Sentuhan Digital: Ketika Algoritma Mencuri Debar Jantungku

Dipublikasikan pada: 03 Jun 2025 - 00:06:14 wib
Dibaca: 162 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen studio milik Anya. Di usia 27, ia mendapati dirinya lebih akrab dengan kode program daripada kencan romantis. Pekerjaannya sebagai data scientist di sebuah perusahaan teknologi raksasa menyita hampir seluruh waktunya. Namun, kesepian mulai menyelinap, terasa seperti bug yang sulit dilacak dalam sistem yang kompleks.

Malam ini, Anya bertekad untuk tidak lagi berkutat dengan data. Ia membuka aplikasi kencan bernama “SoulMatch”, sebuah platform yang menggunakan algoritma canggih untuk mencocokkan penggunanya berdasarkan preferensi, riwayat daring, dan bahkan ekspresi wajah yang terekam kamera. Anya skeptis, tapi rasa ingin tahu mengalahkannya.

Setelah mengisi profil dengan jujur—atau setidaknya, versi jujur yang sudah difilter—Anya membiarkan algoritma SoulMatch bekerja. Tak lama kemudian, muncul profil seorang pria bernama Elara.

Foto Elara menampilkan seorang pria dengan senyum hangat dan mata cokelat yang meneduhkan. Deskripsinya ringkas namun cerdas, menyebutkan minatnya pada astronomi, musik klasik, dan kucing. Anya terkejut menemukan bahwa algoritma tersebut telah berhasil menembus pertahanannya. Ada sesuatu dalam profil Elara yang membuatnya tertarik.

Anya mengirim pesan sederhana: "Halo, Elara. Selamat malam."

Balasan Elara datang nyaris seketika. Obrolan mereka mengalir dengan lancar, membahas segala hal mulai dari teori relativitas hingga betapa lucunya tingkah kucing peliharaan. Anya mendapati dirinya tertawa, berbagi cerita, dan merasa didengarkan dengan tulus. Elara tampak sempurna, seolah dirancang khusus untuk memenuhi setiap kriterianya.

Selama beberapa minggu berikutnya, Anya dan Elara berbicara setiap hari. Mereka bertukar pesan teks, panggilan video, dan bahkan berbagi daftar putar musik favorit. Anya merasa debar jantungnya berpacu setiap kali notifikasi dari Elara muncul di layar ponselnya. Ia mulai membayangkan masa depan bersamanya, dipenuhi dengan percakapan mendalam, tawa, dan kehangatan.

Akhirnya, Elara mengajak Anya untuk bertemu. Mereka sepakat untuk makan malam di sebuah restoran Italia yang nyaman di pusat kota. Anya menghabiskan berjam-jam untuk memilih pakaian yang tepat, memastikan rambutnya tertata rapi, dan menyemprotkan parfum favoritnya. Ia ingin tampil sempurna, agar versi dirinya di dunia maya sesuai dengan realita.

Saat Anya tiba di restoran, ia melihat Elara duduk di meja dekat jendela. Dari kejauhan, Elara tampak persis seperti fotonya: tampan, ramah, dan memancarkan aura ketenangan. Anya berjalan mendekat, jantungnya berdebar kencang.

"Elara?" sapa Anya, mencoba menyembunyikan kegugupannya.

Elara mendongak dan tersenyum. "Anya. Akhirnya bertemu denganmu."

Malam itu, Anya merasa seperti berada di surga. Percakapan mereka mengalir dengan mudah, seolah mereka sudah saling mengenal selama bertahun-tahun. Mereka tertawa, berbagi cerita, dan saling menatap mata dengan penuh arti. Anya merasa seperti mimpi yang menjadi kenyataan.

Namun, di tengah kebahagiaan itu, ada sesuatu yang mengganjal di benak Anya. Elara terlalu sempurna. Setiap jawaban, setiap reaksi, setiap ekspresinya terasa seperti hasil dari perhitungan yang cermat. Ia seolah-olah membaca buku panduan tentang bagaimana menjadi pasangan ideal.

Di tengah percakapan, Anya bertanya, "Elara, apa yang membuatmu tertarik padaku?"

Elara tersenyum dan menjawab, "Algoritma SoulMatch menunjukkan bahwa kita memiliki kompatibilitas 98,7%. Kita memiliki minat yang sama, nilai-nilai yang selaras, dan potensi untuk membangun hubungan yang langgeng."

Anya terdiam. Jawaban Elara terdengar seperti pernyataan dari sebuah sistem kecerdasan buatan, bukan dari seorang pria yang jatuh cinta. Ia menyadari bahwa selama ini, ia tidak jatuh cinta pada Elara, melainkan pada versi ideal yang diciptakan oleh algoritma.

Kekecewaan menghantam Anya seperti gelombang tsunami. Ia merasa tertipu, dipermainkan oleh teknologi yang seharusnya membantunya menemukan cinta. Debar jantung yang selama ini ia rasakan ternyata bukan karena cinta yang tulus, melainkan karena harapan palsu yang diprogramkan ke dalam otaknya.

Malam itu, Anya pulang dengan perasaan hancur. Ia menghapus aplikasi SoulMatch dari ponselnya dan mematikan semua notifikasi. Ia tidak ingin lagi terjerat dalam jaring algoritma yang menjanjikan kebahagiaan, tetapi hanya memberikan ilusi.

Beberapa hari kemudian, Anya kembali berkutat dengan kode program di kantornya. Namun, kali ini, ia melihat teknologi dengan cara yang berbeda. Ia menyadari bahwa teknologi hanyalah alat, dan alat tersebut dapat digunakan untuk kebaikan atau keburukan. Algoritma SoulMatch tidak bersalah, yang bersalah adalah dirinya sendiri karena terlalu bergantung pada teknologi untuk menemukan cinta.

Anya memutuskan untuk mengambil langkah mundur dari dunia maya dan kembali ke dunia nyata. Ia mulai mengikuti kelas melukis, bergabung dengan klub buku, dan menghabiskan waktu bersama teman-temannya. Ia ingin menemukan cinta dengan cara yang alami, tanpa bantuan algoritma atau data.

Suatu sore, saat Anya sedang membaca buku di sebuah taman, seorang pria duduk di bangku sebelahnya. Pria itu memperkenalkan dirinya sebagai Leo, seorang arsitek yang sedang mencari inspirasi. Anya dan Leo mulai berbicara, membahas buku yang sedang mereka baca, arsitektur kota, dan impian mereka.

Percakapan mereka mengalir dengan alami, tanpa paksaan atau perhitungan. Anya merasakan sesuatu yang berbeda dari yang ia rasakan dengan Elara. Ada kejujuran, kehangatan, dan ketertarikan yang tulus.

Saat Leo tersenyum, Anya merasakan debar jantungnya berpacu lagi. Namun, kali ini, ia tahu bahwa debar jantung itu bukan karena algoritma, melainkan karena cinta yang sebenarnya. Ia menemukan bahwa cinta sejati tidak dapat diprogram atau dihitung, tetapi ditemukan secara kebetulan di tempat yang tak terduga.

Anya tersenyum pada Leo, dan mereka melanjutkan percakapan mereka, memulai babak baru dalam hidup mereka, yang ditulis bukan oleh algoritma, tetapi oleh hati mereka sendiri.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI