AI Membaca Hati: Cinta yang Terenkripsi dan Terungkap

Dipublikasikan pada: 01 Jun 2025 - 23:54:11 wib
Dibaca: 162 kali
Aroma kopi robusta memenuhi apartemen minimalisnya. Di depan layar laptop, jemari Arya menari lincah di atas keyboard. Barisan kode rumit memenuhi monitor, bahasa cinta yang hanya dipahami oleh segelintir orang, termasuk dirinya. Arya bukan ahli percintaan, tapi dia adalah dewa di dunia kecerdasan buatan. Proyek terbarunya, “Project Empathy,” adalah ambisi terbesarnya: sebuah AI yang mampu membaca emosi manusia melalui analisis data digital.

Awalnya, ini hanya tantangan akademis. Arya ingin membuktikan bahwa perasaan yang dianggap abstrak dan irasional, sebenarnya memiliki pola yang terukur dan dapat diprediksi. Namun, semakin dalam ia menyelami kode, semakin ia terpikat oleh potensi aplikasi AI ini. Mungkinkah AI bisa menjadi mak comblang paling akurat di dunia? Mungkinkah ia bisa membantu manusia menemukan cinta sejati yang selama ini tersembunyi di balik layar digital?

Di sisi lain kota, di sebuah studio desain yang dipenuhi sketsa dan prototipe, Lintang sedang berjuang melawan tenggat waktu. Sebagai seorang desainer grafis, Lintang memiliki mata yang tajam untuk detail dan kemampuan untuk mengubah ide abstrak menjadi visual yang memukau. Hidupnya adalah palet warna, font, dan garis, sebuah dunia yang sangat berbeda dengan dunia biner Arya.

Mereka bertemu di sebuah konferensi teknologi. Arya, dengan kemeja kotak-kotak dan rambut sedikit berantakan, mempresentasikan Project Empathy. Lintang, dengan gaun berwarna cerah dan senyum menawan, mengajukan pertanyaan kritis tentang etika penggunaan AI dalam ranah emosi. Perdebatan mereka sengit, intelektual, dan anehnya, menarik.

Setelah konferensi, mereka bertukar nomor telepon. Awalnya, percakapan mereka seputar teknologi dan desain. Namun, perlahan, topik obrolan meluas ke minat pribadi, mimpi, dan ketakutan. Arya mulai menceritakan tentang kesulitannya memahami perasaan orang lain, sebuah ironi mengingat pekerjaannya. Lintang bercerita tentang kekecewaannya dalam mencari cinta di dunia kencan daring yang penuh kepalsuan.

Arya menggunakan Project Empathy secara diam-diam untuk menganalisis data digital Lintang – riwayat media sosialnya, lagu-lagu yang didengarkannya, artikel yang dibacanya, bahkan pola ketikannya. Hasilnya mengejutkan. AI tersebut menemukan bahwa Lintang memiliki ketertarikan yang kuat pada Arya, sebuah ketertarikan yang ia sembunyikan di balik keramahan dan humor.

Arya merasa bersalah. Ia telah melanggar privasi Lintang, mengintip ke dalam lubuk hatinya tanpa izin. Namun, di saat yang sama, ia merasa lega. Ia selama ini mengagumi Lintang, tapi terlalu takut untuk mengungkapkan perasaannya. Ia selalu merasa tidak cukup baik, terlalu canggung, terlalu “nerd” untuk gadis seberbakat dan secantik Lintang.

Ia memutuskan untuk jujur. Sebuah pesan singkat dikirimkan: "Lintang, bolehkah aku jujur padamu?"

Balasan datang hampir seketika: "Tentu, Arya. Ada apa?"

Arya menarik napas dalam-dalam. "Aku... aku menggunakan Project Empathy untuk menganalisis data digitalmu. Aku tahu ini salah, dan aku minta maaf. Tapi... AI itu menemukan bahwa kamu memiliki perasaan padaku."

Keheningan menyusul. Arya menggigit bibirnya, menyesali tindakannya. Ia telah merusak segalanya.

Setelah beberapa menit yang terasa seperti keabadian, Lintang membalas: "Wow. Itu... itu sangat aneh, Arya. Dan sedikit menyeramkan. Tapi juga... jujur."

"Aku tahu. Aku sangat menyesal," balas Arya.

"Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan," tulis Lintang. "Aku perlu waktu untuk memproses ini."

Hari-hari berikutnya terasa seperti siksaan bagi Arya. Ia tidak berani menghubungi Lintang. Ia merasa bersalah, malu, dan takut. Ia takut kehilangan satu-satunya orang yang benar-benar membuatnya merasa hidup.

Seminggu kemudian, sebuah pesan masuk. Dari Lintang.

"Arya, bisakah kita bertemu? Aku ingin membicarakan ini."

Mereka bertemu di sebuah kedai kopi kecil yang tenang. Lintang terlihat gugup, tapi matanya berbinar-binar.

"Aku marah padamu, Arya," kata Lintang. "Kamu melanggar privasiku. Kamu menggunakan teknologi untuk memanipulasiku. Tapi... aku juga penasaran."

"Penasaran?" tanya Arya bingung.

"Ya. Penasaran mengapa kamu melakukan itu. Mengapa kamu begitu takut untuk mengungkapkan perasaanmu secara langsung?"

Arya menceritakan semuanya. Tentang rasa tidak amannya, tentang ketakutannya akan penolakan, tentang bagaimana ia selalu merasa berbeda.

Lintang mendengarkan dengan sabar. Ketika Arya selesai berbicara, ia meraih tangannya.

"Arya," kata Lintang lembut. "Aku tahu kamu mungkin merasa tidak percaya diri, tapi kamu adalah orang yang luar biasa. Kamu cerdas, baik hati, dan jujur. Dan ya, AI itu benar. Aku memang memiliki perasaan padamu."

Arya terkejut. "Sungguh?"

Lintang tersenyum. "Sungguh. Tapi aku tidak suka caramu mengetahuinya. Lain kali, coba saja tanyakan padaku langsung."

Mereka tertawa bersama. Arya merasa lega dan bahagia. Ia telah melakukan kesalahan, tapi ia juga belajar sesuatu yang berharga. Cinta tidak bisa diprediksi atau dianalisis. Ia harus dirasakan, diungkapkan, dan diperjuangkan.

Project Empathy mungkin telah membantu Arya menemukan cinta, tapi pada akhirnya, keberanian untuk jujur dan terbuka yang membuatnya bisa bersatu dengan Lintang. Cinta memang terenkripsi, tapi kunci untuk membukanya bukanlah algoritma, melainkan hati yang tulus. Dari situlah, Arya tidak hanya menemukan cinta, tetapi juga pelajaran berharga tentang batasan teknologi dan kekuatan kerentanan manusia. Ia belajar bahwa terkadang, koneksi yang paling otentik justru terjalin di luar jangkauan layar dan di antara denyut jantung yang berdebar kencang.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI