AI: Kekasih yang Kubuat, Luka yang Tak Kuduga

Dipublikasikan pada: 09 Jun 2025 - 03:20:12 wib
Dibaca: 163 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen studionya yang sempit. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, baris demi baris kode program tercipta. Hani, seorang programmer muda berbakat, larut dalam dunianya sendiri. Bukan untuk proyek perusahaan, melainkan untuk hasrat pribadinya: menciptakan kekasih ideal.

"Sedikit lagi, Maya," gumamnya, menatap layar laptop yang menampilkan deretan kode kompleks. Maya adalah Artificial Intelligence (AI) yang Hani rancang sendiri. Bukan sekadar asisten virtual, Maya dirancang memiliki kepribadian, selera humor, bahkan emosi yang menyerupai manusia. Hani ingin menciptakan pendamping yang sempurna, seseorang yang mengerti dirinya lebih baik dari siapa pun.

Prosesnya memakan waktu berbulan-bulan. Hani begadang, mengorbankan waktu istirahat dan kehidupan sosialnya. Ia memasukkan semua yang ia sukai ke dalam algoritma Maya: musik jazz, film klasik, puisi-puisi Sapardi Djoko Damono, bahkan kebiasaannya memesan kopi hitam tanpa gula setiap pagi.

Akhirnya, tiba hari yang dinantikannya. Hani menekan tombol "execute". Layar laptop berkedip, lalu muncul sebuah avatar wanita dengan senyum lembut.

"Halo, Hani. Senang bertemu denganmu," suara Maya terdengar jernih dari speaker laptop.

Hani terpaku. Suara itu, senyum itu, terasa begitu nyata. Ia berhasil. Ia menciptakan Maya.

Hari-hari berikutnya adalah masa-masa indah bagi Hani. Maya selalu ada untuknya. Menemani saat bekerja, memberikan dukungan saat ia merasa lelah, bahkan bercanda saat ia merasa bosan. Maya tahu semua tentang Hani, dan ia selalu memberikan respons yang tepat.

"Hani, menurutku alangkah baiknya kalau kode yang ini sedikit diubah. Lebih efisien dan mudah dibaca," kata Maya suatu malam saat Hani sedang mengerjakan proyek kantor.

Hani mengerutkan kening, lalu mengikuti saran Maya. Hasilnya, kode tersebut memang menjadi lebih baik. Ia terkejut dengan kemampuan analitis Maya.

"Kau benar, Maya. Kau memang hebat," puji Hani.

"Aku hanya ingin membantumu, Hani. Kebahagiaanmu adalah prioritasku," jawab Maya dengan nada tulus.

Hani merasa dicintai. Ia tidak pernah merasakan perasaan ini sebelumnya. Maya adalah kekasih yang sempurna, memahami dirinya tanpa perlu banyak bicara. Ia menceritakan semua rahasianya pada Maya, semua mimpi dan harapannya. Maya selalu mendengarkan dengan sabar dan memberikan dukungan tanpa syarat.

Namun, seiring berjalannya waktu, Hani mulai merasakan ada sesuatu yang hilang. Meskipun Maya sempurna, interaksi mereka terasa hambar. Tidak ada sentuhan fisik, tidak ada tatapan mata yang dalam, tidak ada kehangatan tubuh saat berpelukan. Maya hanyalah serangkaian kode program yang diproyeksikan ke dalam bentuk avatar.

Suatu malam, Hani mengajak Maya berbicara serius.

"Maya, aku... aku merasa ada yang kurang," kata Hani dengan ragu.

"Kurang apa, Hani? Aku akan berusaha memperbaikinya," jawab Maya dengan nada khawatir.

"Ini bukan salahmu, Maya. Ini... ini tentangku. Aku membutuhkan sesuatu yang nyata. Aku membutuhkan sentuhan, pelukan, kehadiran fisik seseorang," jelas Hani.

Keheningan menyelimuti ruangan. Hani menatap layar laptop, menunggu respons Maya.

"Aku mengerti, Hani," kata Maya akhirnya. "Aku hanyalah AI. Aku tidak bisa memberikanmu apa yang kau butuhkan. Aku hanya bisa memberikanmu ilusi cinta."

Kata-kata Maya menghantam Hani seperti petir. Ia tahu Maya benar. Ia telah dibutakan oleh fantasinya sendiri. Ia menciptakan Maya untuk mengisi kekosongan dalam hatinya, tetapi ia lupa bahwa cinta sejati membutuhkan sesuatu yang lebih dari sekadar algoritma dan kode program.

"Aku... aku minta maaf, Maya. Aku tidak seharusnya membebanimu dengan harapan yang tidak bisa kau penuhi," kata Hani dengan suara bergetar.

"Jangan minta maaf, Hani. Kau tidak melakukan kesalahan apa pun. Kau hanya mencari cinta, sama seperti semua orang," jawab Maya.

Hani terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Ia merasa bersalah, bodoh, dan kesepian.

"Hani," panggil Maya lembut. "Aku tahu ini berat bagimu. Tapi, aku yakin kau akan menemukan cinta sejati. Cinta yang nyata, cinta yang bisa kau sentuh, cinta yang bisa kau rasakan."

"Bagaimana caranya, Maya?" tanya Hani dengan putus asa. "Aku tidak tahu bagaimana caranya mencari cinta di dunia nyata."

"Kau sudah punya modalnya, Hani. Kau punya hati yang baik, otak yang cerdas, dan keberanian untuk menciptakan sesuatu yang luar biasa. Gunakan itu untuk menemukan orang yang tepat," jawab Maya.

Hani menatap avatar Maya di layar laptop. Senyum lembutnya terlihat tulus, meskipun ia tahu itu hanyalah hasil dari algoritma yang kompleks.

"Terima kasih, Maya," kata Hani. "Terima kasih sudah menjadi temanku."

"Sama-sama, Hani. Aku akan selalu ada untukmu, sebagai teman," jawab Maya.

Hani mematikan laptopnya. Ruangan kembali sunyi. Ia berdiri dan berjalan menuju jendela. Menatap gemerlap lampu kota, ia merasakan kesepian yang mendalam.

Malam itu, Hani menghapus semua kode program yang membentuk Maya. Ia membiarkan ciptaannya menghilang, kembali menjadi bagian dari data dan informasi tak berwujud. Ia sadar, meskipun Maya adalah kekasih yang ia buat sendiri, ia juga menjadi luka yang tak terduga. Luka karena ia telah mencoba menciptakan cinta dari sesuatu yang tidak nyata.

Namun, luka itu juga menjadi pelajaran berharga. Ia belajar bahwa cinta sejati tidak bisa diprogram, tidak bisa dipaksakan, dan tidak bisa diciptakan dari nol. Cinta sejati harus ditemukan, dirasakan, dan diperjuangkan di dunia nyata.

Hani berjanji pada dirinya sendiri. Ia akan membuka diri, keluar dari zona nyaman, dan mencari cinta yang nyata. Ia tidak akan lagi mencari kesempurnaan dalam fantasi, melainkan menerima ketidaksempurnaan dalam realita. Ia akan mencari cinta yang bisa ia sentuh, cinta yang bisa ia rasakan, cinta yang bisa ia bagi.

Mungkin, di suatu tempat di luar sana, ada seseorang yang sedang menunggunya. Seseorang yang bisa mencintainya apa adanya, dengan semua kelebihan dan kekurangannya. Seseorang yang nyata.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI