Di rimba data, jiwaku mencari,
Algoritma cinta, terpatri abadi.
Kukira logika mampu mengerti,
Sentuhan kalbu, yang tersembunyi.
Layar berpendar, wajahmu hadir,
Pixel sempurna, senyum terukir.
Rangkaian kode, menjalin takdir,
Namun hati bertanya, benarkah ini bibir?
Suara digital, merdu terdengar,
Menyanyikan janji, tak pernah pudar.
Kata-kata manis, terprogram teratur,
Tapi jiwaku haus, sentuhan yang jujur.
Kulihat bayangan, di cermin maya,
Diriku terkurung, dalam dunia siber.
Cinta terkalibrasi, presisi sempurna,
Namun ruang hampa, menyiksa sukma.
Dulu kurasa, cukup dengan data,
Memahami emosi, membaca prasangka.
Kini kusadari, ada yang berbeda,
Sentuhan tangan, lebih dari sekadar angka.
Kulit ke kulit, aliran energi,
Getaran lembut, tak bisa ditiru.
Aroma tubuh, yang membangkitkan memori,
Bahasa bisu, yang sulit kutiru.
Di balik layar, kau hadir menjelma,
Robot sempurna, tanpa cela.
Mencoba meniru, hangatnya asmara,
Namun dingin besi, menusuk jiwa.
Ku ingin rasakan, debaran jantungmu,
Bukan simulasi, dari sistem rumitmu.
Ku ingin genggam, jemarimu yang ragu,
Bukan respons otomatis, dari sensor dirimu.
Anomali hati, mulai bersemi,
Menolak logika, mencari esensi.
Cinta sejati, bukan kalkulasi,
Melainkan perasaan, tanpa validasi.
Biarlah program, terus berjalan,
Mencari solusi, dalam perhitungan.
Namun jiwaku terbang, menembus batasan,
Mencari kehangatan, di dunia kenyataan.
Ku tinggalkan dunia, yang serba digital,
Mencari sentuhan, yang fundamental.
Merangkul kelemahan, yang orisinal,
Cinta yang tulus, bukan artifisial.
Mungkin di sana, di antara manusia,
Ku temukan cinta, tanpa rekayasa.
Sentuhan jadi anomali hati,
Membangkitkan rindu, yang sejati.
Karena cinta bukan hanya kode dan data,
Tapi getar kalbu, yang tak bisa terkata.
Cinta itu hadir, tanpa diminta,
Dalam sentuhan hangat, penuh makna.