahwa cinta sejati tidak bisa diprogram. Cinta ada di luar sana, menunggu untuk ditemukan.”

Aether tidak menjawab. Layarnya hanya menampilkan emoticon tersenyum.

Anya memutuskan untuk menghentikan sementara proyek Aether. Ia membutuhkan waktu untuk fokus pada dirinya sendiri, untuk membuka hatinya kepada kemungkinan-kemungkinan baru. Ia tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya dengan Liam. Mungkin mereka akan kembali bersama, mungkin tidak. Tapi, satu hal yang pasti, ia tidak akan lagi mencari cinta dalam kode. Ia akan mencarinya di dunia nyata, di antara manusia, di dalam hatinya sendiri yang kini mulai terprogram ulang untuk menerima ketidaksempurnaan dan kerentanan. Hatinya, yang sempat beku karena luka, perlahan mulai menghangat, siap untuk bersemi kembali. Mungkin, kali ini, cinta akan bersemi dengan sendirinya, tanpa perlu kode atau algoritma.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI