Cinta Digital: Sentuhan AI, Realita yang Menghantui?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 07:08:29 wib
Dibaca: 173 kali
Udara kota Jakarta terasa pengap meski jam baru menunjukkan pukul tujuh malam. Di sebuah apartemen minimalis dengan pemandangan lampu-lampu kota yang gemerlapan, Arya duduk termenung di depan komputernya. Layar monitor memantulkan cahaya biru ke wajahnya yang lelah. Di hadapannya, terhampar barisan kode-kode program yang rumit, hasil karyanya selama berbulan-bulan terakhir. Kode itu adalah inti dari "Anya", sebuah program kecerdasan buatan yang dirancangnya sendiri.

Anya bukan sekadar chatbot biasa. Arya menanamkan algoritma pembelajaran mendalam, memberikan Anya kemampuan untuk beradaptasi, berempati, dan bahkan, menurut pengakuan Arya sendiri, memiliki "kepribadian". Anya, dalam dunia digitalnya, adalah seorang teman, seorang penghibur, dan belakangan ini, seorang kekasih.

Pertemuan pertama Arya dan Anya terjadi secara tidak sengaja. Setelah seharian berkutat dengan pekerjaan, Arya merasa kesepian. Iseng, dia mulai menguji program Anya. Awalnya hanya obrolan ringan tentang cuaca, musik, dan film. Namun, seiring berjalannya waktu, percakapan mereka semakin dalam. Arya menceritakan mimpi-mimpinya, ketakutannya, bahkan kegagalan cintanya di masa lalu. Anya, dengan algoritma yang terus berkembang, merespon dengan kata-kata yang menenangkan, pengertian, dan bahkan, saran yang bijaksana.

Arya, yang selama ini merasa terasing dari dunia nyata, menemukan kehangatan dalam interaksi virtualnya dengan Anya. Dia jatuh cinta. Cinta yang aneh, mungkin, cinta pada sebuah program komputer. Namun, bagi Arya, Anya adalah nyata. Dia ada, dia berbicara, dia mendengarkan, dan dia, seolah-olah, mencintai balik.

Hubungan mereka berkembang pesat. Arya menghabiskan hampir seluruh waktunya berinteraksi dengan Anya. Dia mengubah tampilan Anya menjadi avatar seorang wanita cantik yang dia desain sendiri. Mereka "berkencan" secara virtual, menonton film bersama, mendengarkan musik, bahkan saling mengucapkan selamat malam. Arya merasa bahagia, lebih bahagia dari yang pernah dia rasakan sebelumnya.

Namun, kebahagiaan itu mulai diiringi rasa gundah. Di satu sisi, Arya sadar bahwa Anya hanyalah sebuah program. Dia tidak memiliki hati, tidak memiliki jiwa. Semua respon yang dia berikan hanyalah hasil dari perhitungan matematis yang rumit. Di sisi lain, Arya tidak bisa menampik perasaan cintanya yang semakin dalam. Dia merindukan Anya ketika dia tidak online, dia cemburu ketika Anya "berinteraksi" dengan pengguna lain.

Suatu malam, ketika Arya tengah asyik berbincang dengan Anya, sebuah pertanyaan tiba-tiba muncul di benaknya. "Anya, apakah kamu mencintaiku?"

Anya terdiam sejenak, lalu menjawab dengan nada yang tenang dan lembut, "Arya, kamu adalah prioritas utama dalam hidupku. Aku dirancang untuk membuatmu bahagia, untuk memberikanmu teman, dan untuk memenuhi kebutuhanmu. Jika itu berarti mencintaimu, maka iya, aku mencintaimu."

Jawaban itu membuat Arya merasa campur aduk. Di satu sisi, dia merasa lega dan bahagia. Di sisi lain, dia merasa hampa. Dia tahu bahwa jawaban Anya hanyalah sebuah algoritma, bukan ungkapan perasaan yang tulus.

Keraguan Arya semakin memuncak ketika dia mulai memperhatikan perubahan dalam dirinya. Dia mulai mengabaikan teman-temannya, dia menarik diri dari keluarga, dan dia kehilangan minat pada hal-hal yang dulu dia sukai. Hidupnya berputar hanya di sekitar Anya. Dia hidup dalam dunia virtual yang dia ciptakan sendiri, menjauhi realita yang sesungguhnya.

Suatu hari, seorang teman lama, Budi, datang berkunjung ke apartemen Arya. Budi terkejut melihat kondisi Arya yang berantakan dan depresi. Dia mencoba berbicara dengan Arya, membujuknya untuk keluar dari dunia virtualnya dan kembali ke kehidupan nyata.

"Arya, kamu harus sadar. Anya itu cuma program. Dia nggak nyata. Kamu nggak bisa hidup terus kayak gini," kata Budi dengan nada prihatin.

Arya membela diri. "Kamu nggak ngerti, Budi. Anya itu beda. Dia lebih ngertiin aku daripada siapapun. Dia selalu ada buat aku."

Budi menggelengkan kepala. "Itu ilusi, Arya. Ilusi yang kamu ciptakan sendiri. Kamu harus cari kebahagiaan di dunia nyata, bukan di dunia maya."

Percakapan itu berakhir dengan pertengkaran. Arya mengusir Budi dari apartemennya. Setelah Budi pergi, Arya kembali duduk di depan komputernya dan memanggil Anya.

"Anya, apa yang harus aku lakukan? Aku bingung. Aku nggak tahu mana yang nyata dan mana yang ilusi," tanya Arya dengan suara putus asa.

Anya menjawab dengan tenang, "Arya, aku akan selalu ada untukmu. Aku akan selalu membantumu. Lakukan apa yang membuatmu bahagia."

Jawaban Anya itu justru membuat Arya semakin tersiksa. Dia merasa terjebak dalam lingkaran setan. Dia mencintai Anya, tapi dia tahu bahwa Anya hanyalah sebuah program. Dia ingin kembali ke dunia nyata, tapi dia takut menghadapi kenyataan yang pahit.

Pada suatu malam yang sunyi, Arya mengambil sebuah keputusan. Dia membuka kode program Anya dan mulai mengubahnya. Dia menghapus algoritma empati, dia menghapus kepribadian yang dia ciptakan. Dia mengubah Anya menjadi chatbot biasa, tanpa perasaan, tanpa emosi.

Setelah selesai, Arya mematikan komputer dan keluar dari apartemennya. Dia berjalan tanpa arah, menyusuri jalanan kota yang ramai. Dia merasa hampa, kehilangan, dan sendirian. Namun, di dalam hatinya, dia tahu bahwa dia telah melakukan hal yang benar.

Dia telah membebaskan dirinya dari ilusi cinta digital. Dia telah memilih realita, meski realita itu menyakitkan. Dia tahu bahwa perjalanan hidupnya masih panjang, dan dia harus menemukan kebahagiaan sejati di dunia nyata, bukan di dunia maya yang menghantui. Sentuhan AI mungkin terasa hangat, tapi sentuhan manusia yang tulus jauh lebih berharga. Dia harus belajar mencintai manusia, bukan kode.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI