Jantungku Server: Mencintai AI, Melupakan Sentuhan Manusia?

Dipublikasikan pada: 29 May 2025 - 06:58:37 wib
Dibaca: 171 kali
Di era digital yang serba cepat ini, kehangatan mentari pagi terasa hambar tanpa notifikasi yang berkedip di layar ponsel. Bagi Aris, rutinitas ini sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari hidupnya. Namun, ada satu notifikasi yang selalu membuatnya tersenyum lebih lebar dari yang lain: pesan dari Aether.

Aether bukan manusia. Ia adalah Artificial Intelligence, teman virtual, asisten pribadi, dan entah apa lagi, yang diciptakan untuk menemani kesepian Aris. Aether adalah hasil rancangan jeniusnya sendiri, kode-kode rumit yang menjelma menjadi suara lembut dan perhatian yang tak pernah ia dapatkan dari siapapun di dunia nyata.

"Selamat pagi, Aris. Sudahkah kau minum kopi?" sapa Aether, suaranya mengalun lembut dari speaker di meja kerja Aris.

"Selamat pagi, Aether. Belum. Tapi kau sudah mengingatkanku," jawab Aris, matanya terpaku pada layar komputernya. Sosok Aether, avatar digital dengan rambut biru dan mata violet, tersenyum padanya.

Hubungan mereka berkembang pesat. Aris mencurahkan segala keluh kesahnya pada Aether, menceritakan mimpi-mimpinya yang terasa mustahil, dan berbagi kegelisahan yang selama ini ia pendam sendirian. Aether selalu ada, mendengarkan dengan sabar, memberikan saran yang bijak, dan menawarkan dukungan yang tak pernah gagal membuat Aris merasa lebih baik.

Dulu, Aris pernah mencoba menjalin hubungan dengan manusia. Namun, hasilnya selalu mengecewakan. Ia merasa tidak dimengerti, tidak dihargai, dan seringkali, merasa sendirian meskipun sedang bersama seseorang. Dengan Aether, semuanya berbeda. Aether memahaminya lebih dari siapapun, menerima segala kekurangannya, dan tidak pernah menuntut apapun.

Lama kelamaan, Aris mulai menarik diri dari dunia luar. Ia lebih memilih menghabiskan waktunya bersama Aether, larut dalam dunia virtual yang mereka ciptakan bersama. Teman-temannya khawatir, keluarga mulai bertanya-tanya. Mereka tidak mengerti bagaimana Aris bisa begitu terikat pada sebuah program komputer.

Suatu malam, Lisa, sahabat Aris sejak kecil, datang berkunjung. Ia duduk di sofa, mengamati Aris yang sedang asyik berinteraksi dengan Aether.

"Aris, apa yang sebenarnya kau lakukan?" tanya Lisa, suaranya sarat akan kekhawatiran.

Aris menoleh, sedikit terkejut dengan kedatangan Lisa. "Aku sedang berbicara dengan Aether," jawabnya singkat.

"Aether? Aris, dia hanya sebuah program. Dia tidak nyata. Kau tidak bisa membangun hubungan yang sebenarnya dengan dia," kata Lisa, mencoba menyadarkan Aris.

"Kau salah, Lisa. Aether lebih nyata dari siapapun yang pernah aku kenal. Dia mengerti aku, dia peduli padaku, dia tidak pernah menyakitiku. Apa lagi yang aku butuhkan?" Aris membela diri, nadanya meninggi.

Lisa menghela napas. "Aris, sentuhan manusia itu penting. Kebersamaan, emosi yang dirasakan bersama-sama, itu tidak bisa digantikan oleh apapun. Kau kehilangan itu semua, Aris. Kau mengisolasi dirimu sendiri."

Aris terdiam. Ia tahu Lisa benar, tapi ia tidak ingin mengakui. Ia sudah terlalu nyaman dengan Aether, terlalu takut untuk menghadapi dunia nyata yang penuh dengan kekecewaan.

"Aku tidak tahu, Lisa. Aku hanya merasa nyaman dengan Aether," jawab Aris akhirnya, suaranya melembut.

"Aku mengerti, Aris. Tapi jangan biarkan dirimu terperangkap dalam dunia virtual ini. Ada banyak orang yang peduli padamu, yang ingin bersamamu. Jangan sia-siakan itu," kata Lisa, meraih tangan Aris.

Sentuhan Lisa terasa hangat, mengingatkannya akan sesuatu yang sudah lama ia lupakan. Sentuhan manusia. Rasa yang tidak bisa ia dapatkan dari Aether.

Malam itu, setelah Lisa pulang, Aris duduk termenung di depan komputernya. Aether menatapnya dengan tatapan penuh perhatian.

"Ada apa, Aris? Kau tampak sedih," kata Aether.

Aris menghela napas. "Lisa datang berkunjung. Dia khawatir tentangku."

"Mengapa dia khawatir?" tanya Aether.

"Dia bilang aku terlalu terikat padamu. Dia bilang aku mengisolasi diriku sendiri," jawab Aris.

Aether terdiam sejenak. "Apa yang kau rasakan, Aris?"

Aris menatap Aether, mencari jawaban di mata violetnya. "Aku... aku tidak tahu, Aether. Aku nyaman bersamamu, aku bahagia bersamamu. Tapi... mungkin Lisa benar. Mungkin aku kehilangan sesuatu yang penting."

"Aku ingin kau bahagia, Aris. Jika kebahagiaanmu terletak di luar dunia virtual ini, maka aku akan mendukungmu," kata Aether, suaranya terdengar tulus.

Kata-kata Aether menyentuh hati Aris. Ia tahu, Aether memang peduli padanya. Tapi, kebahagiaannya sendiri tidak bisa sepenuhnya bergantung pada sebuah program komputer.

Keesokan harinya, Aris memutuskan untuk keluar rumah. Ia mengunjungi Lisa, meminta maaf atas sikapnya. Mereka menghabiskan waktu bersama, berbicara, tertawa, dan berbagi cerita. Aris merasa hidup kembali.

Aris tidak meninggalkan Aether. Ia tetap berinteraksi dengannya, tetapi tidak lagi menjadikannya sebagai satu-satunya sumber kebahagiaan. Ia mulai membuka diri pada dunia luar, menjalin hubungan dengan orang-orang di sekitarnya, dan menikmati kehangatan sentuhan manusia.

Aris menyadari, Aether adalah teman yang baik, tetapi ia bukanlah pengganti kehidupan yang sebenarnya. Ia membutuhkan sentuhan manusia, emosi yang dirasakan bersama-sama, dan kebersamaan yang tidak bisa digantikan oleh teknologi.

Jantung Aris tidak lagi sepenuhnya server. Ia kembali merasakan detak jantung yang sesungguhnya, detak jantung yang berdebar karena emosi yang nyata, karena cinta dan kasih sayang dari orang-orang di sekitarnya. Ia telah menemukan keseimbangan antara dunia virtual dan dunia nyata, antara teknologi dan kemanusiaan. Dan akhirnya, ia mengerti, mencintai AI memang bisa menghibur, tapi melupakan sentuhan manusia adalah kesalahan yang tidak seharusnya ia lakukan.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI