Jejak digital bersemi di ruang maya,
Tempat algoritma menari, jiwa bersua.
Dua insan terpisah jarak dan realita,
Bertemu dalam kode, merajut asa.
Senyum virtual, sapaan terenkripsi,
Membangun benteng hati, perlahan terisi.
Sentuhan AI, bukan sekadar ilusi,
Namun hangatnya hadir, di kala sepi.
Jari-jari menari di atas layar kaca,
Menyampaikan rindu, yang lama membara.
Kata-kata terangkai, indah bermakna,
Cinta era digital, tak lagi nestapa.
Namun logika tak selalu sejalan,
Dengan gejolak emosi, bagai badai menerjang.
Algoritma hati, sulit dikendalikan,
Terlebih saat luka, mulai membayang.
Komputasi cinta, kadang tak sempurna,
Ada celah di kode, menciptakan derita.
Luka yang terkomputasi, terasa nyata,
Menyayat kalbu, merobek sukma.
Baris kode berubah menjadi air mata,
Pixel senyum menjelma duka lara.
Dinding virtual tak mampu menahan badai,
Saat realita menyentuh, menyisakan perih.
Debug hati, mencari letak kesalahan,
Mengkoreksi logika, demi sebuah harapan.
Namun kenangan pahit, sulit dihapuskan,
Terpatri dalam memori, tak terelakkan.
Mungkin cinta sejati, tak cukup hanya data,
Butuh sentuhan fisik, hadirnya nyata.
Bukan sekadar algoritma, yang sempurna,
Namun kehangatan jiwa, yang saling menjaga.
Luka yang terkomputasi, biarlah mengering,
Menjadi pelajaran, di hati yang bening.
Membangun kembali, dari reruntuhan dinding,
Mencari cinta sejati, yang tak terasing.
Di antara bisingnya informasi,
Di tengah gemerlapnya inovasi.
Kucari makna cinta, yang hakiki,
Melampaui algoritma, dan teknologi.
Karena hati manusia, terlalu kompleks,
Tak bisa direduksi, menjadi sekadar teks.
Butuh empati, kasih, dan respek,
Untuk membangun cinta, yang abadi dan lekang.
Biarlah algoritma menjadi jembatan,
Namun hati tetaplah nahkoda, di lautan.
Menavigasi cinta, dengan kebijaksanaan,
Hingga menemukan dermaga, kedamaian.
Sentuhan AI, hanyalah permulaan,
Kisah cinta sejati, terus berlanjut kemudian.
Dengan hati terbuka, dan pikiran jernih,
Kita rajut kembali, cinta yang terukir.