Debu digital menari di layar laptop Sarah. Jari-jarinya lincah mengetik baris demi baris kode, menciptakan algoritma cinta. Bukan cinta klise dengan bunga dan cokelat, melainkan cinta yang diprediksi dan dianalisis oleh kecerdasan buatan. "Project Soulmate," bisiknya, nama yang ia berikan pada proyek ambisiusnya.
Sarah, seorang programmer jenius yang lebih nyaman berinteraksi dengan baris kode daripada manusia, percaya bahwa cinta bukanlah kebetulan. Cinta adalah pola, data, dan algoritma yang menunggu untuk diuraikan. Ia muak dengan kencan buta yang gagal, aplikasi kencan yang dangkal, dan harapan palsu yang ditawarkan dunia maya. Ia ingin menciptakan sesuatu yang nyata, sesuatu yang mampu menghubungkan dua jiwa yang benar-benar ditakdirkan bersama, terlepas dari jarak dan perbedaan.
Algoritma ciptaan Sarah mampu menganalisis jutaan profil online, menggali jauh ke dalam preferensi, minat, nilai-nilai, bahkan hingga kebiasaan tidur dan pola pikir seseorang. Ia kemudian menggunakan machine learning untuk memprediksi kompatibilitas antar individu dengan akurasi yang mencengangkan.
Di belahan dunia lain, di sebuah kedai kopi yang ramai di Tokyo, Hiroki, seorang arsitek lanskap yang idealis, menyesap kopinya dengan lesu. Ia bosan dengan kehidupan modern yang serba cepat dan dangkal. Ia merindukan koneksi yang tulus, seseorang yang bisa memahami visinya tentang harmoni antara manusia dan alam. Aplikasi kencan tidak pernah berhasil baginya. Semua terasa palsu dan transaksional.
Suatu malam, Hiroki menerima email yang aneh. Subjectnya hanya bertuliskan "Project Soulmate." Awalnya, ia mengira itu spam, tetapi rasa penasaran mendorongnya untuk membukanya. Email tersebut berisi undangan untuk berpartisipasi dalam sebuah program beta yang menggunakan AI untuk menemukan pasangan hidup yang ideal. Hiroki, dengan sedikit skeptisisme dan banyak harapan, mengisi formulir pendaftaran.
Prosesnya rumit dan memakan waktu. Hiroki harus menjawab ratusan pertanyaan, mengunggah foto, bahkan merekam video pendek yang menjelaskan pandangannya tentang kehidupan. Awalnya ia merasa konyol, tetapi semakin ia mengisi formulir, semakin ia merasa ada sesuatu yang berbeda dengan aplikasi ini. Pertanyaannya terasa dalam dan bermakna, seolah-olah mencoba menggali inti jiwanya.
Setelah beberapa minggu, Hiroki menerima pemberitahuan. Algoritma telah menemukan seseorang yang sangat cocok dengannya. Namanya Sarah, seorang programmer dari San Francisco. Profil Sarah dipaparkan di layar, lengkap dengan foto, minat, dan bahkan prediksi tentang bagaimana mereka akan saling melengkapi.
Hiroki terpana. Sarah adalah semua yang ia impikan, dan lebih dari itu. Ia tertarik dengan kecerdasannya, ambisinya, dan kecintaannya pada teknologi. Ia membaca semua yang ditulis Sarah dengan seksama, mencoba memahami pikirannya dan hatinya.
Di sisi lain dunia, Sarah menerima pemberitahuan yang sama. Algoritma telah menemukan Hiroki, seorang arsitek lanskap dari Tokyo. Sarah skeptis. Ia tidak pernah tertarik pada pria yang artistik dan idealis. Ia lebih suka pria yang logis dan analitis. Namun, profil Hiroki membuatnya penasaran. Ia terpesona oleh visinya tentang harmoni antara manusia dan alam, dan ia kagum dengan keindahan desain lanskap yang telah ia ciptakan.
Sarah memutuskan untuk menghubungi Hiroki. Mereka mulai bertukar email, lalu beralih ke panggilan video. Awalnya canggung, tetapi perlahan mereka mulai terbuka satu sama lain. Mereka berbicara tentang impian mereka, ketakutan mereka, dan semua hal yang membuat mereka menjadi diri mereka sendiri.
Sarah menyadari bahwa Hiroki bukan hanya seorang pria yang artistik dan idealis. Ia juga cerdas, humoris, dan sangat perhatian. Hiroki menyadari bahwa Sarah bukan hanya seorang programmer yang logis dan analitis. Ia juga memiliki hati yang lembut dan penuh kasih sayang.
Jarak ribuan mil tidak menjadi penghalang. Mereka berbicara setiap hari, berbagi tawa, air mata, dan mimpi. Mereka saling mendukung dan menginspirasi. Mereka jatuh cinta.
Setelah berbulan-bulan berpacaran jarak jauh, Hiroki memutuskan untuk terbang ke San Francisco. Sarah menunggunya di bandara, jantungnya berdebar kencang. Ketika Hiroki muncul di gerbang kedatangan, Sarah berlari ke arahnya dan memeluknya erat.
Saat itu, semua keraguan dan ketakutan Sarah menghilang. Ia tahu bahwa ia telah menemukan belahan jiwanya. Ia tahu bahwa algoritma ciptaannya telah berhasil menghubungkan dua jiwa yang terpisah.
Hiroki dan Sarah menghabiskan waktu seminggu menjelajahi San Francisco bersama. Mereka mengunjungi Golden Gate Bridge, Fisherman's Wharf, dan Silicon Valley. Mereka makan di restoran-restoran terbaik dan menikmati pertunjukan musik live. Mereka tertawa, berbicara, dan jatuh cinta lebih dalam lagi.
Sebelum Hiroki kembali ke Tokyo, ia melamar Sarah. Sarah menangis haru dan menerima lamarannya. Mereka berjanji untuk menikah dalam setahun.
Setahun kemudian, Hiroki dan Sarah menikah di sebuah taman yang indah di Tokyo. Taman itu dirancang oleh Hiroki, dan semua detailnya mencerminkan cinta mereka satu sama lain dan kecintaan mereka pada alam dan teknologi. Pernikahan mereka dihadiri oleh keluarga, teman, dan bahkan beberapa pengguna Project Soulmate lainnya yang telah menemukan cinta melalui algoritma ciptaan Sarah.
Sarah berdiri di samping Hiroki, memandang wajah-wajah bahagia di sekelilingnya. Ia menyadari bahwa ia telah menciptakan sesuatu yang lebih dari sekadar algoritma. Ia telah menciptakan harapan, koneksi, dan cinta. Ia telah membuktikan bahwa bahkan di dunia yang serba digital ini, cinta sejati masih mungkin ditemukan.
Dan mungkin, pikirnya, cinta sejati bahkan bisa ditingkatkan oleh teknologi. Teknologi yang menghubungkan, yang memahami, dan yang membawa dua jiwa yang terpisah untuk bertemu di persimpangan takdir. Jaringan cinta global, yang diawali oleh sebuah kode dan bersemi menjadi kebahagiaan abadi.