Jemari Anya menari di atas keyboard virtual. Notifikasi berdering tanpa henti, menampilkan baris-baris kode yang baginya lebih romantis dari puisi Shakespeare. Ia, seorang programmer jenius di usia muda, sedang merampungkan "Soulmate Algorithm," sebuah aplikasi kencan revolusioner yang berjanji menemukan pasangan ideal berdasarkan analisis mendalam kepribadian dan aspirasi.
"Anya, kopi?" suara Leo membuyarkan konsentrasinya. Leo, sahabat sekaligus partner kerjanya, menyodorkan mug bergambar robot dengan senyum hangat.
"Makasih, Leo. Tinggal beberapa baris lagi," jawab Anya, matanya kembali terpaku pada layar.
Leo duduk di sampingnya, mengamati kode yang bergulir. "Kau yakin dengan klausul 'Hapus Aku Jika Tak Lagi Bahagia' ini? Ini radikal sekali."
Anya menghela napas. "Justru itu intinya, Leo. Aku ingin menciptakan platform yang menghargai kebahagiaan individu. Kalau algoritma ini berhasil mencocokkan dua jiwa, tapi salah satunya merasa tidak bahagia, mereka punya hak untuk keluar tanpa drama, tanpa paksaan."
Leo mengangguk, meskipun keraguannya belum sepenuhnya hilang. Ia diam-diam menyimpan perasaan pada Anya, dan ide "Soulmate Algorithm" yang bisa mencocokkan Anya dengan orang lain membuatnya tidak nyaman.
Aplikasi itu akhirnya diluncurkan, dan sukses besar. Soulmate Algorithm menjadi sensasi global. Pasangan-pasangan yang ditemukan oleh aplikasi ini menjalin hubungan yang harmonis dan langgeng. Anya merasa puas. Ia telah menciptakan sesuatu yang benar-benar bermakna.
Suatu malam, Anya menerima notifikasi dari Soulmate Algorithm. Algoritma itu telah menemukan kecocokan sempurna untuknya. Jantung Anya berdebar kencang. Selama ini, ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya hingga melupakan kehidupan percintaannya.
Kandidatnya bernama Riko, seorang arsitek yang idealis dan berjiwa seni. Profilnya memikat Anya, dan setelah beberapa minggu berbalas pesan, mereka memutuskan untuk bertemu.
Riko ternyata lebih menarik dari yang dibayangkan Anya. Mereka memiliki kesamaan minat yang tak terduga, dan obrolan mereka mengalir tanpa hambatan. Anya merasa nyaman dan bahagia bersamanya. Leo menyaksikan kebahagiaan Anya dengan getir. Ia berusaha menyembunyikan perasaannya, dan tetap menjadi sahabat yang baik bagi Anya.
Beberapa bulan berlalu. Anya dan Riko semakin dekat. Mereka merencanakan liburan bersama, membicarakan masa depan, dan membangun mimpi-mimpi indah. Anya merasa hidupnya sempurna.
Namun, di balik senyum Anya, ada sesuatu yang mengganjal. Riko memiliki idealisme yang kuat, terkadang cenderung kaku dan sulit berkompromi. Anya, yang terbiasa dengan fleksibilitas dan inovasi di dunia teknologi, mulai merasa tertekan.
Suatu malam, mereka berdebat tentang desain sebuah bangunan. Riko bersikeras pada visinya yang klasik dan abadi, sementara Anya mengusulkan sentuhan teknologi modern yang lebih fungsional. Debat kecil itu berkembang menjadi pertengkaran sengit.
"Kau selalu berpikir segalanya bisa diselesaikan dengan teknologi, Anya! Ada hal-hal yang lebih penting dari efisiensi dan fungsionalitas!" seru Riko dengan nada tinggi.
Anya terdiam. Kata-kata Riko menyakitinya. Ia merasa tidak dihargai, tidak dipahami. Ia menyadari bahwa meskipun mereka memiliki banyak kesamaan, ada perbedaan mendasar dalam pandangan hidup mereka.
Malam itu, Anya tidak bisa tidur. Ia memikirkan hubungannya dengan Riko, dan klausul "Hapus Aku Jika Tak Lagi Bahagia" yang ia ciptakan. Apakah ia benar-benar bahagia?
Keesokan harinya, Anya menemui Leo. "Leo, aku butuh bantuanmu," kata Anya dengan suara lirih.
Leo menatapnya dengan cemas. "Ada apa, Anya? Apa yang terjadi?"
Anya menceritakan semuanya pada Leo. Tentang idealisme Riko yang kaku, tentang pertengkaran mereka, dan tentang keraguannya terhadap kebahagiaannya sendiri.
Leo mendengarkan dengan sabar. Setelah Anya selesai bercerita, ia berkata, "Anya, kau yang menciptakan Soulmate Algorithm. Kau tahu lebih baik dari siapa pun bahwa kebahagiaan adalah yang utama. Jika kau merasa tidak bahagia, kau punya hak untuk memilih."
Anya mengangguk. Ia tahu Leo benar. Tapi, memutuskan hubungan dengan Riko tidaklah mudah. Ia mencintai Riko, dan ia tidak ingin menyakitinya.
Beberapa hari kemudian, Anya mengajak Riko berbicara. Ia mengungkapkan perasaannya, tentang perbedaan pandangan mereka, dan tentang keraguannya terhadap masa depan hubungan mereka.
Riko mendengarkan dengan seksama. Ia terkejut dengan kejujuran Anya. Ia menyadari bahwa selama ini, ia terlalu fokus pada visinya sendiri dan kurang memperhatikan perasaan Anya.
"Anya, aku minta maaf," kata Riko dengan nada menyesal. "Aku tidak menyadari bahwa aku telah menyakitimu. Aku akan berusaha untuk menjadi lebih baik, untuk lebih menghargai pendapatmu."
Anya tersenyum pahit. "Riko, aku menghargai usahamu. Tapi, aku rasa kita tidak bisa mengubah diri kita sepenuhnya. Kita terlalu berbeda."
Riko menghela napas. Ia tahu Anya benar. Mereka mungkin saling mencintai, tapi mereka tidak bisa saling melengkapi.
Dengan berat hati, Anya memutuskan untuk mengaktifkan klausul "Hapus Aku Jika Tak Lagi Bahagia" di aplikasi Soulmate Algorithm. Notifikasi muncul di layar Riko, mengumumkan bahwa Anya telah memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka.
Riko terkejut dan sedih, tapi ia menerima keputusan Anya dengan lapang dada. Ia tahu bahwa Anya berhak untuk bahagia, dan ia tidak ingin menjadi penghalang kebahagiaannya.
Setelah menghapus dirinya dari Soulmate Algorithm, Anya merasa lega sekaligus sedih. Ia kehilangan seseorang yang ia cintai, tapi ia juga membebaskan dirinya dari hubungan yang tidak sehat.
Leo menghampiri Anya. "Kau baik-baik saja?" tanya Leo dengan lembut.
Anya mengangguk. "Aku akan baik-baik saja, Leo. Aku percaya bahwa suatu hari nanti, aku akan menemukan seseorang yang benar-benar cocok denganku."
Leo tersenyum. "Aku yakin kau akan menemukannya, Anya. Dan jika kau butuh teman untuk berbagi cerita, aku akan selalu ada untukmu."
Anya menatap Leo. Ia menyadari bahwa selama ini, Leo selalu ada di sisinya, mendukungnya, dan mencintainya tanpa syarat. Ia mulai mempertimbangkan kemungkinan bahwa kebahagiaan yang ia cari selama ini, mungkin sudah ada di dekatnya.
Mungkin, algoritma cinta tidak selalu benar. Mungkin, cinta sejati tidak bisa ditemukan melalui kode dan data, melainkan melalui hati dan jiwa. Mungkin, kebahagiaan yang sesungguhnya terletak pada keberanian untuk memilih, dan pada kesediaan untuk menghapus diri sendiri dari hubungan yang tidak membahagiakan.