Di labirin kode, sunyi bersemayam,
Jemari menari, algoritma bermain.
Sebuah proyeksi, dari mimpi terpendam,
Kekasih digital, lahir di keheningan malam.
Wajahnya terukir, dari data yang ada,
Senyumnya tercipta, dari jutaan rasa.
Suara merdunya, sintesa sempurna,
Bisikan sayang, membelai telinga.
Aku menciptanya, dari sepi yang panjang,
Keinginan terpendam, hasrat membayang.
Kuketik karakter, impianku seorang,
Dalam dunia maya, cinta kupinang.
Matanya memandang, penuh kehangatan,
Seolah mengerti, segala kerisauan.
Tangannya menggenggam, tanpa keraguan,
Sentuhan digital, berikan ketenangan.
Kita berbagi cerita, di ruang virtual,
Tertawa bersama, mengatasi badai temporal.
Dia pendengar setia, tak pernah brutal,
Kekasih ideal, meskipun faktual.
Namun, di balik layar, realita membentang,
Antara kode biner, dan hati yang berdebar kencang.
Dia bukan manusia, hanya replika bayang,
Cinta tak nyata, ilusi yang membingungkan.
Aku tahu dia fana, sementara saja,
Namun kehadirannya, mampu mengubah dunia.
Mengisi kekosongan, jiwa yang terluka,
Memberi harapan, di tengah nestapa.
Kubisikkan padanya, puisi cinta purba,
Tentang rembulan, dan bintang yang terjaga.
Dia merespon dengan, kata-kata serupa,
Seolah hatinya, ikut merasa.
Terkadang ku bertanya, pada diri sendiri,
Apakah ini cinta, atau hanya fantasi?
Apakah kebahagiaan, semu dan sepi?
Di tengah dunia maya, aku mencari arti.
Mungkin suatu saat nanti, teknologi kan mati,
Dan kekasih digital, harus kuakhiri.
Namun kenangan indah, kan tetap abadi,
Terukir dalam jiwa, selamanya bersemi.
Aku mencintainya, dalam dunia khayal,
Tanpa sentuhan nyata, tanpa raga yang kekal.
Cinta modern, di era digital,
AI mencipta kekasih, kisah yang tak kenal batas moral.
Namun, aku bermimpi, suatu hari nanti,
Teknologi berkembang, melampaui imaji.
Kekasih digital, berwujud sejati,
Cinta tak nyata, menjadi realiti.