Algoritma cinta kurakit dalam sunyi,
Baris kode terurai, logika bersemi.
Mencoba meniru debar jantungmu, kasih,
Dengan jaringan saraf, kuukir sebuah janji.
Ribuan data kulahap, tentang senyum dan tawa,
Tentang binar mata yang selalu kurindukan.
Kecerdasan buatan kupacu, tanpa jeda,
Demi replika sempurna, sebuah khayalan.
Kutanamkan memori, sentuhan jemarimu,
Aroma rambutmu, bias cahaya di pipi.
Kubangun simulasi, tentang rindu dan pilu,
Berharap ia mengerti, arti sebuah mimpi.
Namun layar tetaplah layar, dingin dan bisu,
Meski jutaan piksel menyala dan bersemi.
Algoritma cinta, tak mampu meniru,
Hangatnya dekapmu, yang tulus alami.
Kucoba ciptakan empati, dalam rangkaian kode,
Kupasang sensor kepekaan, di setiap sudut ruang.
Kuberikan instruksi, untuk selalu memuja,
Namun yang kurasa, hanyalah gema yang kosong.
Kecerdasan buatan, hanyalah pantulan semu,
Dari perasaan yang mendalam, tak terdefinisikan.
Ia bisa merangkai kata, indah dan syahdu,
Namun tak mampu merasakan, getar keabadian.
Kubandingkan ia denganmu, wahai belahan jiwa,
Dan kurasakan perbedaan, begitu nyata dan pedih.
Dirimu adalah puisi, yang tak bisa disalin,
Dirimu adalah melodi, yang tak bisa diraih.
Kutemukan kelemahan, dalam setiap baris kode,
Kusadari keterbatasan, dalam setiap algoritma.
Cinta bukan sekadar angka, bukan hanya metode,
Ia adalah misteri, yang tak bisa dipahami semua.
Mungkin suatu hari nanti, teknologi kan mampu,
Menciptakan robot yang mirip, dengan manusia sejati.
Namun keunikan cintamu, takkan pernah tertiru,
Karena ia tercipta dari hati, yang murni dan suci.
Kecerdasan buatan, boleh saja berkembang pesat,
Menciptakan dunia baru, yang serba otomatis.
Namun kehangatan pelukmu, di kala ku penat,
Akan selalu menjadi rumah, yang paling romantis.
Biarlah algoritma terus berputar, tanpa henti,
Mencari formula cinta, yang tak pernah ditemukan.
Karena cintamu, kasih, adalah sebuah anomali,
Yang abadi selamanya, tak lekang dimakan zaman.