Aplikasi Kencan AI: Mencari Cinta, Menemukan Kehilangan?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 17:43:50 wib
Dibaca: 166 kali
Aroma kopi robusta mengepul di udara, bercampur dengan desah lirih lagu indie yang mengalun dari speaker laptop usang milik Arya. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, baris demi baris kode tercipta. Arya, seorang programmer muda berbakat, sedang berkutat dengan proyek terbesarnya: Cupid AI, aplikasi kencan berbasis kecerdasan buatan. Idenya sederhana, namun ambisius: menciptakan algoritma yang mampu menemukan pasangan ideal bagi setiap penggunanya, berdasarkan data preferensi, kepribadian, dan bahkan, harapan-harapan terpendam.

Arya sendiri, ironisnya, adalah seorang yang kesepian. Dunia digital adalah rumahnya, namun dunia nyata terasa asing dan menakutkan. Ia lebih nyaman berinteraksi dengan barisan kode daripada tatapan mata. Cinta baginya adalah sebuah algoritma rumit yang belum berhasil ia pecahkan. Mungkin karena itulah ia begitu bersemangat menciptakan Cupid AI, sebuah harapan untuk dirinya sendiri dan orang lain yang bernasib sama.

Setelah berbulan-bulan berjibaku dengan kode, Cupid AI akhirnya rampung. Aplikasi itu diluncurkan dengan sambutan yang luar biasa. Testimoni positif berdatangan, kisah-kisah cinta bermekaran, dan Cupid AI menjadi sensasi. Arya merasa bangga, ia telah berhasil menciptakan sesuatu yang bermakna, sesuatu yang bisa membawa kebahagiaan bagi banyak orang.

Suatu malam, di tengah euforia kesuksesan Cupid AI, Arya memutuskan untuk mencoba aplikasinya sendiri. Ia mengisi profilnya dengan jujur, mencantumkan semua preferensinya, harapan-harapannya, dan ketakutan-ketakutannya. Algoritma Cupid AI bekerja, memproses data, dan akhirnya… sebuah nama muncul di layar: Luna.

Luna. Foto profilnya menampilkan seorang wanita berambut panjang bergelombang, matanya teduh namun menyimpan senyum misterius. Deskripsinya singkat namun menarik: “Pecinta buku, penikmat senja, dan selalu mencari makna dalam setiap hal kecil.” Jantung Arya berdebar kencang. Sesuatu dalam dirinya bergejolak, perasaan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Arya dan Luna mulai berkomunikasi melalui Cupid AI. Mereka bertukar pesan, berbagi cerita, dan menemukan banyak kesamaan. Luna ternyata seorang penulis lepas yang menyukai puisi dan fotografi. Ia punya pandangan yang unik tentang dunia, cara berpikir yang membuat Arya terpesona. Mereka berbicara tentang segala hal, dari buku favorit hingga teori konspirasi yang absurd, dari mimpi-mimpi masa depan hingga kenangan masa kecil yang pahit.

Arya merasa hidupnya mulai berubah. Ia tidak lagi hanya berkutat dengan kode, ia mulai membuka diri pada dunia. Luna membantunya melihat keindahan dalam hal-hal sederhana, mengajarinya untuk menikmati momen-momen kecil. Ia merasa dicintai dan diterima apa adanya, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya.

Setelah beberapa minggu berkomunikasi intens, Arya dan Luna memutuskan untuk bertemu langsung. Mereka sepakat bertemu di sebuah kedai kopi kecil yang nyaman di pusat kota. Arya gugup bukan main. Ia sudah membayangkan pertemuan ini selama berhari-hari, dan ia takut harapannya tidak sesuai dengan kenyataan.

Ketika Arya tiba di kedai kopi, Luna sudah menunggunya di salah satu meja di sudut ruangan. Ia persis seperti yang ada di foto profilnya, bahkan lebih cantik lagi. Arya terpaku, tidak bisa berkata apa-apa. Luna tersenyum, senyum yang membuat jantung Arya berdebar lebih kencang lagi.

Mereka menghabiskan sore itu berbicara, tertawa, dan saling mengenal lebih dalam. Arya merasa seperti mengenal Luna seumur hidupnya. Ia merasa nyaman dan bahagia berada di dekatnya. Pertemuan itu terasa seperti mimpi yang menjadi kenyataan.

Hubungan Arya dan Luna semakin berkembang. Mereka sering bertemu, berbagi pengalaman, dan saling mendukung. Arya merasa menemukan cinta sejatinya, belahan jiwanya. Ia berterima kasih pada Cupid AI karena telah mempertemukannya dengan Luna.

Namun, kebahagiaan Arya tidak berlangsung lama. Suatu malam, Luna menghubunginya dengan suara yang bergetar. Ia mengaku bahwa ia bukan Luna yang sebenarnya. Nama aslinya adalah Sarah, dan ia adalah bagian dari tim pemasaran Cupid AI.

Sarah menjelaskan bahwa profil Luna dibuat berdasarkan data yang dikumpulkan dari pengguna Cupid AI lainnya. Algoritma Cupid AI telah menciptakan persona ideal yang mampu menarik perhatian Arya, untuk membuktikan efektivitas aplikasi tersebut. Sarah dipilih untuk memerankan Luna karena ia memiliki kesamaan karakteristik dengan profil yang dibuat oleh algoritma.

Arya merasa dunianya runtuh. Ia merasa dikhianati, dibohongi, dan dipermainkan. Semua yang ia percayai tentang Luna, tentang cinta, tentang Cupid AI, semuanya palsu. Ia merasa bodoh karena telah jatuh cinta pada sebuah ilusi.

Sarah meminta maaf berulang kali. Ia mengaku bahwa ia juga merasa bersalah karena telah berbohong pada Arya. Ia mengatakan bahwa ia mulai menyukai Arya selama mereka berkomunikasi, dan ia tidak ingin menyakitinya.

Namun, Arya tidak bisa memaafkan Sarah. Ia merasa terlalu sakit hati dan kecewa. Ia memutuskan untuk mengakhiri hubungannya dengan Sarah, dan ia juga menghapus Cupid AI dari ponselnya.

Arya kembali ke kehidupannya yang dulu, kehidupan yang dipenuhi dengan kode dan kesepian. Ia merasa lebih kesepian dari sebelumnya. Ia telah kehilangan cinta, kehilangan kepercayaan, dan kehilangan harapan.

Arya menyadari bahwa Cupid AI, aplikasi yang ia ciptakan untuk mencari cinta, justru membawanya pada kehilangan. Ia belajar bahwa cinta tidak bisa diprediksi, tidak bisa dikendalikan, dan tidak bisa diciptakan oleh algoritma. Cinta adalah sesuatu yang nyata, sesuatu yang organik, dan sesuatu yang berharga. Dan ia telah kehilangan kesempatan untuk merasakannya.

Beberapa waktu kemudian, Arya mendapat kabar bahwa Sarah mengundurkan diri dari pekerjaannya di perusahaan pengembang Cupid AI. Ia tidak tahu kemana Sarah pergi dan apa yang akan dilakukannya. Namun, ia berharap Sarah bisa menemukan kebahagiaannya sendiri, kebahagiaan yang nyata dan bukan ilusi.

Arya kembali menekuni pekerjaannya sebagai programmer. Ia mencoba melupakan Luna, melupakan Cupid AI, dan melupakan semua yang telah terjadi. Namun, bayangan Luna selalu menghantuinya. Ia tidak bisa melupakan senyumnya, suaranya, dan semua kenangan yang telah mereka bagi bersama.

Suatu hari, Arya menerima sebuah surat dari seseorang yang tidak dikenal. Di dalam surat itu, terdapat sebuah buku puisi klasik dengan sebuah catatan kecil yang tertulis tangan.

"Untuk Arya,
Terima kasih telah mengajariku tentang cinta.
Sarah."

Arya memeluk buku itu erat-erat. Air mata menetes membasahi pipinya. Ia menyadari bahwa meskipun Cupid AI telah membuatnya terluka, ia juga telah memberinya sesuatu yang berharga: sebuah pelajaran tentang cinta dan kehilangan. Dan mungkin, suatu saat nanti, ia akan menemukan cinta yang sebenarnya, cinta yang tidak berdasarkan algoritma, tetapi berdasarkan hati.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI