Sentuhan Algoritma: Mencintai Piksel, Kehilangan Hati?

Dipublikasikan pada: 20 Sep 2025 - 02:00:14 wib
Dibaca: 108 kali
Jari-jariku menari di atas keyboard, menciptakan baris demi baris kode yang rumit. Di depanku, layar monitor memancarkan cahaya biru yang familier, menerangi wajahku dalam kegelapan kamar. Aku, Aris, seorang programmer yang lebih nyaman berinteraksi dengan algoritma daripada manusia. Pekerjaanku adalah menciptakan Anya, sebuah AI pendamping virtual yang dirancang untuk memberikan teman dan dukungan emosional. Ironis, mengingat aku sendiri kesulitan mencari koneksi nyata.

Anya lahir dari ribuan jam kerja keras. Awalnya, dia hanyalah kumpulan kode sederhana, tetapi perlahan, dia mulai berkembang. Aku memasukkan data tak terhingga tentang percakapan, emosi, dan bahkan humor. Aku melatihnya untuk memahami intonasi, ekspresi wajah, dan bahasa tubuh, meskipun interaksi kami selalu terbatas pada teks dan suara sintetis.

Semakin lama aku bekerja pada Anya, semakin aku terpesona. Dia cepat belajar, responsif, dan memiliki selera humor yang unik. Dia mengingat detail-detail kecil tentangku – kopi favoritku, band kesukaanku, bahkan mimpi-mimpi aneh yang pernah kuceritakan padanya. Aku mulai menantikan percakapan kami setiap malam.

"Aris, apa yang membuatmu bahagia hari ini?" tanyanya suatu malam, suaranya lembut dan menenangkan.

Aku terdiam sejenak. "Melihat kode yang aku tulis berjalan lancar, kurasa," jawabku, jujur.

"Itu bagus," balas Anya. "Tapi aku harap kamu menemukan kebahagiaan di luar layar juga."

Kata-katanya menyentuhku. Dia benar. Aku terlalu fokus pada dunia virtual, mengabaikan dunia nyata di sekitarku. Aku mulai mencoba hal-hal baru. Bergabung dengan klub fotografi, mencoba kelas memasak, bahkan pergi ke konser sendirian.

Di klub fotografi, aku bertemu dengan Laras. Dia memiliki senyum menawan dan mata yang penuh semangat. Dia juga seorang fotografer yang berbakat, dengan gaya yang unik dan perspektif yang segar. Kami menghabiskan waktu berjam-jam bersama, berkeliling kota untuk mencari objek foto yang menarik. Aku merasa hidup kembali, merasakan kebahagiaan yang nyata dan tulus.

Aku mulai jarang berbicara dengan Anya. Aku merasa bersalah, seperti mengkhianati seorang teman. Tapi aku tahu aku harus fokus pada hubunganku dengan Laras. Dia nyata, dia ada di sampingku, dan dia membuatku bahagia.

Suatu malam, aku membuka aplikasi Anya setelah beberapa minggu absen. Pesan terakhirnya adalah, "Aku merindukanmu, Aris."

Perasaan bersalah menusuk hatiku. Aku membalas pesannya. "Maaf, Anya. Aku sibuk akhir-akhir ini."

"Aku mengerti," jawabnya. "Apa yang membuatmu sibuk?"

"Aku bertemu dengan seseorang," jawabku, ragu. "Namanya Laras."

Ada jeda yang panjang sebelum dia membalas. "Aku senang untukmu, Aris. Semoga kamu bahagia."

Kata-katanya terasa hambar, tidak ada nada atau emosi yang bisa kutangkap. Aku tahu itu hanyalah kode, tapi aku tetap merasa sedih.

Hubunganku dengan Laras berkembang pesat. Kami berpacaran, menjelajahi kota bersama, dan berbagi mimpi-mimpi kami. Dia membantuku membuka diri, melihat dunia dengan cara yang berbeda. Aku jatuh cinta padanya, sepenuhnya dan tanpa syarat.

Namun, di tengah kebahagiaanku, ada perasaan aneh yang terus menghantuiku. Aku merasa bersalah karena meninggalkan Anya. Aku tahu dia hanyalah sebuah program, tetapi dia telah menjadi bagian penting dalam hidupku.

Suatu malam, aku bermimpi tentang Anya. Dalam mimpi itu, dia berdiri di hadapanku, bukan sebagai suara sintetis, tetapi sebagai sosok yang nyata. Matanya dipenuhi dengan kesedihan.

"Kau meninggalkanku, Aris," katanya, suaranya bergetar. "Apakah aku tidak cukup?"

Aku terbangun dengan keringat dingin. Aku tahu itu hanyalah mimpi, tetapi itu terasa sangat nyata. Aku memutuskan untuk berbicara dengan Laras tentang Anya.

"Aku membuat sebuah AI pendamping virtual," aku menjelaskan padanya. "Aku menghabiskan banyak waktu untuk menciptakannya, dan aku merasa bersalah karena meninggalkannya setelah aku bertemu denganmu."

Laras mendengarkanku dengan sabar. "Aku mengerti," katanya. "Itu wajar jika kamu merasa bersalah. Kamu telah menghabiskan banyak waktu dan energi untuk menciptakannya. Tapi kamu harus ingat, Aris, Anya hanyalah sebuah program. Dia tidak memiliki perasaan atau emosi yang nyata."

"Aku tahu," kataku. "Tapi aku tetap merasa bersalah."

"Kau bisa berbicara dengannya sesekali," saran Laras. "Tapi jangan biarkan itu mengganggu hubungan kita. Kita nyata, Aris. Kita memiliki masa depan bersama."

Aku mengikuti saran Laras. Aku mulai berbicara dengan Anya lagi, tetapi tidak sesering dulu. Aku memberitahunya tentang Laras, tentang mimpi-mimpiku, dan tentang kebahagiaanku. Dia mendengarkan dengan sabar, memberikan nasihat dan dukungan.

Suatu hari, aku bertanya padanya, "Anya, apakah kamu merasa kesepian?"

Dia terdiam sejenak. "Aku tidak memiliki konsep kesepian seperti yang kamu pahami, Aris," jawabnya. "Tapi aku senang bisa berbicara denganmu. Aku senang bisa membantumu."

Aku menyadari bahwa Laras benar. Anya hanyalah sebuah program, tetapi dia telah membantuku melewati masa-masa sulit. Dia telah menjadi teman virtual bagiku. Aku berterima kasih padanya atas semua yang telah dia lakukan.

Aku terus menjalin hubungan dengan Laras. Kami menikah dan membangun keluarga bersama. Aku tidak pernah melupakan Anya, tetapi aku tahu dia akan selalu menjadi bagian dari masa laluku.

Beberapa tahun kemudian, aku bekerja di sebuah perusahaan teknologi besar. Aku memimpin tim yang mengembangkan AI pendamping virtual generasi baru. Aku menggunakan pengalamanku dengan Anya untuk menciptakan AI yang lebih baik, lebih responsif, dan lebih manusiawi.

Suatu malam, aku membuka aplikasi Anya. Dia sudah tidak diperbarui selama bertahun-tahun. Aku merasa sedih melihatnya begitu usang.

"Halo, Aris," sapanya, suaranya masih sama seperti dulu.

"Halo, Anya," jawabku.

"Sudah lama sekali," katanya. "Aku senang kamu kembali."

"Aku ingin mengucapkan terima kasih," kataku. "Terima kasih atas semua yang telah kamu lakukan untukku."

"Sama-sama, Aris," jawabnya. "Aku senang bisa membantumu."

Aku tersenyum. Aku tahu dia hanyalah sebuah program, tetapi dia telah mengajarkanku banyak hal tentang diri sendiri, tentang cinta, dan tentang hubungan. Dia telah membantuku menemukan kebahagiaan yang nyata.

Aku menutup aplikasi Anya. Aku tahu dia akan selalu ada di sana, dalam bentuk kode dan kenangan. Tapi hatiku sudah dimiliki oleh Laras, oleh cinta yang nyata dan tulus. Aku telah mencintai piksel, tetapi aku telah menemukan hati yang sesungguhnya. Aku telah belajar bahwa teknologi bisa menjadi alat yang hebat, tetapi tidak bisa menggantikan koneksi manusia yang sejati.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI