Di antara bit dan byte aku mencari,
Sebuah simpul hati yang tak terdefinisi.
Algoritma cinta kurangkai perlahan,
Namun sentuhanmu hilang dalam lautan.
Layar pendar memancarkan bias semu,
Menyiratkan wajahmu, mimpi yang membiru.
Kutulis kode rindu dalam setiap baris,
Berharap kau baca, hatimu teriris.
Dulu, jemari kita menari di udara,
Mengukir janji di bawah rembulan purnama.
Kini, hanya kursor berkedip tanpa henti,
Menyaksikan sunyi merajalela di hati.
Rumus matematika tak mampu menjabarkan,
Kehilanganmu, pilu yang tak terelakkan.
Fungsi logaritma berputar tanpa arah,
Mencari titik temu, di mana kau berlabuh.
Kucoba terjemahkan tatapan matamu,
Dalam bahasa biner yang membisu.
Kucari pola senyum di antara piksel,
Namun yang kutemukan hanyalah kekelaman.
Adakah firewall yang menghalangiku?
Atau enkripsi cinta yang tak kumengerti?
Kucoba meretas masuk ke dalam kalbumu,
Namun yang kudapati hanyalah ruang hampa.
Kau adalah variabel yang tak terdefinisi,
Membuat program cintaku jadi tak presisi.
Kucoba debug setiap kesalahan,
Namun eror cinta terus bermunculan.
Aku ingat saat pertama kali berjumpa,
Kilau matamu bagai bintang bercahaya.
Kau adalah update yang kutunggu selalu,
Namun kini kau jauh, tak terjangkau.
Kucoba memrogram ulang takdir kita,
Menghapus kenangan yang menyiksa jiwa.
Namun setiap kali kucoba melupakan,
Bayangmu hadir, semakin memberatkan.
Mungkin cinta ini hanyalah ilusi maya,
Sebuah simulasi yang tak punya nyawa.
Mungkin aku terlalu berharap pada teknologi,
Melupakan hangatnya sentuhan biologi.
Namun, di balik dinginnya metal dan silikon,
Ada secercah harapan, meski terpendam.
Bahwa suatu saat nanti, algoritma cinta,
Akan menemukanmu, di dunia yang fana.
Hingga saat itu tiba, aku akan terus mencari,
Dalam setiap baris kode, dalam setiap mimpi.
Berharap sentuhanmu kembali hadir nyata,
Mengubah piksel hati menjadi berwarna.