Udara malam di Seoul terasa dingin menusuk kulit. Ji-hoon menarik syalnya lebih rapat, menatap layar ponselnya yang berpendar. Aplikasi 'SoulMate', ciptaannya sendiri, menampilkan serangkaian kode rumit yang berputar-putar, mencoba menemukan benang merah takdir di antara jutaan pengguna. Ji-hoon adalah seorang programmer jenius, tapi soal cinta, ia buta aksara. Ia menciptakan SoulMate dengan harapan, suatu hari, algoritma buatannya akan membisikkan namanya sendiri ke telinganya, memberitahukan siapa belahan jiwanya.
Selama berbulan-bulan, ia menyempurnakan SoulMate, menanamkan variabel kepribadian, preferensi, bahkan pola tidur ke dalam algoritmanya. Hasilnya adalah aplikasi yang bisa memprediksi kecocokan dengan akurasi yang, menurutnya, nyaris sempurna. Teman-temannya menggunakan SoulMate dan menemukan pasangan. Bahkan ibunya, yang skeptis terhadap teknologi, kini menjalin hubungan manis dengan seseorang yang direkomendasikan oleh aplikasi itu. Tapi Ji-hoon? Ia tetap sendirian, kode-kode cintanya belum menemukan jawaban.
Malam ini, ia memutuskan untuk melakukan pengujian terakhir. Ia memasukkan semua datanya ke dalam SoulMate, membiarkan algoritma bekerja semalaman. Ia berharap, kali ini, ia akan menemukan pencerahan. Ia memejamkan mata, membayangkan sosok yang selama ini ia cari: seorang wanita yang cerdas, berani, dan memiliki selera humor yang sama dengannya. Seseorang yang mengerti kompleksitas kode dan keindahan matahari terbit.
Keesokan paginya, ia terbangun dengan jantung berdebar. Ia meraih ponselnya dan membuka SoulMate. Layar menyala, menampilkan pesan sederhana: "Analisis Selesai."
Napas Ji-hoon tercekat. Inilah saatnya. Ia menyentuh tombol 'Lihat Hasil'. Sebuah foto muncul di layar. Bukan foto seorang wanita cantik dengan senyum menggoda, melainkan sebuah kode QR. Bingung, Ji-hoon memindai kode itu. Sebuah baris kode muncul di layar, kode yang sangat familiar. Itu adalah kode yang ia gunakan untuk memprogram salah satu fitur terpenting SoulMate: fitur rekomendasi buku.
Di bawah baris kode itu, muncul sebuah pesan singkat: "Cinta Itu Kamu?"
Ji-hoon terpaku. Ia tidak mengerti. Apakah ini kesalahan? Apakah algoritmanya rusak? Ia mencoba menjalankan ulang analisis, tapi hasilnya tetap sama. Kode QR, kode rekomendasi buku, dan pesan itu.
Frustrasi, Ji-hoon melempar ponselnya ke tempat tidur. Ia bangkit dan pergi ke dapur untuk membuat kopi. Saat ia menunggu air mendidih, pikirannya berkecamuk. Apa maksud semua ini? Apakah SoulMate mengatakan bahwa ia harus mencintai dirinya sendiri? Itu konyol. Ia membutuhkan cinta dari orang lain, bukan refleksi diri yang sempurna.
Saat ia kembali ke kamar dengan secangkir kopi, ia melihat ponselnya berdering. Itu adalah Yuna, teman sekantornya. Yuna adalah seorang desainer grafis yang bekerja di tim marketing SoulMate. Ia selalu ceria, pekerja keras, dan memiliki senyum yang menular. Ji-hoon diam-diam mengaguminya, tapi ia tidak pernah berani mengungkapkan perasaannya. Ia takut merusak persahabatan mereka.
"Ji-hoon, maaf mengganggu pagi-pagi begini," kata Yuna dari seberang telepon. "Tapi aku punya masalah dengan aplikasi SoulMate. Aku tidak sengaja memindai kode QR yang kamu gunakan untuk fitur rekomendasi buku, dan sekarang aplikasiku terus-menerus mengirimkan pesan 'Cinta Itu Kamu?' Aku sudah mencoba menghapusnya, tapi tidak bisa."
Jantung Ji-hoon berdegup kencang. Kode QR itu… pesan itu… semuanya terhubung ke Yuna.
"Yuna," kata Ji-hoon dengan suara bergetar. "Apa… apa kamu juga menggunakan SoulMate?"
"Tentu saja. Aku selalu ingin tahu siapa yang cocok denganku, dan aku percaya pada kejeniusanmu," jawab Yuna. "Kenapa?"
Ji-hoon menarik napas dalam-dalam. "Yuna, sebenarnya… SoulMate memindai dataku semalaman, mencoba menemukan pasanganku. Dan hasilnya… hasilnya aneh. Aplikasi itu menampilkan kode QR fitur rekomendasi buku dan pesan 'Cinta Itu Kamu?'"
Terdengar keheningan di seberang telepon. Lalu, Yuna tertawa. Tawa itu renyah dan menenangkan, membuat Ji-hoon merasa anehnya nyaman.
"Ji-hoon," kata Yuna setelah tawanya mereda. "Kamu tahu, aku selalu suka dengan fitur rekomendasi buku di SoulMate. Aku sudah membaca semua buku yang kamu rekomendasikan, dan aku sangat menikmatinya. Seleramu luar biasa."
"Benarkah?" tanya Ji-hoon, terkejut.
"Benar. Dan pesan 'Cinta Itu Kamu?'… aku rasa itu lucu dan manis. Aku selalu menganggapmu sebagai teman yang baik, Ji-hoon. Kamu cerdas, lucu, dan selalu ada untukku."
Ji-hoon merasa pipinya memanas. "Jadi… apa yang kamu katakan?"
"Aku mengatakan," kata Yuna, suaranya menjadi lebih lembut, "mungkin algoritma buatanku tidak sepenuhnya salah. Mungkin… cinta itu memang kamu, Ji-hoon. Tapi mungkin juga, algoritma itu hanya membutuhkan sedikit bantuan dari takdir."
Ji-hoon tersenyum. Ia akhirnya mengerti. Algoritma mungkin bisa menemukan kecocokan, tapi cinta sejati membutuhkan keberanian untuk melangkah maju dan mengungkapkan perasaan. Ia tidak bisa hanya bersembunyi di balik kode dan menunggu takdir mengetuk pintunya.
"Yuna," kata Ji-hoon. "Bisakah kita bertemu? Aku ingin membicarakan ini lebih lanjut."
"Tentu saja, Ji-hoon," jawab Yuna. "Aku akan menunggumu di kafe dekat kantor. Jam makan siang?"
"Sempurna," kata Ji-hoon. Ia mematikan telepon, merasa lebih bahagia dari sebelumnya. Ia menatap layar ponselnya sekali lagi, melihat kode QR dan pesan 'Cinta Itu Kamu?' Ia tersenyum. Algoritma mungkin hanya berbisik, tapi bisikan itu sudah cukup untuk membimbingnya menuju cinta. Ia tahu bahwa perjalanannya baru saja dimulai, tetapi kali ini, ia tidak sendirian. Ia memiliki Yuna, dan ia memiliki harapan. Ia memiliki cinta, yang berbisik lembut di dalam hatinya. Dan mungkin, itu adalah kode yang paling indah yang pernah ia tulis.