Cinta & Algoritma: Saat Hati Lebih Pintar dari AI

Dipublikasikan pada: 06 Aug 2025 - 01:20:15 wib
Dibaca: 153 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen minimalis milik Anya. Di meja kerjanya yang berantakan, layar laptopnya memancarkan cahaya biru ke wajahnya yang lelah. Anya, seorang programmer muda yang brilian, sedang dalam fase krusial pengembangan "Soulmate AI", sebuah aplikasi kencan revolusioner yang menjanjikan kecocokan sempurna berdasarkan analisis data mendalam tentang kepribadian, minat, dan bahkan pola pikir.

Selama berbulan-bulan, Anya menghabiskan waktunya untuk menyempurnakan algoritma, memastikan setiap variabel diperhitungkan dengan cermat. Ia yakin, dengan cukup data dan logika, cinta bisa dihitung. Teman-temannya sering mengejeknya, mengatakan bahwa cinta tidak bisa diprediksi, liar dan tak terdefinisikan. Tapi Anya bersikeras, ia akan membuktikan bahwa cinta, seperti kode, memiliki pola yang bisa diurai.

Suatu malam, saat Anya menguji Soulmate AI dengan profilnya sendiri, sistem itu memberikan satu nama dengan tingkat kecocokan 98%: Damar. Profil Damar menampilkan seorang fotografer lepas, penyuka hiking, dan penggemar film klasik. Deskripsinya polos namun memikat. Anya, yang biasanya skeptis terhadap kencan online, merasa penasaran. Algoritma ini, hasil kerja kerasnya sendiri, seperti mengatakan bahwa inilah belahan jiwanya.

Anya memutuskan untuk mengambil risiko. Ia mengirimkan pesan kepada Damar. Tak disangka, Damar membalas dengan cepat. Percakapan mereka mengalir begitu mudah, seolah mereka sudah saling kenal sejak lama. Mereka membahas film favorit, berbagi pengalaman hiking di gunung, dan bahkan bertukar pikiran tentang arti hidup. Semua yang dibicarakan terasa sinkron, seolah algoritma itu memang berhasil menemukan pasangan yang sempurna.

Setelah beberapa minggu berkirim pesan, mereka memutuskan untuk bertemu langsung. Anya memilih sebuah kafe kecil dengan nuansa hangat dan intim. Saat Damar datang, Anya terpana. Ia persis seperti yang dibayangkannya: ramah, humoris, dan memiliki mata yang berbinar penuh rasa ingin tahu. Kencan pertama mereka berjalan sangat lancar. Mereka tertawa, bercerita, dan merasa nyaman satu sama lain.

Beberapa bulan berlalu, hubungan Anya dan Damar semakin dekat. Mereka menghabiskan waktu bersama setiap hari, menjelajahi kota, memasak bersama, dan berbagi mimpi. Anya merasa bahagia, lebih bahagia dari yang pernah ia bayangkan. Algoritma yang ia ciptakan telah membawanya kepada cinta sejati. Ia merasa bangga dengan pencapaiannya.

Namun, seiring berjalannya waktu, Anya mulai merasakan sesuatu yang aneh. Hubungan mereka terasa terlalu sempurna, terlalu terencana. Setiap percakapan terasa seperti adegan film yang sudah di-scripting. Setiap momen kebersamaan terasa seperti pose foto yang dipersiapkan.

Suatu malam, saat mereka sedang makan malam di sebuah restoran mewah yang dipilihkan oleh Soulmate AI, Anya tidak bisa menahan diri lagi. "Damar," katanya, suaranya bergetar, "apakah kamu merasa... kita terlalu bergantung pada aplikasi ini?"

Damar menatapnya dengan bingung. "Apa maksudmu, Anya? Soulmate AI telah membawa kita bersama. Ini adalah bukti bahwa algoritma bisa menemukan cinta sejati."

"Tapi apakah ini benar-benar cinta sejati, Damar? Atau hanya hasil dari perhitungan matematis yang rumit? Apakah kita benar-benar memilih satu sama lain, atau hanya memilih apa yang dikatakan aplikasi kepada kita?" tanya Anya, suaranya semakin meninggi.

Damar terdiam. Ia tampak berpikir keras. "Aku... aku tidak tahu, Anya. Aku selalu percaya pada aplikasi ini. Aku selalu percaya bahwa ini adalah jalan terbaik untuk menemukan cinta."

Malam itu, Anya tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan kata-kata Damar. Ia menyadari bahwa ia telah terjebak dalam perangkap yang ia ciptakan sendiri. Ia terlalu fokus pada logika dan data, sehingga melupakan insting dan intuisi. Ia lupa bahwa cinta bukan hanya tentang kesamaan, tapi juga tentang perbedaan, tentang kejutan, tentang hal-hal yang tidak terduga.

Keesokan harinya, Anya memutuskan untuk menemui Damar. Ia ingin berbicara dari hati ke hati, tanpa bantuan algoritma apa pun. Mereka bertemu di taman kota, tempat mereka pertama kali berciuman.

"Damar," kata Anya, "aku minta maaf. Aku terlalu terobsesi dengan aplikasiku sehingga aku lupa apa arti cinta yang sebenarnya. Aku lupa bahwa cinta membutuhkan ruang untuk tumbuh, untuk bereksplorasi, untuk menjadi tidak sempurna."

Damar mengangguk. "Aku juga minta maaf, Anya. Aku terlalu percaya pada aplikasi ini sehingga aku lupa untuk benar-benar mengenalmu, untuk mencintaimu apa adanya, tanpa syarat."

Anya menggenggam tangan Damar. "Kita tidak bisa terus hidup berdasarkan algoritma, Damar. Kita harus belajar untuk mempercayai hati kita, untuk mengikuti insting kita, untuk menerima ketidaksempurnaan."

Damar membalas genggaman Anya. "Aku setuju, Anya. Mari kita coba. Mari kita lihat apa yang terjadi jika kita mematikan aplikasi itu dan benar-benar mengenal satu sama lain."

Mereka memutuskan untuk menghapus Soulmate AI dari ponsel mereka. Mereka berjanji untuk tidak lagi bergantung pada algoritma untuk memandu hubungan mereka. Mereka ingin membangun hubungan yang otentik, yang didasarkan pada rasa saling percaya, pengertian, dan cinta yang tulus.

Awalnya, terasa canggung dan tidak pasti. Mereka tidak tahu apa yang harus dibicarakan, ke mana harus pergi, atau apa yang harus dilakukan. Tapi perlahan, mereka mulai belajar untuk saling mengenal dengan cara yang baru. Mereka mulai berbagi cerita tentang masa kecil mereka, tentang ketakutan mereka, tentang mimpi mereka. Mereka mulai tertawa bersama, menangis bersama, dan saling mendukung.

Anya menyadari bahwa cinta tidak bisa dihitung, tidak bisa diprediksi, dan tidak bisa dikendalikan. Cinta adalah misteri, adalah petualangan, adalah perjalanan yang tidak pernah berakhir. Dan yang terpenting, cinta adalah pilihan, pilihan untuk saling menerima, saling mencintai, dan saling mendukung, bahkan di saat-saat yang paling sulit.

Beberapa tahun kemudian, Anya dan Damar menikah. Mereka membangun sebuah rumah kecil di tepi pantai, jauh dari hiruk pikuk kota. Anya terus mengembangkan teknologi, tapi kali ini, ia berfokus pada hal-hal yang lebih berarti, seperti membantu orang-orang dengan disabilitas atau melestarikan lingkungan.

Setiap kali Anya melihat Soulmate AI di berita, ia tersenyum. Ia tahu bahwa algoritma itu mungkin bisa membantu orang menemukan pasangan, tapi ia juga tahu bahwa cinta sejati tidak bisa ditemukan dalam kode. Cinta sejati ditemukan dalam hati, dalam jiwa, dalam hubungan yang dibangun dengan ketulusan dan kasih sayang. Dan kadang kala, hati lebih pintar dari AI.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI