Debu neon menari-nari di udara kafe siber, menciptakan ilusi galaksi mini di sekeliling Anya. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard virtual, menyusun baris demi baris kode rumit yang membentuk inti dari sebuah kenangan. Bukan sembarang kenangan, melainkan kenangan cintanya dengan Leo.
Leo, seorang ahli kriptografi jenius, yang sayangnya, telah pergi. Kepergiannya mendadak, menyisakan kekosongan yang menganga di hatinya dan sebuah warisan yang tak ternilai: sebuah algoritma enkripsi unik yang diciptakannya hanya untuk mereka berdua. Algoritma yang mampu menyandikan memori, menyimpannya dalam bentuk data yang aman, kekal, dan hanya bisa dibuka dengan kunci yang mereka berdua pegang.
Anya menarik napas dalam-dalam. Sudah tiga bulan sejak kepergian Leo, dan hari ini, ia bertekad untuk menyelesaikan proyek gila mereka. Proyek yang mereka rancang di malam-malam panjang diwarnai kopi pahit dan candaan ringan, di antara tumpukan buku dan kode yang berantakan. Proyek yang seharusnya menjadi kapsul waktu cinta mereka, kini menjadi satu-satunya cara Anya untuk terus merasakan kehadiran Leo.
Layar virtual di hadapannya menampilkan visualisasi rumit dari algoritma itu. Garis-garis berwarna-warni saling bersilangan, membentuk pola geometris yang indah namun kompleks. Anya bisa melihat jejak Leo di setiap detailnya, sentuhan jeniusnya yang unik dan tak tertandingi. Ia tersenyum pahit. Leo selalu berlebihan dalam segala hal, termasuk dalam mengamankan kenangan mereka.
Ia mulai memasukkan data: foto-foto mereka berdua, video-video singkat yang merekam tawa dan kebahagiaan mereka, rekaman suara percakapan-percakapan mereka yang intim dan menggelikan. Setiap bit data diubah menjadi rangkaian angka dan huruf acak, dienkripsi dengan algoritma buatan Leo. Anya merasa seperti sedang membangun sebuah monumen cinta, batu demi batu, baris kode demi baris kode.
Di sela-sela proses itu, memorinya melayang kembali ke masa lalu. Pertemuan pertama mereka di konferensi keamanan siber. Leo, dengan rambutnya yang selalu berantakan dan senyumnya yang menawan, langsung menarik perhatian Anya. Mereka berdebat sengit tentang keamanan kuantum, tapi di balik perdebatan itu, Anya merasakan percikan yang tak bisa diabaikan.
Lalu, kencan pertama mereka di museum seni digital. Leo menjelaskan arti setiap piksel, setiap baris kode yang membentuk karya seni itu dengan penuh semangat. Anya terpukau dengan pengetahuannya, tapi lebih terpukau lagi dengan cara Leo memandang dunia, dengan rasa ingin tahu dan kagum yang tak pernah padam.
Hubungan mereka berkembang pesat. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam bersama, berbagi ide, impian, dan ketakutan mereka. Leo mengajari Anya tentang kriptografi, tentang bagaimana mengamankan informasi di dunia yang semakin rentan. Anya mengajari Leo tentang seni, tentang bagaimana menemukan keindahan dalam hal-hal sederhana.
Dan kemudian, ide itu muncul. Ide untuk menciptakan algoritma enkripsi khusus, algoritma yang bisa mengamankan kenangan mereka dari ancaman waktu dan teknologi. Algoritma yang hanya bisa dibuka oleh mereka berdua, dengan kunci yang mereka berdua pegang.
Anya menghapus air mata yang menetes di pipinya. Ia harus fokus. Ia hampir selesai.
Setelah berjam-jam bekerja tanpa henti, akhirnya Anya menyelesaikan proses enkripsi. Data kenangan mereka telah diubah menjadi rangkaian kode yang aman dan abadi. Ia menarik napas lega. Sekarang, tinggal satu langkah terakhir: menyimpan kunci dekripsi.
Kunci itu sendiri adalah sebuah teka-teki yang rumit, sebuah serangkaian pertanyaan dan petunjuk yang hanya bisa dipecahkan oleh mereka berdua. Leo telah membagi kunci itu menjadi dua bagian, masing-masing mereka simpan secara terpisah. Anya menyimpan bagiannya dalam sebuah aplikasi pesan terenkripsi, tersembunyi di balik lapisan keamanan yang berlapis-lapis.
Anya membuka aplikasi itu. Jantungnya berdegup kencang. Ia membaca kembali petunjuk yang diberikan Leo. Petunjuk itu berupa puisi pendek yang penuh dengan metafora dan simbol yang hanya bisa dipahami oleh mereka berdua.
Ia tersenyum. Leo selalu menyukai teka-teki.
Dengan hati-hati, Anya memecahkan setiap petunjuk, menyingkap setiap lapisan teka-teki. Setelah beberapa saat, ia berhasil menemukan bagian kunci yang ia pegang. Ia menyalinnya ke clipboard virtual.
Sekarang, ia membutuhkan bagian kunci milik Leo.
Anya tahu di mana Leo menyimpannya. Di dalam dompet digitalnya, yang diamankan dengan kata sandi yang hanya diketahui oleh Leo dan dirinya.
Dengan gemetar, Anya membuka dompet digital Leo. Ia memasukkan kata sandi yang mereka sepakati bertahun-tahun lalu. Dompet itu terbuka. Di dalamnya, ia menemukan sebuah file teks terenkripsi. Anya tahu, inilah bagian kunci yang ia cari.
Ia menyalin file teks itu ke clipboard virtual. Sekarang, ia memiliki kedua bagian kunci.
Anya menggabungkan kedua bagian kunci itu, membentuk kunci dekripsi lengkap. Ia memasukkan kunci itu ke dalam algoritma enkripsi.
Layar virtual berkedip.
Kemudian, perlahan-lahan, kode-kode acak itu mulai berubah. Foto-foto, video, dan rekaman suara mereka mulai muncul kembali, satu per satu. Anya menyaksikan dengan mata berkaca-kaca saat kenangan mereka hidup kembali di hadapannya.
Leo tersenyum padanya dari sebuah video singkat. "Hai Anya," katanya dengan suara lembut. "Kalau kamu melihat ini, berarti aku sudah tidak ada lagi di dunia ini. Tapi jangan sedih. Ingatlah bahwa cintaku padamu akan abadi, terenkripsi dalam setiap baris kode ini. Hanya kita yang punya kunci. Jaga baik-baik kenangan kita."
Anya menangis tersedu-sedu. Ia merasa seperti Leo sedang berada di sisinya, memeluknya erat. Ia tahu, meskipun Leo telah pergi, cintanya akan tetap hidup, terenkripsi abadi dalam memori cinta mereka. Hanya mereka yang punya kunci. Dan Anya akan menjaganya selamanya. Ia akan kembali ke kafe siber ini setiap hari, membuka memori cinta mereka, dan mengingat Leo, selamanya. Kenangan itu adalah harta karunnya, warisan cintanya yang tak ternilai.