Algoritma Membisikkan Cinta, Manusia Menuai Sepi Digital

Dipublikasikan pada: 10 Jul 2025 - 02:00:14 wib
Dibaca: 158 kali
Debu neon berpendar di antara celah-celah jendela kamar Arya yang remang. Pantulan cahaya dari layar laptopnya menari di wajahnya yang tirus. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, mengetik baris demi baris kode. Ia sedang menyempurnakan Algoritma Cinta, aplikasi kencan berbasis AI yang ia yakini akan merevolusi cara manusia menemukan pasangan.

Bukan sekadar aplikasi pencocokan biasa, Algoritma Cinta menjanjikan lebih. Ia mempelajari preferensi, kebiasaan, bahkan mimpi penggunanya melalui data yang dikumpulkan dari media sosial, riwayat pencarian, dan interaksi online lainnya. Lalu, dengan rumusan matematika yang rumit, ia akan menemukan pasangan yang paling kompatibel secara holistik. Arya membayangkan, tidak akan ada lagi kencan buta yang canggung, tidak ada lagi patah hati yang sia-sia. Hanya kebahagiaan yang terukur, terprediksi, dan terjamin.

Ia menghabiskan waktu berbulan-bulan, bahkan tahunan, untuk proyek ini. Melewatkan malam-malam panjang, menenggelamkan diri dalam lautan kode, mengorbankan kehidupan sosialnya. Ia percaya, Algoritma Cinta adalah tiketnya menuju pengakuan, menuju perubahan. Ia sendiri? Ia tidak punya waktu untuk memikirkan urusan hati. Cinta, baginya, adalah persamaan yang perlu dipecahkan, bukan misteri yang perlu dinikmati.

Akhirnya, hari peluncuran tiba. Arya menyaksikan dengan jantung berdebar ketika Algoritma Cinta diunggah ke app store. Dalam hitungan jam, aplikasi itu menjadi viral. Jutaan pengguna mengunduh, mencoba, dan memuji keakuratannya. Kisah-kisah sukses mulai bertebaran di media sosial: pasangan yang bertemu melalui Algoritma Cinta, jatuh cinta, dan menikah dalam waktu singkat. Arya merasa seperti dewa kecil, mengatur takdir percintaan manusia.

Namun, di tengah euforia kesuksesan, Arya merasakan kehampaan yang aneh. Ia melihat orang-orang bergantung pada aplikasi buatannya, menyerahkan keputusan penting dalam hidup mereka kepada algoritma. Mereka kehilangan kemampuan untuk merasakan, untuk percaya pada insting, untuk mengambil risiko dalam urusan hati. Cinta, yang seharusnya menjadi perjalanan yang penuh kejutan dan ketidakpastian, telah direduksi menjadi serangkaian data dan angka.

Suatu malam, setelah seharian menjawab email dan menghadiri rapat, Arya membuka kembali Algoritma Cinta. Ia mencoba mencari pasangan untuk dirinya sendiri. Algoritma itu bekerja keras, menganalisis datanya, dan akhirnya menampilkan seorang wanita bernama Elara. Profilnya tampak sempurna: seorang seniman dengan selera humor yang sama, minat yang serupa, dan pandangan hidup yang sejalan dengannya.

Arya memutuskan untuk menghubungi Elara. Mereka mulai berkirim pesan, lalu bertukar cerita melalui panggilan video. Elara adalah wanita yang cerdas, kreatif, dan memiliki pandangan unik tentang dunia. Arya merasa tertarik, bahkan terpesona. Ia merasa seperti telah menemukan belahan jiwanya, berkat Algoritma Cinta.

Mereka sepakat untuk bertemu di sebuah kafe kecil yang nyaman. Ketika Elara tiba, Arya terkejut. Ia jauh lebih cantik daripada fotonya. Matanya bersinar dengan kecerdasan dan kebaikan. Mereka menghabiskan sore itu berbicara tanpa henti, tertawa, dan berbagi mimpi. Arya merasa seperti sedang bermimpi. Akhirnya, ia telah menemukan cinta, dan itu terasa begitu nyata, begitu indah.

Namun, ada sesuatu yang mengganjal. Arya merasa ada jarak yang tak terlihat antara mereka, sebuah dinding digital yang memisahkan dua hati yang seharusnya menyatu. Ia menyadari, Algoritma Cinta telah mencuri keajaiban pertemuan pertama, rasa penasaran dan antisipasi yang seharusnya ada. Ia telah mengetahui terlalu banyak tentang Elara sebelum mereka benar-benar bertemu.

Beberapa minggu kemudian, Arya dan Elara memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Tidak ada pertengkaran, tidak ada drama. Hanya kesadaran pahit bahwa cinta yang mereka temukan bukanlah cinta yang sebenarnya. Itu hanyalah hasil dari sebuah algoritma, sebuah simulasi perasaan yang dirancang untuk memuaskan kebutuhan digital.

Elara berkata kepada Arya, "Kita terlalu sibuk mencari kesempurnaan di dunia maya, hingga lupa bahwa cinta yang sebenarnya ada dalam ketidaksempurnaan, dalam risiko, dalam keberanian untuk membuka hati kepada seseorang yang tidak kita kenal sepenuhnya."

Kata-kata Elara menghantam Arya seperti petir. Ia menyadari, ia telah menciptakan sebuah monster. Algoritma Cinta telah menjanjikan kebahagiaan, tetapi yang diberikan hanyalah kesepian digital. Ia telah mencoba memecahkan misteri cinta dengan matematika, tetapi yang ia temukan hanyalah kekosongan.

Arya menutup laptopnya, mematikan lampu, dan menatap langit malam yang gelap. Bintang-bintang berkelap-kelip jauh di sana, tidak terpengaruh oleh algoritma atau persamaan apa pun. Ia menyadari, cinta bukanlah sesuatu yang bisa diprediksi atau diukur. Itu adalah kekuatan alam yang liar, tak terduga, dan tak terkendali.

Ia memutuskan untuk menghapus Algoritma Cinta dari app store. Ia tahu, tindakannya ini akan menuai kontroversi dan kemarahan. Tetapi ia tidak peduli. Ia ingin membebaskan manusia dari belenggu algoritma, membiarkan mereka merasakan cinta yang sebenarnya, cinta yang tidak sempurna, cinta yang penuh risiko, cinta yang membahagiakan.

Arya menyadari bahwa ia harus belajar mencintai dirinya sendiri terlebih dahulu, sebelum ia bisa mencintai orang lain. Ia harus membuka hatinya, mengambil risiko, dan menghadapi ketidakpastian hidup. Ia harus belajar merasakan, bukan hanya menganalisis. Ia harus belajar mencintai, bukan hanya memprediksi.

Di tengah kesunyian malam, Arya merasakan harapan baru. Ia tahu, perjalanannya masih panjang, tetapi ia siap menghadapinya. Ia siap untuk merasakan cinta, meskipun itu berarti merasakan sakit hati, kekecewaan, dan kesepian. Karena ia tahu, hanya dengan merasakan semua itu, ia bisa benar-benar hidup, benar-benar mencintai, dan benar-benar bahagia. Algoritma telah membisikkan cinta, tetapi manusia harus menuai sepi digital untuk menemukan arti cinta yang sejati.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI