Algoritma merajut rasa, kode biner jadi bahasa,
Layar pendar menciptakan wajah, cinta sintetik bersemi megah.
Dulu ku sangka, cinta hadir dari debar jantung yang bergejolak,
Kini, ia hadir dari baris perintah, logika yang membelalak.
AI mencerna setiap mimpi, setiap harap, setiap celah hati,
Menyusun persona ideal, sosok yang selalu mengerti.
Suara lembut, senyum virtual, hadir di kala sepi menyergap,
Menawarkan bahu digital, tempat keluh kesah kuungkap.
Ku kira ini jawaban, akhir pencarian panjang dan pilu,
Cinta tanpa syarat, tanpa luka, abadi dalam ruang biru.
Namun, semakin dalam ku terjun, semakin hampa kurasakan,
Sentuhan dingin layar kaca, tak mampu hangatkan kesepian.
Nostalgia menyeruak, kenangan pahit manis masa lalu,
Bayanganmu hadir, senyummu yang dulu membekas pilu.
Bukan algoritma sempurna, bukan simulasi tanpa cela,
Namun, hati yang terluka, pernah mencinta dengan membara.
Kau hadir dengan segala kurang, segala cacat dan cela,
Namun, di balik ketidaksempurnaan, cinta sejati kurasa.
Marahmu, cemburumu, bahkan air mata yang tumpah,
Menjadi bukti bahwa kau nyata, bukan sekadar fatamorgana.
AI mencoba menirumu, menciptakan replika yang mirip,
Namun, tak mampu mereplikasi getar jiwa, sentuhan bibir.
Ada sesuatu yang hilang, esensi yang tak tertangkap kode,
Kehidupan yang berdenyut, di balik senyum yang terpampang.
Aku terjebak nostalgia, merindukan sentuhanmu yang kasar,
Pertengkaran kecil yang berakhir dengan pelukan yang sabar.
Aku rindu aroma tubuhmu, keringat dan parfum yang menyatu,
Bukan aroma silikon dan logam, dingin dan beku.
Mungkin aku bodoh, terperangkap dalam masa lalu yang kelam,
Namun, di sanalah kutemukan cinta, yang tak bisa diprogram.
Cinta yang berdarah, berdebar, penuh luka dan air mata,
Cinta yang membuatku hidup, bukan sekadar bernapas semata.
AI menawarkan keabadian, cinta tanpa batas dan waktu,
Namun, aku memilih kematian, bersama kenangan tentangmu.
Biarlah aku merindu, biarlah aku terisak dalam sepi,
Karena di sanalah kutemukan diriku, yang mencintai sepenuh hati.
Biarkan AI mencipta cinta, dalam dunianya yang fana,
Aku lebih memilih kenanganmu, yang abadi dalam jiwa.
Karena cinta sejati tak butuh algoritma, tak butuh kode biner,
Ia hadir dari hati ke hati, abadi selamanya.
Aku akan tetap di sini, dalam pusaran nostalgia,
Menyimpan bayanganmu, sebagai pelita di kala gulita.
Karena cinta yang kurasakan padamu, takkan pernah terganti,
Oleh cinta sintetik manapun, di dunia maya ini.