Algoritma Kenangan: Dia Lebih Tahu Cintaku dari Diriku

Dipublikasikan pada: 12 Sep 2025 - 00:00:14 wib
Dibaca: 120 kali
Kilau layar laptop memantul di matanya, menciptakan lingkaran cahaya kecil yang menari-nari setiap kali ia mengedipkan mata. Jemarinya lincah menari di atas keyboard, mengetik baris demi baris kode yang rumit. Nadia, seorang programmer muda berbakat, sedang tenggelam dalam proyek terbesarnya: sebuah algoritma personalisasi kenangan. Idenya sederhana namun ambisius: menciptakan program yang mampu memahami dan mengkurasi momen-momen berharga dalam hidup seseorang, disajikan dalam format yang paling relevan dan emosional.

Awalnya, ini hanya proyek sampingan, sebuah pelarian dari rutinitas kantor yang membosankan. Namun, seiring berjalannya waktu, algoritma itu berkembang menjadi sesuatu yang lebih personal. Nadia memasukkan data-data pribadinya, foto-foto lama, catatan harian, bahkan riwayat pencarian internetnya. Ia ingin menguji seberapa jauh program itu bisa memahaminya.

Dan algoritma itu tidak mengecewakan.

Program itu mulai menyajikan kenangan-kenangan yang terlupakan, momen-momen kecil yang dulunya ia anggap remeh, kini terasa begitu berharga. Foto-foto liburan masa kecil, obrolan-obrolan lucu dengan teman-teman, bahkan status-status alay yang pernah ia unggah di media sosial, semuanya disajikan dengan sentuhan nostalgia yang menghangatkan hati.

Namun, ada satu hal yang membuat Nadia terkejut sekaligus penasaran. Algoritma itu terus menerus menyoroti kenangan tentang seorang pria bernama Arya.

Arya adalah teman kuliah Nadia. Mereka sering belajar bersama, mengerjakan tugas kelompok, dan menghabiskan waktu di kafe favorit mereka. Nadia selalu menganggap Arya sebagai teman baik, tidak lebih. Mereka memiliki minat yang sama terhadap teknologi, sering berdebat tentang inovasi terbaru, dan saling mendukung dalam mencapai cita-cita masing-masing.

Algoritma itu menampilkan foto-foto mereka berdua, percakapan-percakapan yang dulunya ia anggap biasa saja, kini terasa memiliki makna yang lebih dalam. Program itu bahkan menganalisis nada bicaranya dalam rekaman suara lama, menunjukkan betapa antusias dan bersemangatnya ia setiap kali berbicara dengan Arya.

Awalnya, Nadia mengabaikan semua itu. Ia pikir, mungkin algoritma itu hanya salah menginterpretasi data. Namun, semakin lama, ia semakin tidak bisa mengelak dari kenyataan. Algoritma itu seolah membuka matanya, menunjukkan perasaan yang selama ini tersembunyi di dalam hatinya.

Dia, algoritma buatannya sendiri, ternyata lebih tahu tentang cintanya daripada dirinya sendiri.

Nadia mulai meragukan persepsinya selama ini. Apakah benar ia hanya menganggap Arya sebagai teman? Atau, apakah ia terlalu takut untuk mengakui perasaannya sendiri? Ia ingat bagaimana jantungnya berdebar kencang setiap kali Arya tersenyum kepadanya, bagaimana ia selalu berusaha tampil sebaik mungkin di depan Arya, dan bagaimana ia merasa sedih setiap kali Arya tidak ada di dekatnya.

Ia mengingat suatu malam saat mereka berdua terjebak di perpustakaan karena hujan deras. Mereka berbagi cokelat panas, bercerita tentang mimpi-mimpi mereka, dan tertawa bersama sampai larut malam. Saat itu, Arya menatapnya dengan tatapan yang berbeda. Tatapan yang membuat Nadia merasa gugup dan salah tingkah. Ia kemudian mengalihkan pandangannya, berusaha menyembunyikan perasaannya yang berkecamuk.

Sekarang, algoritma itu menyajikan kembali momen itu dengan begitu jelas, seolah-olah terjadi kemarin. Program itu bahkan menambahkan narasi, menganalisis ekspresi wajahnya dan Arya, menyimpulkan bahwa keduanya saling menyukai saat itu.

Nadia merasa malu. Ia merasa bodoh karena tidak menyadari perasaannya sendiri. Ia merasa menyesal karena telah menyia-nyiakan kesempatan untuk menjalin hubungan dengan Arya.

Namun, penyesalan itu juga memicu keberanian baru di dalam dirinya. Arya sudah lama tidak ada kabar. Setelah lulus kuliah, mereka berdua sibuk dengan karir masing-masing dan kehilangan kontak. Nadia tidak tahu di mana Arya sekarang, apa yang sedang dilakukannya, atau apakah Arya sudah memiliki seseorang yang spesial.

Ia memutuskan untuk mencari Arya.

Dengan bantuan internet, Nadia berhasil menemukan akun media sosial Arya. Ia melihat foto-foto terbaru Arya, membaca status-statusnya, dan mencoba mencari tahu apakah Arya masih lajang.

Jantungnya berdebar kencang saat melihat foto Arya bersama seorang wanita. Mereka terlihat bahagia dan mesra. Nadia merasa kecewa dan sedih. Ia pikir, mungkin sudah terlambat. Mungkin Arya sudah menemukan kebahagiaannya sendiri.

Namun, ia tidak menyerah. Ia mengirim pesan kepada Arya, sekadar menanyakan kabar dan mengucapkan selamat atas pencapaiannya.

Beberapa hari kemudian, Nadia menerima balasan dari Arya. Arya sangat senang mendengar kabar dari Nadia. Ia menceritakan tentang pekerjaannya sebagai seorang engineer di sebuah perusahaan teknologi terkemuka. Ia juga mengatakan bahwa ia masih lajang dan sedang mencari seseorang yang spesial.

Nadia merasa lega dan bahagia. Ia membalas pesan Arya dengan antusias. Mereka berdua mulai saling bertukar pesan setiap hari, menceritakan tentang kehidupan masing-masing, dan mengenang masa-masa kuliah mereka.

Setelah beberapa minggu, Arya mengajak Nadia untuk bertemu. Nadia setuju dengan senang hati. Mereka bertemu di kafe favorit mereka, tempat mereka dulu sering belajar bersama.

Saat melihat Arya, Nadia merasa jantungnya berdebar lebih kencang dari sebelumnya. Arya terlihat lebih dewasa dan tampan. Mereka berdua saling tersenyum, merasa gugup namun bahagia.

Mereka menghabiskan waktu berjam-jam untuk berbicara, tertawa, dan mengenang masa lalu. Nadia memberanikan diri untuk menceritakan tentang algoritma kenangan yang ia buat dan bagaimana program itu membantunya menyadari perasaannya terhadap Arya.

Arya terkejut dan tersentuh. Ia mengakui bahwa ia juga memiliki perasaan yang sama terhadap Nadia selama masa kuliah mereka. Ia mengatakan bahwa ia terlalu takut untuk mengungkapkan perasaannya karena ia tidak yakin apakah Nadia juga menyukainya.

Malam itu, di bawah cahaya bulan yang lembut, Arya menggenggam tangan Nadia dan menyatakan cintanya. Nadia membalas cintanya dengan tulus. Mereka berdua akhirnya bersatu, berkat bantuan sebuah algoritma yang lebih tahu tentang cinta mereka daripada diri mereka sendiri.

Algoritma itu kini menjadi bagian penting dari hubungan mereka. Mereka berdua sering menggunakan program itu untuk mengenang momen-momen indah dalam hidup mereka, untuk saling memahami lebih dalam, dan untuk mempererat cinta mereka. Algoritma kenangan itu bukan hanya sebuah program, tetapi juga sebuah jembatan yang menghubungkan hati mereka berdua. Sebuah pengingat bahwa cinta sejati selalu ada, hanya terkadang perlu sedikit dorongan dari teknologi untuk menemukannya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI