Aplikasi Kencan AI: Cinta di Ujung Algoritma Kesempurnaan?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 07:58:54 wib
Dibaca: 160 kali
Debu-debu digital memenuhi ruang hampa di antara jemariku dan layar ponsel. Pandanganku terpaku pada sederetan profil yang muncul di aplikasi kencan AI, "SoulMate 3.0". Di era ini, mencari cinta sudah berevolusi menjadi proses algoritmik, sebuah tarian data yang rumit namun menjanjikan kesempurnaan. SoulMate 3.0 bukan aplikasi kencan biasa. Ia mengklaim mampu menganalisis kepribadian, minat, bahkan genetik penggunanya untuk menemukan pasangan yang paling kompatibel.

Dulu, aku mencibir gagasan ini. Cinta, bagiku, adalah tentang kejutan, tentang koneksi spontan yang tak terduga. Tapi, setelah bertahun-tahun berkencan dengan orang yang salah, hatiku lelah. Aku menyerah pada romantisme usang dan memutuskan untuk mempercayai sains. Toh, apa salahnya mencoba?

Profil demi profil berlalu. Ada dokter yang suka mendaki gunung, seniman yang terobsesi dengan kucing, dan pengusaha yang gemar membaca puisi. Semuanya tampak sempurna di atas kertas, tapi entah kenapa, tidak ada yang berhasil menarik perhatianku. Aplikasi ini terus menampilkan profil yang "sesuai", namun hati nuraniku tetap kosong.

Hingga akhirnya, muncul profil seorang pria bernama Arion. Fotografer lepas dengan mata teduh dan senyum misterius. Deskripsinya singkat, namun jujur: "Mencari seseorang untuk berbagi keindahan dalam kesederhanaan." Algoritma SoulMate 3.0 mencatat skor kompatibilitas kami mencapai 97%. Tertinggi dari semua profil yang pernah kutemui.

Kami mulai bertukar pesan. Arion ternyata humoris, cerdas, dan memiliki ketertarikan yang sama denganku terhadap fotografi jalanan dan musik jazz. Obrolan kami mengalir begitu lancar, seolah kami sudah saling mengenal sejak lama. Setelah beberapa minggu, kami memutuskan untuk bertemu.

Kencan pertama kami di sebuah kedai kopi kecil yang nyaman. Arion datang tepat waktu, dengan senyum yang sama seperti di fotonya. Saat mata kami bertemu, ada sensasi aneh yang kurasakan. Bukan getaran romantis yang menggebu-gebu, melainkan perasaan familiar yang menenangkan.

Malam itu, kami berbicara tentang banyak hal. Tentang impian, ketakutan, dan pengalaman hidup yang membentuk kami. Arion mendengarkan dengan penuh perhatian, dan aku merasa nyaman berbagi segala hal dengannya. Kami tertawa bersama, bertukar cerita, dan bahkan menemukan kesamaan dalam hal-hal kecil yang tak terduga.

Kencan-kencan berikutnya sama menyenangkannya. Kami mengunjungi museum, menonton film klasik, dan menjelajahi sudut-sudut kota yang belum pernah kami lihat sebelumnya. Arion selalu tahu bagaimana membuatku tertawa, bagaimana membuatku merasa dihargai, dan bagaimana membuatku merasa menjadi diriku sendiri.

Hubungan kami berkembang dengan pesat. Kami semakin dekat, semakin intim, dan semakin bergantung satu sama lain. Aku mulai berpikir bahwa mungkin, algoritma itu benar. Mungkin, cinta memang bisa ditemukan melalui data dan analisis.

Namun, seiring berjalannya waktu, aku mulai merasakan ada sesuatu yang hilang. Sesuatu yang tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Hubungan kami terasa terlalu… sempurna. Terlalu terprediksi. Terlalu… dikendalikan.

Kami jarang bertengkar. Bahkan, ketika ada perbedaan pendapat, kami selalu berhasil menyelesaikannya dengan cara yang rasional dan logis. Tidak ada drama, tidak ada konflik, tidak ada gejolak emosi yang biasanya mewarnai sebuah hubungan.

Awalnya, aku merasa bersyukur atas hal itu. Aku berpikir bahwa aku telah menemukan hubungan yang sehat dan stabil, jauh dari drama dan kekacauan yang seringkali menghancurkan hubungan lain.

Tapi kemudian, aku mulai merindukan ketidaksempurnaan. Aku merindukan kejutan, tantangan, dan bahkan pertengkaran kecil yang bisa memicu gairah dan mempererat hubungan. Aku merindukan spontanitas dan ketidakpastian yang membuat hidup terasa lebih hidup.

Suatu malam, saat kami sedang makan malam di sebuah restoran mewah yang dipilih oleh SoulMate 3.0 karena "sesuai dengan preferensi kuliner kami", aku menyadari bahwa aku tidak bahagia. Aku duduk di seberang pria yang secara algoritmik sempurna untukku, namun aku merasa hampa.

"Arion," kataku, suaraku bergetar. "Aku… aku rasa kita perlu bicara."

Arion menatapku dengan tatapan bingung. "Ada apa, Sayang? Apa ada yang salah?"

Aku menarik napas dalam-dalam. "Aku… aku tidak yakin apakah ini berhasil."

Arion mengerutkan kening. "Apa maksudmu? Kita sangat cocok. Aplikasi itu membuktikannya."

"Aku tahu," kataku. "Tapi… itu masalahnya. Kita terlalu cocok. Terlalu terprediksi. Aku merasa seperti kita sedang menjalani skenario yang telah ditulis oleh sebuah algoritma."

Arion terdiam sejenak, lalu berkata dengan nada dingin, "Jadi, kau menyalahkan aplikasi ini?"

"Bukan itu maksudku," kataku. "Aku hanya… aku merindukan ketidaksempurnaan. Aku merindukan sesuatu yang lebih… organik."

"Organik?" Arion tertawa sinis. "Kau tahu betapa sulitnya menemukan cinta di dunia yang kacau ini? Aplikasi ini memberimu solusi. Ini memberimu kepastian. Mengapa kau ingin menolaknya?"

"Karena kepastian bukanlah segalanya," kataku. "Aku ingin merasakan sesuatu yang lebih dari sekadar kecocokan algoritmik. Aku ingin merasakan cinta yang tulus, yang tumbuh secara alami, dengan segala kelebihan dan kekurangannya."

Malam itu, kami berpisah dengan perasaan yang hancur. Aku menghapus aplikasi SoulMate 3.0 dari ponselku. Aku kembali ke dunia kencan yang tak pasti, penuh dengan risiko dan kemungkinan.

Aku tidak tahu apakah aku akan menemukan cinta lagi. Tapi, satu hal yang pasti: aku tidak akan pernah lagi mempercayai algoritma untuk menentukan takdir hatiku. Cinta, bagiku, haruslah sebuah perjalanan, bukan sebuah formula. Cinta haruslah sebuah petualangan, bukan sebuah prediksi. Cinta haruslah sebuah ketidaksempurnaan yang indah, bukan kesempurnaan yang hampa. Karena, pada akhirnya, cinta sejati adalah tentang menemukan keindahan dalam ketidaksempurnaan, bukan tentang mencari kesempurnaan di ujung algoritma.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI