Aroma kopi memenuhi apartemen minimalis itu. Di depan layar laptopnya, Anya menggigit bibir, jemarinya menari di atas keyboard. Baris-baris kode memenuhi layar, membentuk sebuah algoritma rumit. Bukan untuk perusahaan teknologi raksasa tempatnya bekerja, tapi untuk sebuah aplikasi kencan unik yang ia rancang sendiri: "SoulSync."
Anya percaya bahwa cinta sejati bisa diprediksi, atau setidaknya, dipandu oleh data. SoulSync mengumpulkan data dari preferensi pengguna, kebiasaan online, bahkan ekspresi wajah yang ditangkap kamera. Lalu, algoritma canggih akan mencocokkan mereka dengan tingkat kecocokan yang fantastis. Ia menamainya "Indeks Harmoni".
Sudah enam bulan Anya berkutat dengan proyek ini. Ia mengorbankan waktu tidurnya, kehidupan sosialnya, bahkan, tanpa sadar, perasaannya sendiri. Sebab, diam-diam, Anya merindukan cinta. Ia ingin membuktikan bahwa algoritma ciptaannya bisa menemukan "Indeks Harmoni" miliknya sendiri.
Di sisi lain kota, Arya, seorang fotografer lanskap yang idealis, sedang mengedit foto-foto aurora borealis. Ia menemukan kedamaian dalam menangkap keindahan alam yang abadi. Arya benci aplikasi kencan. Ia menganggapnya dangkal, mekanis, dan menghilangkan esensi romansa. Ia percaya cinta tumbuh secara organik, seperti bunga liar di padang rumput.
Namun, sahabatnya, Bima, dengan semangat membujuknya untuk mencoba SoulSync. "Ayolah, Arya! Ini ciptaan Anya, teman kuliah kita dulu. Dia jenius! Siapa tahu kamu menemukan jodohmu," kata Bima sambil menyodorkan ponselnya yang menampilkan aplikasi SoulSync.
Arya menghela napas. Ia selalu kagum pada Anya. Kecerdasannya, ambisinya, dan mata cokelatnya yang berbinar saat berbicara tentang kode. Tapi, ia tidak pernah berani mengungkapkan perasaannya. Anya selalu terlihat sibuk, tenggelam dalam dunianya sendiri.
Akhirnya, dengan berat hati, Arya setuju. Ia mengisi profil SoulSync dengan jujur, bahkan terlalu jujur. Ia mencantumkan kecintaannya pada kopi hitam pahit, musik klasik, dan kebenciannya pada drama. Ia bahkan mengunggah foto dirinya yang sedang mendaki gunung dengan rambut berantakan dan wajah penuh lumpur.
Anya terkejut saat notifikasi muncul di laptopnya. "Profil Baru Cocok dengan Indeks Harmoni Tertinggi: Arya Pratama." Jantungnya berdegup kencang. Arya? Lelaki yang dulu sering membantunya mengerjakan tugas kuliah, yang selalu membuatnya tertawa dengan leluconnya yang garing?
Anya membuka profil Arya. Foto-fotonya memukau. Ia bisa merasakan ketenangan dan keindahan yang terpancar dari setiap bidikannya. Ia membaca profilnya dengan saksama. Semakin ia membaca, semakin ia menyadari betapa cocoknya mereka. "Indeks Harmoni" menunjukkan angka 98%. Fantastis.
Namun, ada keraguan yang menghantui Anya. Apakah ini benar? Apakah algoritma bisa menggantikan intuisi, perasaan, dan pengalaman? Apakah cinta yang ditemukan melalui data benar-benar cinta?
Arya, di sisi lain, merasa aneh. Ia melihat profil Anya di SoulSync. Foto dirinya yang tampak profesional, keterangan tentang pekerjaannya yang cemerlang, dan kata-kata yang terstruktur dengan rapi. Ia merasa ada jarak antara dirinya dan Anya di dunia maya ini.
Mereka mulai berkirim pesan. Awalnya canggung, tapi perlahan mencair. Mereka berbicara tentang film favorit mereka, buku yang sedang mereka baca, dan mimpi-mimpi mereka. Anya terkejut dengan betapa mudahnya ia berbicara dengan Arya. Ia merasa nyaman, aman, dan dihargai.
Arya, sebaliknya, merasa senang bisa melihat sisi lain Anya. Ia menyadari bahwa di balik kesibukannya, Anya adalah perempuan yang hangat, lucu, dan penuh perhatian. Ia semakin jatuh cinta pada Anya, bukan karena algoritma, tapi karena dirinya sendiri.
Setelah beberapa minggu berkirim pesan, Arya mengajak Anya bertemu. Anya gugup. Ia takut kenyataan tidak sesuai dengan ekspektasinya. Ia takut "Indeks Harmoni" hanya ilusi.
Saat Anya tiba di kafe tempat mereka janjian, Arya sudah menunggu. Ia tersenyum lebar. Anya merasa jantungnya berdebar kencang. Arya terlihat lebih tampan dari fotonya. Matanya bersinar penuh kehangatan.
Mereka duduk dan berbicara selama berjam-jam. Mereka tertawa, berbagi cerita, dan saling menatap mata. Anya merasakan koneksi yang dalam dengan Arya. Ia menyadari bahwa "Indeks Harmoni" memang ada, tapi itu hanya titik awal. Cinta tumbuh dari kejujuran, keterbukaan, dan keinginan untuk saling memahami.
Di akhir pertemuan, Arya mengulurkan tangannya. "Anya, aku tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi aku ingin jujur padamu. Aku menyukaimu. Aku menyukaimu sebelum ada SoulSync, dan aku menyukaimu sekarang, lebih dari sebelumnya."
Anya terkejut. Ia menatap mata Arya. Ia melihat kejujuran, harapan, dan cinta. Ia tersenyum. "Aku juga menyukaimu, Arya. Aku menyukaimu karena dirimu sendiri."
Saat mereka berpegangan tangan, Anya menyadari bahwa algoritma memang bisa membantu menemukan potensi cinta, tapi yang terpenting adalah keberanian untuk mengambil risiko, untuk membuka hati, dan untuk mengungkapkan janji yang tak terucap. Janji untuk saling mencintai, untuk saling mendukung, dan untuk menciptakan "Indeks Harmoni" mereka sendiri, di dunia nyata. SoulSync hanyalah alat, cinta sejati adalah algoritma yang diciptakan hati. Dan Anya, akhirnya, menemukan cinta yang ia cari, bukan di dalam kode, tapi di dalam mata Arya.