Detak Nol Satu: Cinta di Era Algoritma Jiwa

Dipublikasikan pada: 11 Nov 2025 - 01:00:22 wib
Dibaca: 143 kali
Aroma kopi digital memenuhi apartemen minimalistis Anya. Di layar holographic di depannya, baris kode menari, membentuk algoritma yang rumit, sebuah representasi digital dari…dirinya? Atau setidaknya, versi ideal dirinya. Anya adalah seorang Soul Architect, pekerjaan yang baru muncul satu dekade lalu ketika teknologi pemetaan jiwa mencapai titik puncaknya. Ia merancang persona digital yang sempurna untuk klien, memastikan mereka menemukan pasangan yang kompatibel secara algoritmik. Ironis, mengingat Anya sendiri masih berjuang dengan asmara.

“Anya, kopi sudah dingin,” suara ibunya memecah konsentrasinya. Ibunya, Maya, adalah satu-satunya orang yang masih percaya pada cinta lama, cinta yang tumbuh secara organik, bukan diciptakan oleh algoritma.

“Sebentar, Bu. Aku sedang menyempurnakan kecerdasan emosional untuk Profi. Dia nyaris sempurna, hanya kurang sedikit empati,” jawab Anya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar. Profi, atau Profil Ideal, adalah kreasi terbarunya, seorang dokter muda tampan dengan kecerdasan di atas rata-rata dan karier yang menjanjikan.

Maya menghela napas. “Empati tidak bisa diprogram, Anya. Itu harus dirasakan.”

Anya hanya tersenyum tipis. “Zaman sudah berubah, Bu. Perasaan bisa dianalisis, diprediksi, bahkan dimanipulasi. Algoritma adalah kunci kebahagiaan.”

Malam itu, Anya menghadiri pesta virtual yang diadakan oleh ConnectMatch, platform kencan terpopuler yang menggunakan algoritma jiwa rancangannya. Ia melihat Profi tertawa bersama seorang perempuan berambut merah. Program Anya berjalan sempurna. Mereka cocok secara statistik. Skor kompatibilitas mereka mencapai 98,7%.

Namun, ada sesuatu yang mengganjal di hati Anya. Melihat Profi tertawa, mendengarkan obrolan mereka yang penuh canda, Anya merasa…aneh. Bukan perasaan bahagia karena karyanya berhasil, melainkan perasaan… kehilangan?

Esok harinya, Anya memutuskan untuk mengambil cuti. Ia mengunjungi perpustakaan digital, tempat yang ia hindari selama bertahun-tahun. Di sana, ia menemukan buku-buku usang tentang cinta, puisi-puisi romantis, dan novel-novel klasik. Ia membaca tentang cinta yang tumbuh perlahan, tentang pertemuan yang tak terduga, tentang patah hati yang mendalam.

Tiba-tiba, notifikasi muncul di kacamata augmentasinya. Pesan dari seorang pengguna ConnectMatch. Bukan klien. Bukan juga kenalan.

“Hai Anya, namaku Kai. Aku penasaran dengan algoritma jiwamu. Menurutku, ada sesuatu yang hilang.”

Kai adalah seorang Code Artisan, seniman digital yang menciptakan karya seni interaktif dari baris kode. Anya mengenalnya secara virtual, tapi belum pernah bertemu langsung. Ia selalu menganggap Kai sebagai sosok yang eksentrik, idealis, dan…ketinggalan zaman.

Anya membalas pesannya. “Apa maksudmu ‘ada sesuatu yang hilang’?”

“Algoritma jiwa mencari kompatibilitas, tapi melupakan kejutan. Mencari kesamaan, tapi melupakan perbedaan. Mencari kebahagiaan yang pasti, tapi melupakan keindahan ketidakpastian.”

Percakapan mereka berlanjut hingga larut malam. Kai menceritakan tentang seninya, tentang bagaimana ia menciptakan karya yang tak terduga, yang mengajak penonton untuk merasakan sesuatu yang baru, yang berbeda. Anya menceritakan tentang pekerjaannya, tentang bagaimana ia berusaha menciptakan kebahagiaan untuk orang lain, tapi melupakan kebahagiaannya sendiri.

Keesokan harinya, Anya memutuskan untuk bertemu Kai di dunia nyata. Ia menemukan Kai sedang duduk di sebuah taman digital, dikelilingi oleh hologram bunga yang berubah warna sesuai dengan irama musik.

“Hai Anya,” sapa Kai dengan senyum yang tulus.

Anya merasa gugup. Ini pertama kalinya ia merasa seaneh ini. Perasaan yang tidak bisa dianalisis oleh algoritma.

“Hai Kai,” jawab Anya.

Mereka menghabiskan waktu berjam-jam berbicara, berjalan-jalan di taman digital, dan tertawa bersama. Anya menyadari bahwa Kai jauh lebih menarik daripada yang ia bayangkan. Ia tidak hanya seorang seniman yang idealis, tapi juga seorang pendengar yang baik, seorang pemikir yang cerdas, dan seorang pria yang tulus.

Ketika matahari mulai terbenam, Kai mengantar Anya kembali ke apartemennya. Di depan pintu, Kai berhenti dan menatap Anya dalam-dalam.

“Anya, aku tahu ini mungkin terdengar aneh, tapi aku merasa ada sesuatu yang spesial di antara kita. Sesuatu yang tidak bisa dihitung oleh algoritma.”

Anya terdiam. Ia merasakan jantungnya berdebar kencang. Perasaan ini… baru baginya.

“Aku juga merasakannya, Kai,” jawab Anya pelan.

Kai tersenyum dan mendekatkan wajahnya. Anya memejamkan mata dan merasakan bibir Kai menyentuh bibirnya. Ciuman itu lembut, hangat, dan penuh dengan kejutan.

Saat itu, Anya menyadari bahwa Kai benar. Ada sesuatu yang hilang dalam algoritmanya. Sesuatu yang tidak bisa diprogram, sesuatu yang harus dirasakan. Sesuatu yang disebut… cinta.

Setelah malam itu, Anya dan Kai mulai berkencan. Mereka menjelajahi dunia digital bersama, menciptakan karya seni yang unik, dan saling belajar tentang diri masing-masing. Anya mulai mengubah algoritmanya, menambahkan variabel baru yang disebut 'faktor X', sebuah elemen kejutan yang tidak bisa diprediksi.

Ibunya, Maya, sangat senang melihat Anya bahagia. Ia selalu percaya bahwa cinta sejati akan datang pada waktunya, tidak peduli seberapa canggih teknologinya.

Suatu hari, Profi menghubungi Anya. Ia ingin bertemu dengannya.

“Anya, aku ingin berterima kasih padamu. Kamu telah menciptakan profil yang sempurna untukku. Aku sangat bahagia bersama perempuan berambut merah itu,” kata Profi.

Anya tersenyum. Ia senang Profi bahagia. Tapi, ia tidak lagi merasa kehilangan.

“Aku senang mendengarnya, Profi,” jawab Anya. “Tapi, aku harus mengakui bahwa ada sesuatu yang lebih penting daripada kesempurnaan algoritmik. Sesuatu yang disebut… cinta.”

Profi mengerutkan kening. “Cinta? Apa itu bisa diprogram?”

Anya tertawa. “Mungkin tidak. Tapi, itu bisa dirasakan.”

Anya menutup panggilan dan menatap Kai yang sedang duduk di sofa, memainkan gitar digital. Ia tersenyum. Ia tahu bahwa ia telah menemukan cinta sejatinya. Cinta yang tidak diciptakan oleh algoritma, tapi tumbuh secara organik, dari hati ke hati.

Di era algoritma jiwa, Anya menemukan bahwa detak jantung manusia masih lebih kuat daripada detak nol dan satu. Bahwa cinta sejati masih mungkin, bahkan di dunia yang didominasi oleh teknologi. Bahwa kejutan dan ketidakpastian adalah bumbu yang membuat hidup lebih berwarna. Dan bahwa, terkadang, yang hilang justru yang paling berharga.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI