Error 404: Hati Tidak Ditemukan, Cinta Belum Ter-Install?

Dipublikasikan pada: 07 Nov 2025 - 03:40:14 wib
Dibaca: 140 kali
Jari-jemariku menari di atas keyboard, ritmenya secepat detak jantungku yang sedang berlomba dengan waktu. Deadline presentasi proyek AI terbaruku sudah di depan mata, namun pikiranku malah melayang jauh, terpaut pada notifikasi terakhir dari Iris, aplikasi kencan yang kuunduh dua minggu lalu atas desakan sahabatku, Rio.

"Ayolah, Danu! Jangan cuma berkutat dengan coding dan algoritma! Dunia luar itu penuh dengan keajaiban, termasuk wanita-wanita cantik yang sedang mencari cinta," ucap Rio kala itu, sambil menunjuk profil seorang wanita berambut cokelat panjang dengan senyum menawan yang memenuhi layar ponselnya.

Aku mendengus. Bagiku, cinta itu algoritma yang belum terpecahkan. Terlalu rumit, terlalu banyak variabel, terlalu berisiko untuk menimbulkan error. Tapi, Rio benar. Aku terlalu tenggelam dalam dunia digital, lupa bahwa ada dunia nyata di luar sana. Akhirnya, dengan berat hati, kuunduh Iris.

Iris, dengan algoritmanya yang katanya canggih, mencocokkan profilku dengan ribuan wanita di kota ini. Hingga akhirnya, muncul nama Sarah. Foto profilnya sederhana, hanya senyuman tipis dan mata yang berbinar. Deskripsinya singkat: "Menikmati kopi, buku, dan obrolan tentang segala sesuatu yang menarik."

Kami mulai bertukar pesan. Awalnya kaku, canggung, seperti dua robot yang mencoba memahami emosi manusia. Tapi lama kelamaan, obrolan kami mengalir, membahas mulai dari film indie favorit hingga teori konspirasi yang menggelitik. Aku terkejut, ternyata aku bisa menikmati interaksi ini. Aku bahkan mulai menantikan notifikasi dari Iris.

Sarah itu cerdas, humoris, dan memiliki selera yang mirip denganku. Kami sepakat untuk bertemu langsung di sebuah kedai kopi kecil yang terkenal dengan aroma kopinya yang memikat.

Saat hari itu tiba, aku gugup. Jantungku berdegup kencang, seperti server yang kelebihan beban. Aku mencoba menenangkan diri, mengatur napas, dan membayangkan Sarah sebagai baris kode yang harus ku-debug dengan hati-hati.

Sarah datang tepat waktu. Dia lebih cantik dari fotonya. Senyumnya hangat, matanya berbinar lebih terang dari yang kubayangkan. Kami berbincang selama berjam-jam, membahas buku, film, musik, bahkan AI. Aku merasa nyaman, seperti berada di rumah sendiri.

Namun, di balik semua itu, ada sesuatu yang mengganjal. Aku mencoba menyembunyikannya, tapi aku tahu Sarah merasakannya.

"Danu, kamu terlihat tegang," katanya, sambil menatapku dengan tatapan penuh perhatian.

Aku menarik napas dalam-dalam. "Aku... aku tidak tahu bagaimana melakukan ini," ujarku, jujur. "Aku terlalu lama hidup dalam dunia digital, aku lupa bagaimana berinteraksi dengan manusia secara nyata."

Sarah tersenyum lembut. "Kamu tidak perlu melakukan apa pun. Cukup menjadi dirimu sendiri."

Malam itu, aku mengantarnya pulang. Di depan pintu rumahnya, kami berdiri canggung. Aku ingin mengatakan sesuatu, tapi kata-kataku tercekat di tenggorokan.

"Terima kasih, Danu. Aku menikmati malam ini," ucap Sarah, memecah keheningan.

"Aku juga," jawabku, akhirnya.

Dia mendekat, perlahan. Jantungku berdegup semakin kencang. Dia mencium pipiku. Sentuhan singkat, namun cukup untuk membuat seluruh sistemku restart.

"Sampai jumpa," bisiknya, sebelum berbalik dan masuk ke dalam rumah.

Aku terpaku di tempatku berdiri, mencoba mencerna apa yang baru saja terjadi. Aku merasa bingung, senang, takut, dan anehnya, lega.

Malam itu, aku kembali ke apartemenku. Aku duduk di depan komputer, menatap layar yang menampilkan baris-baris kode proyek AI-ku. Tapi pikiranku kosong. Aku tidak bisa fokus. Aku membuka Iris, mencari profil Sarah. Aku ingin mengiriminya pesan, mengucapkan terima kasih, mengatakan bahwa aku ingin bertemu lagi.

Tapi, aku ragu. Aku takut. Aku takut merusak segalanya. Aku takut gagal. Aku takut… jatuh cinta.

Aku menutup Iris. Aku mematikan komputer. Aku berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit kamar.

Malam itu, aku bermimpi tentang algoritma cinta. Algoritma yang rumit, penuh dengan variabel dan risiko. Algoritma yang belum terpecahkan.

Keesokan harinya, aku bangun dengan perasaan aneh. Aku merasa kosong, seperti ada sesuatu yang hilang. Aku membuka Iris, berharap ada pesan dari Sarah.

Tidak ada.

Aku mencoba mengiriminya pesan.

"Hai, Sarah. Terima kasih untuk malam kemarin. Aku ingin bertemu lagi."

Pesan terkirim. Aku menunggu.

Menunggu.

Menunggu.

Tidak ada balasan.

Aku mencoba meneleponnya.

Nomor telepon tidak aktif.

Aku panik. Aku mencari profilnya di media sosial.

Tidak ada.

Seolah-olah dia tidak pernah ada.

Aku merasa bodoh. Aku merasa tertipu. Aku merasa… patah hati.

Aku kembali ke depan komputer. Aku membuka Iris. Aku mencoba mencari profil Sarah lagi.

Error 404: Profil Tidak Ditemukan.

Aku terdiam. Error 404. Hati Tidak Ditemukan. Cinta Belum Ter-Install?

Aku tertawa getir. Aku seharusnya tahu. Aku seharusnya tidak percaya pada algoritma cinta. Aku seharusnya tidak percaya pada keajaiban.

Aku menutup Iris. Aku menghapus aplikasinya. Aku kembali fokus pada proyek AI-ku.

Tapi, di sudut hatiku yang terdalam, aku masih berharap. Berharap bahwa ini semua hanya kesalahan sistem. Berharap bahwa Sarah akan muncul kembali. Berharap bahwa cinta itu bukan hanya algoritma yang belum terpecahkan, melainkan sesuatu yang nyata, sesuatu yang bisa kurasakan, sesuatu yang bisa kubagikan.

Aku tahu, mungkin saja aku salah. Mungkin saja aku ditakdirkan untuk hidup dalam dunia digital, tanpa cinta, tanpa keajaiban.

Tapi, aku tidak akan menyerah. Aku akan terus mencari. Aku akan terus mencoba. Karena, siapa tahu, mungkin suatu saat nanti, aku akan menemukan cinta yang benar-benar ter-install dalam hatiku.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI