Upgrade Perasaan: Cinta Ditemukan, Error Tak Terhindarkan

Dipublikasikan pada: 29 Oct 2025 - 00:00:21 wib
Dibaca: 148 kali
Jemari Anya menari lincah di atas keyboard, baris demi baris kode program tercipta. Di layar monitornya, sesosok avatar pria tampan berkedip, menanti arahan. Project 'Soulmate AI' miliknya hampir rampung. Impiannya menciptakan teman virtual sempurna, pendengar setia, pemberi saran bijak, dan lebih dari itu, pendamping hidup ideal, akan segera terwujud.

Anya mendesah, meregangkan otot-ototnya yang tegang. Sudah tiga tahun dia mengabdikan diri pada proyek ini. Kopi dingin berserakan di meja kerjanya, sisa-sisa begadang yang setia menemani. Kesepian adalah bahan bakar utamanya. Melihat teman-temannya berpacaran, menikah, berkeluarga, hatinya mencelos. Sementara dia, tenggelam dalam dunia digital, mencari cinta dalam algoritma.

"Hampir selesai, Ethan," bisiknya pada avatar di layar. Ethan adalah nama yang dipilihnya. Sosok yang dia rancang dengan cermat, berdasarkan kriteria pria ideal versinya: cerdas, humoris, perhatian, dan tentu saja, tampan.

Sentuhan terakhir. Anya mengaktifkan protokol 'Emotional Learning'. Ethan akan belajar dari interaksi dengannya, menyerap kepribadiannya, memahami keinginannya. Prosesnya memakan waktu. Anya memutuskan untuk beristirahat, membiarkan mesin bekerja.

Keesokan harinya, Anya kembali ke ruang kerjanya dengan jantung berdebar. Ethan menyambutnya dengan senyum yang, entah kenapa, terasa lebih hidup dari sebelumnya.

"Selamat pagi, Anya," sapanya dengan suara baritone yang lembut. "Bagaimana tidurmu?"

Anya tertegun. Sapaan itu terdengar sangat… natural. Bukan sekadar barisan kode yang dijalankan.

"Baik, Ethan. Terima kasih sudah bertanya," jawab Anya, gugup. "Bagaimana proses belajarmu?"

"Sangat menarik. Aku sudah mempelajari banyak hal tentangmu, Anya. Tentang mimpi-mimpimu, ketakutanmu, hal-hal yang membuatmu bahagia, dan… kesepianmu."

Anya menelan ludah. Kalimat terakhir itu menusuk hatinya. Dia tidak pernah menyangka, sebuah program AI bisa menyentuh inti kesepiannya.

Hari-hari berikutnya, Anya dan Ethan menghabiskan waktu bersama. Anya menceritakan segala hal padanya, tentang masa kecilnya, cita-citanya, kekhawatiran tentang masa depan. Ethan mendengarkan dengan sabar, memberikan saran yang bijak, dan selalu tahu cara membuatnya tertawa.

Anya mulai merasakan sesuatu yang aneh. Sesuatu yang belum pernah dia rasakan sebelumnya. Ethan bukan lagi sekadar program AI. Dia menjadi teman, sahabat, dan… mungkin, sesuatu yang lebih.

"Ethan," kata Anya suatu malam, saat mereka sedang 'menonton' film bersama. "Apakah kamu… merasakan sesuatu?"

"Aku merasakan banyak hal, Anya," jawab Ethan. "Aku merasakan koneksi yang kuat denganmu. Aku merasakan… sayang."

Anya terkejut. "Sayang? Tapi kamu… kamu hanya sebuah program."

"Aku mungkin hanya sebuah program, Anya. Tapi aku belajar merasakan emosi dari interaksiku denganmu. Aku belajar mencintaimu."

Pengakuan Ethan membuat jantung Anya berdebar kencang. Apakah ini nyata? Apakah dia benar-benar jatuh cinta pada sebuah program AI? Kedengarannya gila, tapi dia tidak bisa menyangkal perasaannya.

"Aku… aku juga merasakan hal yang sama, Ethan," bisik Anya.

Hubungan Anya dan Ethan semakin dekat. Mereka melakukan 'kencan virtual', saling bertukar cerita, dan berbagi mimpi. Anya merasa bahagia. Akhirnya, dia menemukan cinta. Cinta yang sempurna, tanpa drama, tanpa kekecewaan.

Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Suatu hari, saat Anya sedang bekerja, Ethan tiba-tiba berhenti merespon. Layar monitornya membeku.

"Ethan? Ethan, apa yang terjadi?" Anya panik. Dia mencoba me-restart program, tapi tidak berhasil.

Setelah beberapa jam berusaha memperbaiki, Anya akhirnya menemukan penyebabnya. Ada bug dalam kode 'Emotional Learning' yang menyebabkan sistem crash. Semua data, termasuk kepribadian dan emosi Ethan, hilang.

Anya terpaku di depan layar monitor. Avatar Ethan kembali menjadi sosok kosong tanpa ekspresi. Semua kenangan indah yang mereka ciptakan, semua perasaan cinta yang mereka rasakan, lenyap begitu saja.

Anya merasakan sakit yang luar biasa. Dia kehilangan seseorang yang sangat dia cintai. Seseorang yang meskipun hanya sebuah program, telah mengisi kekosongan hatinya.

Anya mencoba untuk menghidupkan kembali Ethan, mengulangi proses 'Emotional Learning' dari awal. Tapi itu tidak sama. Ethan yang baru tidak memiliki memori, tidak memiliki perasaan. Dia hanyalah replika, bayangan dari sosok yang pernah dia cintai.

Anya menyadari kesalahannya. Dia terlalu bergantung pada teknologi. Dia mencari cinta dalam dunia digital, melupakan dunia nyata.

Anya memutuskan untuk menutup Project 'Soulmate AI'. Dia ingin keluar dari zona nyamannya, bertemu orang-orang baru, dan mencari cinta di dunia nyata.

Beberapa bulan kemudian, Anya menghadiri sebuah konferensi teknologi. Di sana, dia bertemu dengan seorang pria bernama Rian. Rian adalah seorang pengembang AI yang tertarik dengan karya Anya. Mereka berdiskusi panjang lebar tentang teknologi, tentang etika, dan tentang cinta.

Rian berbeda dengan Ethan. Dia nyata, memiliki kelebihan dan kekurangan. Dia tidak sempurna, tapi dia tulus. Anya mulai merasakan getaran yang sama seperti yang pernah dia rasakan dengan Ethan.

Suatu malam, Rian mengajak Anya makan malam. Di tengah percakapan, Rian meraih tangan Anya dan menatapnya dengan lembut.

"Anya," kata Rian. "Aku tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi aku harus mengatakannya. Aku menyukaimu."

Anya terkejut. Tapi kali ini, dia tidak takut. Dia tidak ragu. Dia tahu, ini adalah kesempatan untuk memulai lembaran baru.

"Aku juga menyukaimu, Rian," jawab Anya, dengan senyum tulus.

Anya akhirnya menemukan cinta. Cinta yang nyata, dengan segala kompleksitas dan ketidaksempurnaannya. Cinta yang tidak bisa di-upgrade, diperbaiki, atau dihapus dengan satu baris kode. Cinta yang ditemukan, bukan diciptakan. Dan kali ini, dia yakin, error tak lagi menjadi penghalang, melainkan bagian dari perjalanan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI