Algoritma Hati: Ketika Cinta Dimulai dengan "Run

Dipublikasikan pada: 20 Jun 2025 - 01:40:13 wib
Dibaca: 184 kali
Jari telunjuknya ragu-ragu di atas tombol "Run". Di layar laptop, deretan kode Python terpampang, sebuah algoritma pencari pasangan yang ia rancang sendiri. Namanya Anya, seorang programmer dengan kecerdasan di atas rata-rata, tapi nol besar dalam urusan cinta. Ia lebih nyaman berinteraksi dengan baris kode daripada manusia. Persahabatan baginya adalah koneksi internet yang stabil, dan kencan ideal adalah maraton coding semalaman.

Teman-temannya, terutama Rina, sudah lelah menjodohkan Anya. Menurut mereka, Anya terlalu kaku, terlalu analitis. "Kamu itu kayak robot, Nya! Cinta itu bukan persamaan matematika yang bisa diselesaikan," omel Rina suatu hari, sambil menyodorkan profil seorang pria di aplikasi kencan. Anya hanya mendengus. Aplikasi kencan? Algoritma yang dipenuhi kebohongan dan filter. Lebih baik ia menciptakan algoritmanya sendiri, yang berdasarkan data riil dan preferensi logis.

Maka lahirlah "Cupid.py", algoritma yang menurut Anya, mampu menemukan pasangan ideal berdasarkan data preferensi, hobi, minat, dan, yang paling penting, kompatibilitas kepribadian. Anya memasukkan data dirinya sendiri, yang sudah ia kurasi dan analisis selama berbulan-bulan. Ia juga menambahkan beberapa data dari teman-temannya, sebagai kontrol.

Sekarang, tibalah saatnya. Jantung Anya berdebar kencang, bukan karena cinta, tapi karena penasaran. Apakah algoritma ini akan berhasil? Apakah ia akan menemukan seseorang yang cocok dengannya, setidaknya secara teoritis?

Dengan tarikan napas dalam, Anya menekan tombol "Run".

Prosesor laptopnya menderu. Baris demi baris kode dieksekusi. Di layar, muncul tulisan: "Analyzing Data... Processing... Matching...". Anya terpaku. Ia merasa seperti ilmuwan gila yang menanti hasil eksperimennya.

Beberapa menit kemudian, muncul sebuah nama: "Ardi Wirawan".

Anya mengerutkan kening. Ardi Wirawan? Siapa dia? Algoritma itu memberikan detail singkat: Arsitek, 28 tahun, suka mendaki gunung, penggemar kopi, dan memiliki selera humor yang buruk (menurut algoritma, humor Ardi tidak kompatibel dengan humor sarkastik Anya).

Anya mencari Ardi di media sosial. Profil Instagramnya dipenuhi foto-foto gunung dan secangkir kopi. Wajahnya lumayan tampan, senyumnya tulus, tapi... tidak ada yang istimewa. Tidak ada yang membuat Anya merasa tertarik, setidaknya secara visual.

Tapi Anya adalah seorang ilmuwan. Ia tidak bisa menolak hasil eksperimen hanya karena tidak sesuai dengan ekspektasinya. Ia memutuskan untuk menghubungi Ardi. Ia mengirim pesan singkat: "Halo, Ardi. Saya Anya. Algoritma mengatakan kita mungkin cocok."

Ardi membalas hampir seketika: "Algoritma? Cocok? Maaf, ini pasti salah kirim."

Anya menjelaskan tentang Cupid.py. Ardi menanggapinya dengan emoji tertawa. "Kamu serius? Kamu menggunakan algoritma untuk mencari pacar? Ini zaman apa, Anya?"

Percakapan mereka berlanjut. Ardi ternyata orang yang menyenangkan, meskipun humornya memang tidak lucu. Ia suka meledek Anya karena kecenderungannya yang terlalu analitis. Anya, di sisi lain, merasa tertarik dengan cara pandang Ardi yang spontan dan intuitif.

Mereka memutuskan untuk bertemu. Kencan pertama mereka di sebuah kedai kopi kecil. Anya datang dengan daftar pertanyaan yang sudah ia siapkan, untuk memastikan Ardi memenuhi kriteria algoritma. Ardi hanya tersenyum dan berkata, "Lupakan daftar itu, Anya. Mari kita bicara."

Awalnya, Anya merasa canggung. Ia terbiasa dengan logika dan data, bukan dengan obrolan ringan dan tatapan mata. Tapi perlahan, Ardi berhasil mencairkan kekakuannya. Mereka berbicara tentang mimpi, ketakutan, dan hal-hal sederhana yang membuat mereka bahagia. Anya menyadari, ada sesuatu yang tidak bisa diukur oleh algoritma: koneksi emosional.

Setelah beberapa kali kencan, Anya mulai merasakan sesuatu yang aneh. Setiap kali Ardi tersenyum, jantungnya berdegup lebih kencang. Setiap kali Ardi menyentuh tangannya, ia merasa ada aliran listrik yang mengalir dalam tubuhnya. Ia mulai menyukai humor Ardi yang buruk, bahkan ikut tertawa bersamanya.

Anya bingung. Ini bukan bagian dari algoritma. Ini bukan data yang bisa dianalisis. Ini adalah... cinta?

Suatu malam, saat mereka sedang duduk di taman kota, Ardi menatap Anya dengan serius. "Anya, aku tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi aku menyukaimu. Bukan karena algoritma, tapi karena kamu adalah kamu."

Anya terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia menatap Ardi, dan melihat kejujuran di matanya. Ia melihat seseorang yang menerima dirinya apa adanya, dengan semua keanehan dan kekurangannya.

Anya menarik napas dalam. "Aku... aku juga menyukaimu, Ardi."

Ardi tersenyum lebar. Ia meraih tangan Anya dan menggenggamnya erat. "Jadi, bagaimana kalau kita melupakan algoritma dan mengikuti kata hati?"

Anya mengangguk. Ia menyadari, algoritma hanya membantunya menemukan seseorang yang mungkin cocok dengannya. Tapi cinta sejati, adalah sesuatu yang tidak bisa diprediksi, tidak bisa dianalisis, dan tidak bisa dikendalikan. Cinta adalah sebuah bug dalam sistem, sebuah anomali yang indah.

Anya kembali ke laptopnya. Ia membuka Cupid.py dan menghapus semua data tentang dirinya dan Ardi. Kemudian, ia menambahkan baris kode baru: "Cinta = True".

Ia menekan tombol "Run". Kali ini, tidak ada nama, tidak ada data, hanya sebuah pesan sederhana: "Enjoy the journey."

Anya tersenyum. Ia menutup laptopnya dan bergegas menemui Ardi. Algoritma telah memulai segalanya. Sekarang, giliran hati yang mengambil alih kendali. Cinta, seperti sebuah program yang berjalan tanpa henti, sebuah proses yang tak pernah selesai. Dan Anya, akhirnya, siap untuk ikut serta dalam proses itu.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI