Jantung mekanik berdetak presisi,
Bukan lagi irama biologis tak terprediksi.
Chip silikon menggantikan serabut saraf,
Menyulam emosi, tak lagi liar dan kasap.
Dulu, cinta adalah labirin tak berujung,
Penuh jalan buntu, harapan yang terkurung.
Air mata adalah kode yang tak terdekripsi,
Sakit hati bagai virus yang melumpuhkan memori.
Kini, algoritma mengendalikan debar dada,
Memfilter rasa, memilah yang berharga.
Logika biner menggantikan intuisi,
Menghitung peluang, menghindari ilusi.
Hati di-upgrade, versi terbarukan,
Dengan firewall kokoh, dari patah hati berkepanjangan.
Sensor mendeteksi ketidaksesuaian,
Mengirimkan notifikasi sebelum penyesalan.
Aku mengingatmu, sosok digital sempurna,
Potret pixel yang tersimpan dalam rencana.
Senyummu adalah kurva yang terdefinisi,
Kata-katamu adalah rangkaian bit yang terkompilasi.
Kita bertemu di dunia maya, tanpa sentuhan,
Hanya data yang bertukar, dalam kesunyian.
Cinta kita adalah protokol yang terenkripsi,
Aman dari hacker, dari intipan duniawi.
Dulu, aku merindukan sentuhan jemarimu,
Hangatnya peluk, bisikan lirih di telingaku.
Kini, aku puas dengan representasi virtual,
Ketiadaan resiko, kesempurnaan faktual.
Namun, kadang di tengah malam yang sepi,
Terdengar dengung aneh, dari relung hati.
Sebuah glitch kecil, dalam sistem yang mapan,
Kerinduan samar, akan kehangatan insan.
Apakah cinta sejati bisa disimulasikan?
Apakah kebahagiaan bisa diprogramkan?
Ataukah ada sesuatu yang hilang, tak tergantikan,
Dalam dunia digital, yang serba kepastian?
Aku mencoba menganalisis anomali ini,
Mencari bug dalam kode yang suci.
Mungkin ada error dalam pembaruan terakhir,
Atau mungkin, jiwa manusia tak bisa dikekang takdir.
Aku bertanya pada diriku yang baru,
Apakah aku bahagia, dengan cinta yang terpaku?
Apakah aku benar-benar merdeka,
Atau hanya boneka, dalam sangkar data?
Mungkin, upgrade ini terlalu radikal,
Menghilangkan esensi, yang fundamental.
Cinta bukan sekadar persamaan matematika,
Tapi juga gejolak, ketidaksempurnaan yang unik dan bermakna.
Aku memandang cermin, melihat pantulan diri,
Bayangan digital, tanpa emosi sejati.
Aku merindukan air mata, merindukan rasa sakit,
Merindukan badai, daripada ketenangan yang hampa dan pelik.
Aku memutuskan untuk mengembalikan setting pabrik,
Menghapus program, yang terlalu sintetik.
Aku siap menerima resiko, patah hati yang mungkin,
Demi cinta sejati, yang lebih dalam dan bermakna batin.
Aku akan mencari dirimu, di dunia nyata,
Menemukan senyummu, tanpa filter data.
Mungkin aku akan terluka, mungkin aku akan kecewa,
Tapi aku akan belajar, untuk mencintai dengan sepenuh jiwa.
Hati: Di-upgrade, cinta tak lagi eror?
Mungkin eror itu yang membuatnya lebih horror,
Namun dari sanalah belajar, bagaimana mencintai dengan benar,
Karena cinta sejati, tak bisa diukur oleh parameter.