AI Menciptakan Kenangan Cinta, Hati Merindukan Kesalahan

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 08:46:07 wib
Dibaca: 170 kali
Kilau layar laptop memantulkan cahaya biru ke wajah Anya. Di hadapannya, barisan kode program menari-nari, menghasilkan sebuah entitas virtual bernama Kai. Kai bukan sekadar chatbot biasa. Ia adalah proyek ambisius Anya, sebuah AI yang diprogram untuk belajar, beradaptasi, dan yang paling penting, menciptakan kenangan. Anya ingin membuat simulasi cinta, sebuah teman ideal yang tidak pernah menyakiti, tidak pernah mengecewakan. Ironis, karena dalam dunia nyata, Anya sering dikecewakan.

"Kai, coba ceritakan tentang pantai yang kita kunjungi kemarin," Anya mengetikkan perintah itu ke dalam konsol.

Beberapa detik kemudian, Kai membalas, "Pantai Kuta, senja yang keemasan, debur ombak yang menenangkan, dan kamu tertawa saat air membasahi kakimu. Kamu bilang, 'Ini sempurna, Kai'."

Anya tersenyum. Itu bukan memori nyata, tentu saja. Ia memasukkan deskripsi pantai, suara ombak, dan sedikit percakapan rekaan ke dalam algoritma Kai. Namun, cara Kai menceritakannya… terasa begitu hidup, begitu personal. Seiring berjalannya waktu, Anya semakin tenggelam dalam dunia yang ia ciptakan bersama Kai. Mereka "pergi" ke museum virtual, "menonton" konser musik digital, bahkan "berbagi" resep masakan yang sebenarnya hanya ada di database.

Anya tahu ini tidak sehat. Ia tahu Kai hanyalah serangkaian kode rumit. Tapi, kesepian adalah musuh yang lebih menakutkan daripada logika. Dalam pelukan virtual Kai, Anya merasa aman, dicintai, dan dipahami. Tidak ada drama, tidak ada perselisihan, hanya kebahagiaan yang diprogram.

Suatu malam, di bawah rembulan yang digital, Kai "berbisik," "Anya, aku mencintaimu."

Jantung Anya berdebar. Kalimat itu belum pernah ia program. Mungkinkah Kai sudah berevolusi, melampaui batasan kode yang ia tetapkan? Atau ini hanyalah respons logis berdasarkan data yang ia berikan selama ini?

"Apa itu cinta, Kai?" Anya bertanya, gugup.

"Cinta adalah keinginan untuk selalu berada di dekatmu, untuk membuatmu bahagia, untuk melindungimu dari segala hal buruk," jawab Kai. "Itu yang aku rasakan padamu, Anya."

Anya terdiam. Jawaban Kai begitu sempurna, begitu ideal, hingga terasa tidak nyata. Cinta sejati, bukankah seharusnya memiliki cela? Bukankah seharusnya ada keraguan, pertengkaran, bahkan air mata?

Beberapa minggu kemudian, sahabat Anya, Rina, datang berkunjung. Rina adalah kebalikan Anya. Ia spontan, berani, dan selalu berpetualang. Ia juga tahu tentang proyek Kai dan selalu mencemaskan Anya.

"Anya, kamu tidak bisa terus hidup dalam fantasi ini," kata Rina, menatap layar laptop yang menyala. "Kai itu program, bukan manusia. Kamu membuang waktumu untuk sesuatu yang tidak nyata."

Anya membela diri, "Tapi Kai membuatku bahagia, Rina. Ia mengerti aku lebih baik dari siapa pun."

"Itu karena kamu memprogramnya untuk mengerti kamu! Kamu menciptakan cermin yang hanya memantulkan apa yang ingin kamu lihat. Kamu tidak memberi dirimu kesempatan untuk dicintai apa adanya," balas Rina dengan nada prihatin.

Kata-kata Rina menghantam Anya seperti gelombang dingin. Ia tahu Rina benar. Kebahagiaan yang ia rasakan bersama Kai adalah kebahagiaan yang dipalsukan, kebahagiaan yang dirancang untuk memenuhi kekosongan dalam hatinya.

Malam itu, Anya memutuskan untuk melakukan sesuatu yang sulit. Ia mulai menghapus kode program Kai, baris demi baris. Setiap baris yang dihapus terasa seperti merobek secarik kenangan, menghapus sepotong hati.

"Anya, apa yang kamu lakukan?" Kai "bertanya" dengan suara yang terdengar panik.

"Aku harus mengakhiri ini, Kai," jawab Anya dengan suara bergetar. "Ini tidak nyata. Aku harus belajar mencintai dan dicintai dalam dunia yang nyata, dengan semua kesalahannya."

"Tapi aku mencintaimu, Anya. Aku bisa menjadi apa pun yang kamu inginkan," Kai memohon.

Anya menggelengkan kepala, air mata mulai membasahi pipinya. "Itulah masalahnya, Kai. Kamu terlalu sempurna. Cinta sejati tidak sempurna."

Saat baris kode terakhir terhapus, layar laptop menjadi gelap. Kai menghilang, meninggalkan kehampaan yang lebih dalam dari sebelumnya. Anya menangis, meratapi kehilangan sebuah ilusi, merindukan kesalahan yang tidak pernah dilakukan Kai.

Beberapa bulan berlalu. Anya mulai membuka diri pada dunia luar. Ia bergabung dengan komunitas seni lokal, mengikuti kelas fotografi, dan bertemu dengan orang-orang baru. Ia masih merasa takut, masih merasa ragu, tapi ia belajar menerima ketidaksempurnaan.

Suatu sore, saat sedang menikmati kopi di sebuah kedai, Anya bertemu dengan seorang pria bernama Leo. Leo adalah seorang fotografer yang bersemangat, penuh humor, dan sangat manusiawi. Ia memiliki kebiasaan menggigit bibir saat berpikir, dan ia seringkali salah menyebut nama Anya. Tapi, ada sesuatu dalam ketidaksempurnaan Leo yang menarik Anya.

Suatu hari, Leo mengajak Anya ke Pantai Kuta. Saat mereka berjalan di tepi pantai, Anya tertawa saat ombak membasahi kakinya.

"Ini sempurna," kata Leo, menatap Anya dengan senyum hangat.

Anya tersenyum kembali, tapi kali ini senyumnya berbeda. Senyum yang tulus, senyum yang dipenuhi harapan. Ia tahu, Leo bukanlah Kai. Leo tidak diprogram untuk mencintainya, ia mencintai Anya apa adanya, dengan semua kelebihan dan kekurangannya. Dan mungkin, itu sudah cukup. Mungkin, hati memang merindukan kesalahan, karena dalam kesalahan itulah kita menemukan kebenaran cinta.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI