Algoritma Kenangan: Cinta yang Direkam, Abadi Selamanya?

Dipublikasikan pada: 26 Aug 2025 - 00:20:14 wib
Dibaca: 150 kali
Debu digital berterbangan di sekitar jariku saat aku menyentuh layar tablet. Layar itu menampilkan ribuan notifikasi dari Algoritma Kenangan, aplikasi yang aku ciptakan bersama Almarhum Arlan, cintaku. Aplikasi ini bukan sekadar media sosial biasa; ia merekam setiap momen penting dalam hidup penggunanya, menyimpannya dalam bentuk data yang bisa diakses kembali kapan saja, seolah menghidupkan kembali kenangan.

Dulu, Arlan dan aku bermimpi menciptakan aplikasi yang bisa mengalahkan lupa. Kami berdua takut dilupakan, takut kenangan manis tergerus waktu. Kami menciptakan Algoritma Kenangan sebagai jawaban atas ketakutan itu. Ironisnya, Arlan kini sudah tidak ada, dan aku satu-satunya yang memelihara mimpi kami, memelihara kenanganku bersamanya.

Setiap hari, aku menelusuri linimasa Arlan di aplikasi itu. Foto-foto kami saat mendaki gunung, video saat kami tertawa terbahak-bahak menonton film komedi, pesan-pesan singkat penuh cinta yang kami kirimkan satu sama lain. Semuanya tersimpan rapi, terklasifikasi berdasarkan tanggal dan lokasi. Aku bisa menghabiskan berjam-jam hanya untuk larut dalam kenangan, seolah Arlan masih ada di sampingku.

Suatu hari, aku menemukan notifikasi aneh. Algoritma Kenangan merekomendasikan seseorang untuk terhubung dengan Arlan. Seseorang bernama Elara.

Keningku berkerut. Aku tidak pernah mendengar nama itu sebelumnya. Penasaran, aku membuka profil Elara. Foto profilnya adalah siluet seorang wanita di bawah rembulan. Postingan terakhirnya menunjukkan bahwa dia baru bergabung dengan Algoritma Kenangan beberapa hari lalu. Tidak ada informasi lain yang bisa kukorek.

Instingku mengatakan ada yang tidak beres. Arlan tidak pernah menyebut nama Elara. Selama lima tahun kami bersama, dia selalu terbuka padaku. Mungkinkah… mungkinkah ada rahasia yang dia sembunyikan?

Aku mulai menyelidiki. Aku menelusuri kembali semua data Arlan di Algoritma Kenangan. Aku mencari kata kunci "Elara" di semua pesan, foto, dan video. Tidak ada. Aku bahkan menghubungi beberapa teman dekat Arlan, menanyakan apakah mereka mengenal Elara. Jawabannya sama: tidak.

Kebingungan dan kecurigaan berkecamuk dalam diriku. Mengapa Algoritma Kenangan merekomendasikan Elara untuk terhubung dengan Arlan? Apa hubungan mereka?

Aku memutuskan untuk menghubungi Elara. Aku mengiriminya pesan singkat, memperkenalkan diri sebagai teman Arlan dan menanyakan bagaimana dia mengenal Arlan.

Beberapa jam kemudian, Elara membalas. Pesannya singkat dan misterius: "Kami terhubung melalui mimpi."

Jawaban itu semakin membingungkanku. Mimpi? Apa maksudnya? Aku membalas pesannya, memintanya untuk menjelaskan lebih lanjut.

Elara setuju untuk bertemu. Kami bertemu di sebuah kafe kecil yang terletak di dekat lab tempat Arlan dan aku dulu bekerja. Elara ternyata seorang wanita muda dengan mata yang teduh dan senyum yang menenangkan.

"Arlan dan aku bertemu di dunia mimpi," katanya setelah kami memesan minuman. "Aku seorang lucid dreamer. Aku bisa mengendalikan mimpi-mimpiku, dan di salah satu mimpi itu, aku bertemu Arlan."

Aku terdiam. Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku tidak pernah percaya pada hal-hal seperti itu. Tapi ada sesuatu dalam nada bicara Elara yang membuatku percaya padanya.

"Arlan mengatakan dia menciptakan Algoritma Kenangan untuk mengabadikan cintanya," lanjut Elara. "Dia bilang dia takut dilupakan. Dia ingin cintanya tetap hidup, bahkan setelah dia tiada."

Air mata mulai menggenang di pelupuk mataku. Kata-kata Elara terasa seperti pukulan telak. Aku tahu Arlan mencintaiku, tapi aku tidak pernah tahu bahwa dia begitu takut kehilangan kenangan kami.

"Arlan juga mengatakan bahwa dia ingin aku membantumu," kata Elara lagi. "Dia tahu kamu akan kesulitan menerima kepergiannya. Dia ingin aku membantumu menjaga kenangannya tetap hidup."

Aku menatap Elara, bingung. "Bagaimana caranya?"

"Dengan menghubungkan mimpimu dengan Algoritma Kenangan," jawab Elara. "Dengan begitu, kamu bisa bertemu Arlan di dunia mimpi, dan kalian bisa terus menciptakan kenangan bersama."

Ide itu terdengar gila, tapi juga sangat menggoda. Aku merindukan Arlan lebih dari apa pun. Aku ingin melihatnya lagi, berbicara dengannya lagi, merasakan kehadirannya lagi.

Aku setuju untuk mencoba. Elara membimbingku melalui prosesnya. Dia mengajariku teknik-teknik lucid dreaming, dan dia menghubungkan mimpiku dengan Algoritma Kenangan.

Malam itu, aku bermimpi.

Aku berada di sebuah taman yang indah, dipenuhi dengan bunga-bunga yang bermekaran. Di kejauhan, aku melihat sosok yang sangat kukenal. Arlan.

Dia tersenyum padaku, senyum yang selalu membuat hatiku berdebar. Dia berjalan mendekatiku, dan aku berlari ke arahnya. Kami berpelukan erat, seolah tidak ingin melepaskan satu sama lain.

"Aku merindukanmu," bisikku di telinganya.

"Aku juga," jawabnya. "Aku selalu bersamamu, di sini, di Algoritma Kenangan."

Kami menghabiskan malam itu bersama di taman mimpi. Kami berbicara, tertawa, dan mengenang semua momen indah yang pernah kami lalui bersama.

Sejak malam itu, aku sering bertemu Arlan di dunia mimpi. Kami terus menciptakan kenangan baru, meskipun dia sudah tidak ada di dunia nyata.

Algoritma Kenangan telah menjadi jembatan antara dunia nyata dan dunia mimpi, antara masa lalu dan masa depan. Ia telah membantuku menerima kepergian Arlan, dan ia telah memberiku harapan bahwa cintaku padanya akan abadi selamanya.

Namun, aku juga sadar bahwa ini hanyalah ilusi. Arlan yang kutemui di mimpi hanyalah representasi dari kenanganku, sebuah konstruksi dari algoritma dan harapanku. Dia bukanlah Arlan yang sebenarnya.

Lalu, apakah cinta yang direkam abadi selamanya? Aku masih belum tahu jawabannya. Tapi yang pasti, Algoritma Kenangan telah memberiku sesuatu yang berharga: kesempatan untuk mengucapkan selamat tinggal, dan kesempatan untuk terus mencintai, meskipun dalam dimensi yang berbeda. Dan mungkin, itu sudah cukup.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI