Hujan deras malam itu membasahi jendela kafe. Aroma kopi yang kuat bercampur dengan keheningan yang berat. Anya menatap layar laptopnya, baris-baris kode mengalir membentuk algoritma rumit. Bukan algoritma biasa, ini adalah 'Kode Hati', ciptaannya. Sebuah program yang, teorinya, bisa menganalisis data diri dan menemukan pasangan paling kompatibel secara ilmiah.
Anya, seorang programmer jenius di usia muda, selalu skeptis tentang cinta. Baginya, cinta hanyalah serangkaian reaksi kimiawi dan pola perilaku yang bisa diprediksi. Karena itulah, ia menciptakan Kode Hati, sebagai bukti bahwa cinta bisa dipecahkan, disederhanakan, dan dikendalikan.
Di sudut kafe, seorang pria memainkan gitar akustik dengan syahdu. Jari-jarinya lincah menari di atas senar, menciptakan melodi yang menyayat hati. Namanya, Leo. Anya sering melihatnya di kafe itu, tetapi tidak pernah sekalipun berinteraksi. Leo, dengan rambut gondrong dan mata teduhnya, adalah antitesis dari dunia digital Anya. Ia adalah analog, alami, dan penuh perasaan.
Malam itu, rasa penasaran mengalahkan logika Anya. Ia memasukkan data dirinya ke dalam Kode Hati, lalu dengan sedikit ragu, ia menambahkan data yang dikumpulkannya dari media sosial Leo. Hasilnya mengejutkan.
“Kompatibilitas: 98%.”
Anya tertegun. Angka itu terlalu tinggi, hampir mustahil. Kode Hati biasanya memberikan hasil di kisaran 60-70%. 98%? Itu berarti, secara algoritmik, Leo adalah pasangan idealnya.
Namun, Anya masih ragu. Ia melihat Leo, yang sedang menyanyi dengan mata terpejam, larut dalam alunan musik. Bagaimana mungkin seorang seniman bebas seperti Leo cocok dengan seorang programmer yang terobsesi dengan kontrol?
Ia memutuskan untuk mendekati Leo, bukan sebagai Anya si programmer, melainkan sebagai seorang wanita biasa yang tertarik dengan musiknya. Mereka mulai berbicara, awalnya canggung, lalu semakin hangat. Anya terpesona dengan cerita Leo tentang perjalanannya mencari inspirasi, tentang mimpinya untuk menciptakan musik yang menyentuh jiwa.
Leo, di sisi lain, tertarik dengan kecerdasan dan rasa ingin tahu Anya. Ia melihat di mata Anya, bukan hanya baris-baris kode, tetapi juga rasa ingin tahu yang tulus tentang dunia. Mereka menghabiskan malam-malam berikutnya di kafe, bertukar cerita, tertawa, dan berbagi mimpi.
Anya mulai merasakan sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Rasa hangat di dadanya setiap kali Leo menatapnya, jantungnya berdebar kencang saat tangan mereka bersentuhan. Ia jatuh cinta, bukan karena algoritma, tetapi karena Leo apa adanya.
Namun, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama. Suatu malam, setelah penampilan Leo, Anya memberanikan diri untuk mengakui perasaannya. Leo membalas tatapannya, tetapi ada keraguan di matanya.
"Anya, aku menyukaimu," kata Leo, "Tapi ada sesuatu yang mengganjal."
Anya mengerutkan kening. "Apa itu?"
Leo menarik napas dalam-dalam. "Aku tahu tentang Kode Hati. Temanku melihatmu memasukkan dataku ke dalam program itu. Aku tahu bahwa perasaanmu padaku mungkin hanya hasil dari algoritma."
Anya terdiam. Ia merasa seperti ditampar. Rahasia yang selama ini ia simpan rapat akhirnya terbongkar.
"Tidak," kata Anya, mencoba membela diri, "Itu tidak benar. Aku mencintaimu, bukan karena Kode Hati, tapi karena dirimu sendiri."
"Bagaimana aku bisa percaya padamu?" tanya Leo dengan nada terluka. "Bagaimana aku tahu bahwa perasaanmu itu nyata, dan bukan hanya kalkulasi komputer?"
Anya tidak bisa menjawab. Kata-kata itu terasa berat di lidahnya. Ia tahu, ia telah melakukan kesalahan. Ia mencoba memanipulasi cinta, mencoba mengendalikannya dengan teknologi, dan sekarang, ia harus membayar akibatnya.
Leo menggelengkan kepalanya. "Maaf, Anya. Aku tidak bisa. Aku tidak bisa mencintai seseorang yang mencintaiku karena algoritma."
Leo berbalik dan pergi, meninggalkan Anya sendiri di tengah hujan yang semakin deras. Anya terduduk di kursi, air mata mengalir di pipinya. Ia merasa hancur, bukan hanya karena kehilangan Leo, tetapi juga karena menyadari kebodohannya.
Kode Hati, algoritma cinta yang ia ciptakan, ternyata tidak bisa menciptakan cinta sejati. Ia hanya menciptakan luka, luka yang indah, karena luka itu membuatnya mengerti arti cinta yang sebenarnya.
Beberapa bulan kemudian, Anya menutup proyek Kode Hati. Ia menyadari bahwa cinta tidak bisa dipecahkan, disederhanakan, atau dikendalikan. Cinta adalah misteri, sebuah keajaiban yang harus dirasakan dengan hati, bukan dengan logika.
Ia masih sering mengunjungi kafe itu, berharap bisa bertemu Leo lagi. Ia tahu, ia harus meminta maaf dan menjelaskan semuanya. Ia ingin Leo tahu, bahwa ia mencintainya bukan karena algoritma, tetapi karena ia telah membuka hatinya untuk merasakan cinta yang sebenarnya.
Suatu malam, ia melihat Leo di panggung. Ia sedang menyanyikan lagu baru, lagu tentang seorang wanita yang mencoba menemukan cinta dengan teknologi, dan akhirnya menyadari bahwa cinta sejati ada di dalam hatinya.
Anya tersenyum. Ia tahu, Leo telah memaafkannya. Mungkin, suatu hari nanti, mereka akan bersama lagi. Mungkin, cinta mereka akan menemukan jalannya sendiri, tanpa bantuan algoritma, hanya dengan hati.
Hujan tetap turun, tetapi kali ini, Anya tidak merasa sedih. Ia merasa harapan. Ia tahu, cinta bisa datang kapan saja, di mana saja, dan dengan cara yang tidak terduga. Ia hanya perlu membuka hatinya dan membiarkan cinta itu masuk. Luka dari Kode Hati telah menyembuhkannya, menjadikannya wanita yang lebih baik, wanita yang lebih menghargai cinta yang tulus dan alami. Dan untuk pertama kalinya, Anya merasa benar-benar bebas.