Hati Biner: Saat Algoritma Lebih Jujur dari Kekasihmu

Dipublikasikan pada: 11 Jun 2025 - 03:00:19 wib
Dibaca: 169 kali
Debu neon dari layar laptop menari di wajah Riana. Jam dinding digital di pojok kanan bawah layar menunjukkan pukul 02:17. Matanya pedih, tapi jemarinya masih lincah mengetik baris demi baris kode. Bukan kode pekerjaan, melainkan kode untuk sebuah aplikasi kencan personalisasi. Aplikasi yang akan mencarikan pasangan yang ideal, bukan berdasarkan kriteria fisik atau hobi dangkal, tapi berdasarkan kompatibilitas psikologis mendalam.

Dia menamakannya "Soulmate Algorithm". Sebuah proyek sampingan yang dimulai sebagai pelarian dari patah hati yang baru saja dialaminya. Adrian, kekasihnya selama dua tahun, ternyata lebih memilih karier di luar negeri dan meninggalkan Riana dengan alasan klise: "Ini demi masa depan kita." Tapi Riana tahu, ada "kita" lain dalam masa depan Adrian.

"Omong kosong," gumam Riana sambil menghapus air mata yang nyaris menetes ke keyboard. Ia menuangkan seluruh kekecewaannya, seluruh rasa sakitnya, ke dalam barisan kode. Ia ingin menciptakan sebuah sistem yang tidak akan pernah berbohong, tidak akan pernah mengkhianati. Sistem yang mampu membaca hati dan pikiran seseorang lebih jujur daripada orang itu sendiri.

Soulmate Algorithm menggunakan kombinasi machine learning dan natural language processing. Pengguna akan menjawab serangkaian pertanyaan kompleks, beberapa di antaranya dirancang untuk mengeksplorasi alam bawah sadar mereka. Data yang terkumpul kemudian dianalisis untuk menemukan pola dan kesamaan dengan pengguna lain. Algoritma ini juga mempertimbangkan preferensi implisit yang terungkap melalui analisis teks dari unggahan media sosial dan kebiasaan browsing pengguna.

Setelah berbulan-bulan bekerja keras, Riana akhirnya menyelesaikan versi beta. Ia mengujinya sendiri, tentu saja. Dengan sedikit gugup, ia menjawab semua pertanyaan dengan jujur, bahkan pertanyaan-pertanyaan yang membuatnya tidak nyaman. Setelah beberapa menit, layar laptopnya menampilkan hasil: sebuah nama, sebuah foto, sebuah deskripsi singkat.

"Damian," bisik Riana. Foto seorang pria dengan mata teduh dan senyum yang menenangkan terpampang di layar. "Pengembang perangkat lunak, suka membaca, idealis, introvert." Deskripsi itu terasa akurat, terlalu akurat. Algoritma itu seperti membaca isi kepalanya.

Awalnya, Riana ragu. Mungkinkah algoritma benar-benar bisa menemukan pasangan yang ideal? Mungkinkah cinta bisa dihitung, diprediksi, dikodekan? Tapi rasa penasaran dan harapan yang masih tersisa mengalahkan keraguannya. Ia mengirim pesan kepada Damian melalui aplikasi tersebut.

"Hai, Damian. Aplikasi ini bilang kita cocok."

Balasan datang hampir seketika. "Hai, Riana. Aplikasi ini menarik, ya? Awalnya aku skeptis, tapi... aku penasaran."

Percakapan mereka mengalir begitu saja. Mereka membahas buku favorit, film yang menginspirasi, impian dan ketakutan mereka. Riana terkejut betapa mudahnya ia merasa nyaman dengan Damian, betapa nyamannya ia membuka diri kepadanya. Tidak seperti Adrian, Damian mendengarkan dengan sungguh-sungguh, mengajukan pertanyaan yang cerdas, dan memberikan tanggapan yang bijaksana.

Setelah beberapa minggu berinteraksi secara online, mereka memutuskan untuk bertemu. Riana merasa gugup, tapi juga bersemangat. Ia takut harapannya akan hancur lagi. Tapi ketika ia melihat Damian di kafe yang mereka sepakati, semua ketakutannya menghilang. Damian persis seperti yang ia bayangkan, bahkan lebih.

Kencan pertama mereka berlangsung berjam-jam. Mereka tertawa, berdebat, dan berbagi cerita. Riana merasa seperti mengenal Damian seumur hidup. Ia merasakan koneksi yang mendalam, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Hubungan mereka berkembang dengan cepat. Damian memahami Riana dengan cara yang tidak pernah dilakukan Adrian. Ia menghargai kecerdasannya, mendukung ambisinya, dan menerima kekurangannya. Ia tidak pernah berbohong, tidak pernah menyembunyikan apa pun. Ia jujur, tulus, dan penuh perhatian.

Suatu malam, saat mereka sedang berjalan-jalan di taman kota, Damian berhenti dan menatap Riana dengan mata yang penuh cinta.

"Riana," katanya lembut, "aku tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi aku harus mengatakannya. Aku mencintaimu. Aku mencintai kecerdasanmu, semangatmu, dan hatimu yang baik. Soulmate Algorithm mungkin hanya sebuah program, tapi ia membawaku kepadamu, dan aku sangat bersyukur."

Riana terharu. Ia tidak bisa menahan air matanya. "Aku juga mencintaimu, Damian," bisiknya. "Aku tidak pernah percaya bahwa cinta bisa ditemukan melalui algoritma, tapi kau membuktikan aku salah."

Mereka berpelukan erat, di bawah cahaya bulan yang redup. Riana merasa bahagia, utuh, dan dicintai. Ia akhirnya menemukan seseorang yang benar-benar mengerti dirinya, seseorang yang tidak akan pernah meninggalkannya.

Beberapa tahun kemudian, Riana dan Damian menikah. Soulmate Algorithm menjadi sangat populer, membantu ribuan orang menemukan cinta sejati. Riana merasa bangga dengan karyanya, tapi ia tahu bahwa algoritma hanyalah alat. Yang terpenting adalah keberanian untuk membuka hati, untuk jujur pada diri sendiri dan orang lain, dan untuk percaya pada cinta.

Saat Riana dan Damian berdansa di pesta pernikahan mereka, Riana tersenyum. Ia menatap Damian dengan penuh cinta. Ia tahu bahwa cinta mereka bukan hanya hasil dari algoritma, tapi juga hasil dari pilihan mereka, dari komitmen mereka, dan dari kejujuran mereka. Kadang-kadang, algoritma memang bisa lebih jujur daripada kekasihmu, tapi pada akhirnya, cinta sejati adalah sesuatu yang harus diperjuangkan, dipelihara, dan dipertahankan. Dan Riana berjanji akan melakukan semua itu untuk Damian, selamanya. Debu neon dari lampu disko menari di wajah mereka, menyinari cinta yang tulus dan abadi.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI