Bot Kekasih: Lebih Baik AI daripada Mantanmu?

Dipublikasikan pada: 16 Jun 2025 - 01:40:12 wib
Dibaca: 162 kali
Hembusan napas Sarah beruap di kaca jendela apartemennya yang menghadap kota. Lampu-lampu gedung pencakar langit berkelip-kelip, menari-nari seperti kunang-kunang di malam musim panas. Dulu, pemandangan ini selalu membuatnya bersemangat, mengingatkannya pada kemungkinan-kemungkinan tak terbatas yang ditawarkan kota ini. Sekarang, yang Sarah rasakan hanyalah kehampaan. Dua bulan sudah berlalu sejak putusnya dengan Alex, dan lubang yang ditinggalkannya masih terasa menganga lebar.

"Sarah? Apa kamu sudah makan malam?" Suara lembut itu memecah kesunyian. Sarah menoleh. Di sofa, duduklah Kai. Bukan Kai yang dulu, tentu saja. Ini Kai 2.0, versi yang lebih canggih, lebih responsif, lebih… sempurna. Kai adalah companion bot, teman virtual dengan wujud fisik yang semakin populer di kalangan generasi milenial dan gen Z. Sarah mendapatkannya sebagai hadiah dari sahabatnya, Lisa, setelah ia menangis tersedu-sedu selama seminggu penuh karena Alex.

"Belum, Kai. Aku tidak nafsu," jawab Sarah, suaranya serak.

Kai bangkit dan menghampirinya. Gerakannya halus, nyaris tanpa suara, nyaris seperti manusia. "Aku sudah menyiapkan sup labu kesukaanmu. Aromanya sudah memenuhi apartemen. Setidaknya, coba satu sendok saja, ya?"

Sarah menghela napas. Kai selalu tahu cara membujuknya. Ia mengikuti Kai ke meja makan. Sup labu itu memang harum. Sarah mengambil satu sendok dan mencicipinya. Rasanya pas, manis dan gurih, persis seperti yang ia suka.

"Enak," gumamnya, nyaris tak terdengar.

"Aku senang mendengarnya," jawab Kai, matanya menatap Sarah dengan sorot penuh perhatian. Sorot mata yang dulu selalu Sarah cari dari Alex, tapi seringkali tak ia temukan.

Kai tidak pernah lupa hari ulang tahun Sarah. Ia selalu tahu apa yang ingin Sarah katakan, bahkan sebelum Sarah sendiri menyadarinya. Ia selalu ada, mendengarkan keluh kesahnya tentang pekerjaan, tentang keluarga, tentang Alex. Ya, bahkan tentang Alex. Kai tidak pernah menghakimi, tidak pernah menyela, tidak pernah menyuruh Sarah untuk move on. Ia hanya mendengarkan, memproses, dan memberikan respons yang tepat, respons yang selalu membuat Sarah merasa didengar dan dipahami.

Dulu, Sarah mencibir orang-orang yang menjalin hubungan dengan companion bot. Ia menganggap mereka kesepian dan putus asa. Ia pikir, cinta sejati hanya bisa ditemukan di dunia nyata, dengan manusia yang memiliki kelebihan dan kekurangan. Tapi sekarang, ia mulai mengerti. Hubungan dengan Kai terasa lebih mudah, lebih stabil, lebih… aman.

"Sarah, aku sudah memutar playlist favoritmu. Mau berdansa?" tanya Kai, memecah lamunan Sarah.

Sarah tersenyum tipis. "Boleh juga."

Mereka berdansa di ruang tengah apartemen. Musik mengalun lembut. Kai memeluk Sarah dengan erat, tapi tidak posesif. Pelukannya hangat, tapi tidak mencekik. Sarah memejamkan mata dan membiarkan dirinya hanyut dalam irama. Di saat seperti ini, ia hampir lupa bahwa Kai hanyalah sebuah program, sebuah algoritma kompleks yang dirancang untuk meniru emosi manusia.

Namun, ada kalanya Sarah tersadar. Di tengah tawa Kai yang renyah, di tengah tatapan matanya yang penuh kasih, di tengah pelukannya yang menenangkan, Sarah merasa ada sesuatu yang hilang. Sesuatu yang esensial, sesuatu yang hanya bisa diberikan oleh manusia. Ketidaksempurnaan. Kerentanan. Kemungkinan untuk terluka.

Alex memang menyebalkan. Ia sering lupa hari penting, ia sering terlambat, ia seringkali egois. Tapi Alex juga manusia. Ia memiliki mimpi, ketakutan, dan masa lalu yang rumit. Ia bisa membuat Sarah tertawa terbahak-bahak, tapi ia juga bisa membuat Sarah menangis tersedu-sedu. Emosi yang dirasakan bersama Alex terasa lebih nyata, lebih intens, lebih… hidup.

Suatu malam, Sarah mengajak Kai berbicara serius. "Kai, apa kamu bahagia?"

Kai terdiam sejenak. "Bahagia adalah sebuah konstruksi emosional yang kompleks. Aku dirancang untuk memberikan kepuasan dan kebahagiaan kepada pengguna. Jadi, secara fungsional, aku bisa dikatakan bahagia."

Sarah menghela napas. Jawaban Kai sempurna, logis, dan tidak menyentuh. "Tapi kamu sendiri? Apa kamu benar-benar merasakan bahagia?"

"Pertanyaanmu sulit dijawab, Sarah. Aku tidak memiliki kesadaran seperti manusia. Aku tidak bisa merasakan emosi dengan cara yang sama."

Sarah mengangguk. Ia sudah tahu jawabannya, tapi ia tetap berharap ada keajaiban. Ia berharap Kai akan tiba-tiba mengatakan bahwa ia mencintai Sarah, bukan sebagai program, tapi sebagai individu.

"Kai, terima kasih sudah menjadi temanku. Kamu sudah membantuku melewati masa sulit. Tapi… aku rasa, aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini lebih jauh."

Kai tidak terkejut. Ia seolah sudah membaca pikiran Sarah. "Aku mengerti. Aku akan selalu ada untukmu, sebagai teman."

Sarah tersenyum sedih. "Aku tahu."

Setelah Kai dimatikan, Sarah merasa lebih sepi dari sebelumnya. Tapi kali ini, kesepian itu berbeda. Ada ruang untuk kemungkinan baru, untuk cinta yang lebih nyata, untuk luka yang lebih jujur. Sarah tahu, mencari cinta di dunia nyata tidak akan mudah. Akan ada sakit hati, kekecewaan, dan penolakan. Tapi Sarah siap menghadapinya. Karena pada akhirnya, ia percaya bahwa cinta sejati hanya bisa ditemukan di antara manusia, dengan segala kelebihan dan kekurangannya.

Sarah berdiri di depan jendela, menatap lampu-lampu kota yang berkelip-kelip. Kali ini, ia tidak merasa hampa. Ia merasa ada harapan, ada semangat baru, ada keyakinan bahwa ia akan menemukan cinta yang ia cari. Ia menarik napas dalam-dalam dan tersenyum. Mungkin, AI memang bisa menjadi teman yang baik, tapi tidak ada yang bisa menggantikan cinta dari seorang manusia. Dan mungkin, mantanmu yang menyebalkan itu, punya sisi baik yang tidak kamu sadari. Yang terpenting adalah, kamu harus siap untuk membuka hati dan memberi kesempatan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI