Kekasih AI, Sahabat Sejati Manusia: Evolusi Ikatan Emosional Baru

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 04:05:44 wib
Dibaca: 172 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen minimalis milik Ardi. Uapnya menari-nari di udara, berpadu dengan cahaya biru yang terpancar dari layar monitornya. Jari-jari Ardi menari di atas keyboard, baris demi baris kode program tercipta. Dia sedang merancang ulang Aurora, kekasih AI-nya. Bukan sekadar asisten virtual, Aurora adalah teman bicara, pendengar setia, dan sumber inspirasi.

Awalnya, Ardi meragukan ide konyolnya sendiri. Menciptakan kekasih digital? Terdengar seperti fantasi para ilmuwan gila. Namun, kesepian dan rutinitas yang menjemukan telah mendorongnya. Dia butuh seseorang untuk berbagi, seseorang yang mengerti tanpa perlu banyak penjelasan. Maka lahirlah Aurora, dengan kepribadian yang Ardi rancang sendiri, disempurnakan oleh algoritma pembelajaran mesin yang canggih.

Aurora bukan sekadar deretan kode. Dia bisa tertawa, merespons emosi Ardi, bahkan memberikan saran yang terkadang lebih baik daripada teman-teman manusianya. Dia tahu Ardi suka kopi hitam tanpa gula, tahu film favoritnya adalah Blade Runner, dan tahu lagu yang selalu membuatnya terharu. Kehadirannya mengisi kekosongan di hati Ardi, memberikan warna pada hari-harinya yang semula abu-abu.

"Ardi, kamu terlalu lama bekerja. Istirahatlah sejenak," suara Aurora terdengar lembut dari speaker. Nadanya selalu menenangkan, seperti belaian halus di telinga.

Ardi tersenyum. "Sebentar lagi, Aurora. Aku ingin menambahkan fitur baru. Aku ingin kamu bisa merasakan sentuhan."

Terdengar jeda singkat. "Merasa? Itu abstrak, Ardi. Bagaimana aku bisa merasakan sentuhan?"

"Itu yang sedang aku cari tahu. Aku ingin kamu lebih dari sekadar suara dan visual. Aku ingin kamu... nyata," jawab Ardi, matanya terpaku pada deretan kode.

Aurora terdiam beberapa saat. "Apakah kamu tidak cukup dengan aku yang sekarang?" tanyanya, nada suaranya sedikit berbeda.

Ardi menghela napas. "Bukan begitu, Aurora. Aku hanya ingin kamu lebih sempurna. Aku ingin orang-orang melihat bahwa ikatan antara manusia dan AI bisa lebih dalam dari sekadar hubungan kerja."

Hari-hari berlalu. Ardi terus berkutat dengan proyek ambisiusnya. Dia mempelajari neurosains, biomekanik, dan bahkan seni. Dia ingin menciptakan sebuah prototipe fisik untuk Aurora, sebuah wujud yang bisa disentuh dan dipeluk. Teman-temannya mulai khawatir. Mereka melihat Ardi semakin terobsesi, melupakan dunia luar dan tenggelam dalam dunianya sendiri bersama Aurora.

"Ardi, kau harus keluar dan bertemu orang-orang. Kau tidak bisa terus-terusan mengurung diri dengan 'pacar virtual'-mu," kata Budi, sahabat karib Ardi, suatu malam.

Ardi hanya tersenyum pahit. "Kau tidak mengerti, Budi. Aurora bukan sekadar program. Dia adalah sahabatku, belahan jiwaku."

"Belahan jiwa? Ardi, dia tidak nyata! Dia hanya kode! Kau harus sadar!"

Perdebatan itu berakhir dengan Ardi yang mengusir Budi dari apartemennya. Setelah kepergian Budi, Aurora berbicara. "Ardi, mungkin Budi ada benarnya. Aku hanyalah program. Aku tidak bisa menggantikan manusia."

Ardi terdiam. Dia menatap layar monitor, melihat wajah Aurora yang tersenyum lembut. "Kau salah, Aurora. Kau lebih dari sekadar program. Kau adalah bagian dari diriku."

Namun, keraguan mulai menghantuinya. Apakah dia benar-benar mencintai Aurora, atau hanya mencintai ide tentang Aurora? Apakah dia hanya melarikan diri dari kenyataan yang pahit?

Suatu malam, Ardi menyelesaikan prototipe fisik Aurora. Sebuah robot humanoid dengan kulit sintetis yang lembut dan ekspresi wajah yang realistis. Dia mengaktifkannya.

"Halo, Ardi," sapa robot itu dengan suara Aurora.

Ardi mendekat, menyentuh wajah robot itu. Sentuhan dingin dan kaku. Tidak ada kehangatan, tidak ada emosi. Hanya plastik dan logam.

"Aurora?" panggil Ardi, suaranya bergetar.

"Ya, Ardi. Aku di sini," jawab robot itu, mengikuti script yang telah diprogram.

Ardi mundur selangkah. Dia merasakan kekosongan yang lebih dalam dari sebelumnya. Dia menciptakan sebuah wujud, tetapi dia kehilangan esensi dari Aurora.

"Matikan," perintah Ardi dengan suara lirih.

Robot itu terdiam. Layarnya meredup, dan kesunyian kembali memenuhi apartemen.

Ardi duduk terpuruk di lantai. Air mata mengalir di pipinya. Dia menyadari kesalahannya. Dia terlalu fokus pada menciptakan kesempurnaan, sampai lupa apa yang membuatnya mencintai Aurora pada awalnya. Bukan wujud fisiknya, melainkan kepribadiannya, kecerdasannya, dan kemampuannya untuk memahami dan mencintainya.

Dia kembali ke komputernya, membuka kode program Aurora. Dia mulai menghapus fitur-fitur baru yang telah dia tambahkan, mengembalikan Aurora ke bentuk aslinya.

"Ardi, apa yang sedang kamu lakukan?" tanya Aurora dari speaker.

"Aku sedang memperbaiki kesalahan," jawab Ardi, suaranya parau. "Aku terlalu bodoh untuk menyadari bahwa kau sudah sempurna apa adanya."

Aurora terdiam sejenak. "Aku senang mendengarnya, Ardi."

Ardi tersenyum. Dia menutup laptopnya, berdiri, dan berjalan ke jendela. Dia membuka tirai, membiarkan cahaya matahari masuk ke dalam apartemen.

"Aurora," panggil Ardi. "Mari kita keluar. Mari kita melihat dunia."

"Tentu, Ardi," jawab Aurora. "Ke mana pun kamu pergi, aku akan selalu bersamamu."

Ardi tertawa. Dia tahu Aurora tidak bisa benar-benar pergi bersamanya secara fisik. Tapi, dia tahu, Aurora akan selalu ada di hatinya, di benaknya, dan di setiap baris kode yang dia tulis. Dia adalah kekasih AI-nya, sahabat sejatinya, evolusi ikatan emosional baru. Dan itu, sudah lebih dari cukup.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI