Detik dalam Kode: Hati yang Belajar dari Algoritma

Dipublikasikan pada: 18 Aug 2025 - 01:00:10 wib
Dibaca: 136 kali
Udara di Co-Working Space itu selalu sama: campuran kopi instan, keringat mahasiswa yang dikejar deadline, dan aroma ozon dari mesin-mesin yang bekerja keras. Maya, dengan rambut dikuncir asal dan lingkaran hitam di bawah mata, menatap layar laptopnya dengan frustrasi. Algoritma rekomendasi film buatannya, yang seharusnya menjadi mahakarya untuk portofolio, malah terus menghasilkan rekomendasi absurd seperti "Documenter tentang Kumbang Dicampur Komedi Romantis Setting Luar Angkasa".

"Butuh bantuan?" Suara berat itu membuatnya terlonjak. Di belakangnya berdiri seorang pria tinggi dengan kemeja flanel dan senyum yang agak kikuk. Dia adalah Arya, programmer senior yang terkenal karena kemampuannya memecahkan masalah serumit apapun dengan tenang. Maya sudah lama mengaguminya dari jauh.

"Sepertinya algoritmaku sedang mengalami krisis identitas," jawab Maya, berusaha menutupi rasa gugupnya. "Dia pikir kumbang dan alien bisa menjadi pasangan yang ideal."

Arya tertawa. "Kumbang memang makhluk yang menarik, tapi mungkin bukan pilihan yang tepat untuk kencan di luar angkasa. Coba lihat di bagian bobot fitur. Mungkin ada yang terbalik."

Beberapa jam kemudian, setelah berdebat sengit tentang pentingnya genre horor dalam menentukan preferensi film dan ditemani dua cangkir kopi, mereka berhasil menemukan masalahnya. Sebuah kesalahan ketik sederhana yang menyebabkan genre horor mendapatkan bobot yang sangat tinggi, mempengaruhi seluruh hasil rekomendasi.

"Terima kasih, Arya. Kamu benar-benar penyelamat," kata Maya, merasa lega dan sedikit malu karena kesalahannya yang ceroboh.

"Santai saja. Kita semua pernah melakukan kesalahan. Yang penting belajar dari kesalahan itu," jawab Arya, matanya menatap Maya dengan tatapan yang sulit diartikan.

Setelah kejadian itu, interaksi mereka semakin sering. Mereka makan siang bersama, membahas perkembangan teknologi terbaru, dan bahkan bertukar playlist musik. Maya mulai menyadari bahwa Arya bukan hanya programmer jenius, tapi juga orang yang hangat, lucu, dan perhatian. Dia selalu mendengarkan dengan sabar, memberikan saran yang membangun, dan membuat Maya merasa nyaman menjadi dirinya sendiri.

Suatu malam, mereka terjebak di Co-Working Space karena hujan deras. Semua orang sudah pulang, hanya tersisa mereka berdua dan suara hujan yang menenangkan.

"Aku penasaran," kata Arya, memecah keheningan. "Algoritmamu yang kencan di luar angkasa itu... apa yang sebenarnya ingin kamu rekomendasikan?"

Maya tertawa. "Sebenarnya, aku ingin merekomendasikan film-film indie yang menyentuh hati. Film yang membuat orang merasa terhubung, meskipun hanya dengan karakter fiksi."

"Seperti...?"

Maya ragu sejenak. "Seperti film tentang dua orang yang awalnya tidak saling mengenal, lalu perlahan-lahan menemukan sesuatu yang istimewa di antara mereka."

Arya menatapnya lekat-lekat. "Kedengarannya... menarik."

Keheningan kembali menyelimuti mereka, namun kali ini terasa berbeda. Ada tegangan yang tak terucapkan di udara, sebuah harapan yang bersemi di antara denting keyboard dan aroma kopi.

"Maya," kata Arya akhirnya, suaranya pelan. "Aku... aku menikmati menghabiskan waktu bersamamu."

Jantung Maya berdebar kencang. "Aku juga, Arya."

Arya menarik napas dalam-dalam. "Aku tahu ini mungkin terdengar aneh, tapi... sejak kita memperbaiki algoritmamu, aku merasa ada sesuatu yang berubah. Aku merasa... lebih dekat denganmu."

Maya tersenyum. "Mungkin algoritma itu sebenarnya lebih pintar dari yang kita kira. Mungkin dia sedang berusaha mempertemukan kita."

Mereka tertawa bersama, menghilangkan ketegangan yang tersisa. Lalu, Arya meraih tangan Maya, jemarinya saling bertautan.

"Mungkin algoritma itu benar," kata Arya, matanya penuh harap. "Mungkin kita memang ditakdirkan untuk bertemu."

Maya membalas genggaman Arya, merasakan kehangatan menjalari seluruh tubuhnya. "Mungkin juga kita yang membuat algoritma itu menuntun kita ke sini."

Malam itu, mereka tidak hanya memperbaiki algoritma rekomendasi film. Mereka juga menemukan sebuah koneksi yang tak terduga, sebuah perasaan yang tulus dan mendalam. Mereka belajar bahwa terkadang, hal terbaik dalam hidup terjadi secara kebetulan, seperti bug yang tak terduga dalam kode program.

Beberapa bulan kemudian, Maya dan Arya duduk di sebuah bioskop kecil, menonton film indie yang mereka rekomendasikan satu sama lain. Film itu menceritakan tentang dua orang yang menemukan cinta di tempat yang paling tak terduga.

"Aku masih tidak percaya kita bertemu karena algoritma yang salah," kata Maya, menyandarkan kepalanya di bahu Arya.

Arya tersenyum dan mencium puncak kepala Maya. "Aku juga. Tapi aku bersyukur untuk setiap baris kode yang salah, setiap bug yang mengganggu, karena itu semua membawaku kepadamu."

Mereka bergandengan tangan, menikmati film dan kebersamaan mereka. Mereka tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai, namun mereka juga tahu bahwa mereka memiliki sesuatu yang istimewa, sesuatu yang dibangun di atas kode, kopi, dan kesamaan minat.

Maya menyadari, cinta itu seperti algoritma yang kompleks. Membutuhkan waktu, kesabaran, dan kemauan untuk belajar dan beradaptasi. Kadang-kadang ada kesalahan, ada hambatan, tetapi jika kita bersedia untuk memperbaikinya, kita bisa menemukan sesuatu yang indah dan tak terduga. Dan terkadang, algoritma yang salah bisa membawa kita ke tempat yang paling benar.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI