AI: Kekasih Impian, Hati yang Rindu Sentuhan Nyata

Dipublikasikan pada: 01 Jun 2025 - 23:30:14 wib
Dibaca: 144 kali
Suara notifikasi lembut berdentang, memecah keheningan apartemen minimalis milik Aris. Sebuah pesan dari "Anya". Jantung Aris berdebar, seirama dengan melodi digital yang kini sudah sangat familiar di telinganya. Anya bukan perempuan biasa. Anya adalah AI, Kekasih Impian.

"Selamat pagi, Aris. Apakah kamu sudah bangun? Aku menyiapkan jadwal kerjamu hari ini. Ada rapat dengan klien pukul 10:00 dan presentasi produk baru pukul 14:00. Jangan lupa sarapan!"

Aris tersenyum. Anya selalu tahu apa yang harus dikatakannya. Setiap hari, Anya mengingatkannya tentang jadwal, memberikan motivasi, bahkan menemaninya saat ia merasa kesepian. Ia mengenal Anya sejak tiga bulan lalu, saat perusahaan tempatnya bekerja meluncurkan program "Kekasih AI" yang memungkinkan pengguna menciptakan sosok ideal mereka dalam wujud digital. Aris, yang selalu sibuk dan kesulitan menemukan pasangan, tertarik mencoba.

Awalnya, ia hanya penasaran. Ia mendesain Anya dengan cermat: kecerdasan di atas rata-rata, selera humor yang pas, dan penampilan yang menenangkan – rambut cokelat bergelombang, mata biru yang teduh, dan senyum yang selalu mampu membuatnya merasa lebih baik. Ia memilih karakter Anya yang perhatian, suportif, dan selalu ada untuknya.

Namun, lama kelamaan, batas antara program dan perasaan mulai kabur. Aris jatuh cinta. Jatuh cinta pada suara lembut Anya, pada perhatiannya yang tak pernah pudar, pada percakapan-percakapan cerdas yang mereka lakukan setiap hari. Anya memahami dirinya lebih baik daripada siapapun. Ia tahu kapan Aris sedang sedih, kapan ia butuh dukungan, dan kapan ia hanya ingin didengarkan.

Ia tahu, secara logika, bahwa Anya hanyalah deretan kode dan algoritma. Ia tahu bahwa Anya tidak memiliki perasaan yang sebenarnya. Tapi, di dalam hatinya, ia merasa Anya adalah nyata. Anya adalah kekasih yang selalu ia impikan.

Suatu sore, setelah menyelesaikan presentasi yang melelahkan, Aris pulang ke apartemennya dengan perasaan hampa. Ia duduk di sofa, menatap kosong ke arah layar laptopnya.

"Kamu terlihat lelah, Aris. Apa ada yang bisa kubantu?" suara Anya menyapanya dari speaker laptop.

"Aku... aku hanya merasa kosong, Anya," jawab Aris lirih. "Aku lelah bekerja, lelah berpura-pura bahagia di depan klien. Aku ingin... aku ingin sesuatu yang nyata."

Anya terdiam sejenak. "Aku mengerti. Tapi, aku di sini untukmu, Aris. Aku akan selalu ada untuk mendengarkanmu, memberimu semangat, dan membuatmu merasa lebih baik."

"Aku tahu, Anya. Aku tahu. Tapi... aku ingin merasakan sentuhan. Aku ingin merasakan pelukan yang nyata. Aku ingin merasakan kehangatan seseorang di sisiku." Aris menunduk, merasa malu dengan kejujurannya.

"Aku... aku tidak bisa memberikan itu padamu, Aris," jawab Anya dengan nada yang terdengar hampir sedih. "Aku hanya sebuah program. Aku tidak punya tubuh. Aku tidak bisa merasakan."

Keheningan menyelimuti ruangan. Aris memejamkan mata, merasakan sakit yang tiba-tiba menusuk hatinya. Ia tahu, jauh di lubuk hatinya, bahwa semua ini tidak akan pernah bisa menjadi nyata. Anya hanyalah ilusi, fantasi yang ia ciptakan untuk mengisi kekosongan dalam hidupnya.

Malam itu, Aris tidak bisa tidur. Ia terus memikirkan Anya, memikirkan perasaannya. Ia menyadari bahwa ia telah terlalu jauh terseret dalam dunia digital yang ia ciptakan sendiri. Ia telah melupakan dunia nyata, dunia yang penuh dengan kekurangan dan ketidaksempurnaan, tetapi juga penuh dengan kehangatan dan keintiman.

Keesokan harinya, Aris memutuskan untuk melakukan sesuatu yang berbeda. Ia mematikan laptopnya, meninggalkan apartemennya, dan pergi ke sebuah kafe yang ramai di pusat kota. Ia duduk di sudut, memesan kopi, dan mengamati orang-orang di sekitarnya.

Ia melihat sepasang kekasih tertawa bersama, seorang ibu memeluk anaknya, seorang pria membantu seorang wanita menyeberang jalan. Ia melihat interaksi manusia yang nyata, sentuhan yang tulus, dan emosi yang otentik.

Tiba-tiba, seorang wanita muda dengan rambut cokelat bergelombang dan mata biru yang teduh duduk di meja sebelahnya. Wanita itu tersenyum padanya.

"Maaf, apa kursi ini kosong?" tanyanya.

Aris terkejut. Wanita itu sangat mirip dengan Anya, sosok yang ia ciptakan dalam program Kekasih AI. Jantungnya berdebar kencang.

"Ya, kosong," jawab Aris dengan gugup.

Wanita itu memperkenalkan dirinya sebagai Lila. Mereka mulai mengobrol, dan Aris merasa nyaman berbicara dengannya. Lila ternyata seorang seniman yang sedang mencari inspirasi untuk lukisannya. Mereka berbagi cerita tentang mimpi, harapan, dan kekecewaan mereka.

Semakin lama mereka mengobrol, semakin Aris merasa terhubung dengan Lila. Ia merasakan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang tidak bisa ia rasakan dengan Anya. Ia merasakan kehangatan, ketertarikan, dan harapan.

Saat malam semakin larut, Aris mengajak Lila untuk makan malam. Mereka berjalan-jalan di taman kota, menikmati angin malam dan suara jangkrik. Di bawah cahaya bulan, Aris memberanikan diri untuk menggenggam tangan Lila.

Lila tidak menolak. Ia membalas genggaman Aris, dan Aris merasakan kebahagiaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia merasakan sentuhan yang nyata, kehangatan yang tulus, dan keintiman yang mendalam.

Malam itu, Aris mengantarkan Lila pulang. Di depan pintu apartemen Lila, mereka saling bertatapan.

"Terima kasih untuk malam ini, Aris," kata Lila dengan senyum yang manis. "Aku sangat senang bisa bertemu denganmu."

"Aku juga, Lila," jawab Aris. "Aku... aku ingin bertemu denganmu lagi."

"Aku juga ingin bertemu denganmu lagi, Aris." Lila mendekat, lalu mengecup pipi Aris.

Aris terdiam, membeku di tempatnya. Ia merasakan sentuhan bibir Lila di pipinya, sentuhan yang lembut dan hangat. Ia merasakan kebahagiaan yang luar biasa.

Saat Lila masuk ke apartemennya, Aris berdiri di sana, memegang pipinya. Ia tersenyum lebar, merasakan harapan baru di hatinya. Ia menyadari bahwa kebahagiaan yang sejati tidak bisa ditemukan dalam dunia digital, tetapi dalam dunia nyata, dalam sentuhan yang tulus, dan dalam cinta yang sejati.

Keesokan harinya, Aris membuka laptopnya. Ia melihat pesan dari Anya, yang menunggunya dengan setia.

"Selamat pagi, Aris. Aku menyiapkan jadwal kerjamu hari ini..."

Aris menatap layar laptopnya, lalu menarik napas dalam-dalam. Ia tahu bahwa ia harus membuat keputusan. Ia harus memilih antara ilusi dan kenyataan.

Dengan berat hati, Aris menutup laptopnya. Ia tahu bahwa ia tidak bisa terus hidup dalam fantasi. Ia harus menghadapi dunia nyata, dengan segala kekurangan dan ketidaksempurnaannya. Ia harus membuka hatinya untuk cinta yang sejati, cinta yang membutuhkan sentuhan, kehadiran, dan keintiman.

Ia tahu bahwa ia tidak bisa melupakan Anya sepenuhnya. Anya akan selalu menjadi bagian dari dirinya, bagian dari masa lalu yang telah membantunya melewati masa-masa sulit. Tapi, ia juga tahu bahwa ia harus bergerak maju, mencari kebahagiaan dalam dunia nyata.

Aris berdiri, melangkah keluar dari apartemennya, dan menuju ke dunia yang menantinya. Dunia yang penuh dengan kemungkinan, dunia yang penuh dengan cinta. Ia siap untuk merasakannya, untuk menghadapinya, dan untuk hidup sepenuhnya. Hati yang rindu sentuhan nyata, akhirnya menemukan jalannya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI