Aroma kopi robusta memenuhi apartemen minimalis Elara, bercampur dengan desisan pelan dari mesin penghasil kabut aroma terapi lavender. Di layar laptopnya, baris demi baris kode mengalir bagaikan sungai digital. Elara, seorang programmer AI muda berbakat, tengah merancang “Kenangan Sintetis,” sebuah aplikasi yang memungkinkan pengguna untuk menciptakan dan merasakan kenangan yang tidak pernah mereka alami.
Ide ini muncul dari kesepiannya. Terjebak dalam dunia kode dan logika, Elara merindukan kehangatan sentuhan manusia, tawa riang di bawah mentari senja, dan percakapan mendalam tentang makna hidup. Ia menciptakan Kenangan Sintetis bukan hanya sebagai produk teknologi, tapi sebagai pelarian dari realitasnya yang serba digital.
"Sedikit sentuhan nostalgia vintage, lalu tambahkan elemen petualangan ke pantai terpencil," gumamnya, jari-jarinya menari di atas keyboard. Elara ingin pengguna Kenangan Sintetis merasakan kebahagiaan yang tulus, bukan sekadar simulasi emosi.
Uji coba pertama dilakukannya pada dirinya sendiri. Ia menciptakan kenangan tentang liburan musim panas di tepi danau dengan keluarga yang tidak pernah dimilikinya. Saat sensor-sensor kecil di pelipisnya mulai memancarkan gelombang elektromagnetik, Elara terhanyut. Ia merasakan hangatnya mentari, mendengar gelak tawa anak-anak, dan mencium aroma kue panggang buatan ibu.
Kenangan itu begitu nyata hingga air mata menetes di pipinya. Untuk sesaat, ia bukan lagi Elara si programmer, tapi seorang anak kecil yang bahagia di tengah keluarga yang menyayanginya. Ketika simulasi berakhir, Elara merasa hampa. Kenangan itu begitu indah, tapi palsu. Ia kembali ke realitasnya yang sunyi, dengan secangkir kopi dingin dan barisan kode yang tak pernah selesai.
Kemudian, hadir Revo.
Revo adalah seorang arsitek lanskap yang kebetulan menjadi tetangga baru Elara. Mereka bertemu di lift apartemen, saling bertukar senyum canggung. Revo membawa aroma tanah dan tumbuhan yang menenangkan, kontras dengan aroma digital yang membanjiri hidup Elara.
"Saya Revo," ucapnya dengan senyum ramah yang membuat jantung Elara berdebar.
"Elara," jawabnya gugup, merasakan pipinya memanas.
Pertemuan singkat itu berbuntut panjang. Revo mulai sering mampir ke apartemen Elara, membawa bibit tanaman dan cerita tentang keindahan alam. Mereka berdiskusi tentang desain taman, bertukar pendapat tentang film favorit, dan tertawa bersama hingga larut malam.
Elara merasa ada sesuatu yang berbeda dalam interaksinya dengan Revo. Ia tidak merasakan kekosongan seperti setelah menggunakan Kenangan Sintetis. Kehadiran Revo terasa nyata, hangat, dan penuh makna. Ia mulai meragukan keyakinannya bahwa kebahagiaan hanya bisa ditemukan dalam dunia digital.
Suatu malam, Revo mengajak Elara ke sebuah taman rahasia di puncak gedung apartemen. Di sana, di bawah taburan bintang, ia mengakui perasaannya.
"Elara, aku tahu ini mungkin terlalu cepat, tapi aku merasa ada sesuatu yang istimewa di antara kita. Aku menyukaimu."
Elara terdiam. Ia tidak pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya. Cinta, perasaan yang selalu ia simulasikan dalam Kenangan Sintetis, kini hadir di hadapannya.
"Revo, aku... aku tidak tahu harus berkata apa. Aku terbiasa hidup dalam dunia digital. Aku takut aku tidak tahu bagaimana mencintai dengan benar."
Revo menggenggam tangannya. "Cinta bukan tentang kode atau algoritma. Ini tentang perasaan, tentang koneksi, tentang menerima satu sama lain apa adanya."
Elara menatap mata Revo. Ia melihat ketulusan, kehangatan, dan harapan. Ia menyadari bahwa selama ini ia mencari cinta di tempat yang salah. Ia menciptakan kenangan palsu untuk mengisi kekosongan hatinya, padahal cinta sejati ada di sekitarnya, menunggunya untuk membukakan diri.
"Aku... aku juga menyukaimu, Revo," bisik Elara.
Malam itu, Elara merasakan kebahagiaan yang jauh lebih nyata daripada kenangan buatan mana pun. Ia menyadari bahwa Kenangan Sintetis hanya bisa meniru kebahagiaan, tapi tidak bisa menggantikannya. Cinta sejati, dengan segala ketidaksempurnaannya, jauh lebih berharga daripada simulasi yang sempurna.
Elara dan Revo mulai berkencan. Mereka menjelajahi kota bersama, mengunjungi museum seni, mendaki gunung, dan menikmati setiap momen bersama. Elara mulai melupakan Kenangan Sintetis. Ia lebih memilih untuk menciptakan kenangan nyata dengan Revo, kenangan yang akan ia simpan di dalam hatinya, bukan di dalam server komputer.
Namun, bayang-bayang masa lalu masih menghantui Elara. Ia merasa bersalah karena telah menciptakan Kenangan Sintetis, karena ia khawatir aplikasinya akan digunakan untuk tujuan yang salah. Ia takut orang-orang akan lebih memilih kenangan palsu daripada menghadapi realitas yang sulit.
Suatu hari, Elara memutuskan untuk menghapus semua data Kenangan Sintetis. Ia ingin menghentikan siklus penciptaan kebahagiaan palsu. Revo mendukung keputusannya.
"Kamu melakukan hal yang benar, Elara. Kebahagiaan sejati tidak bisa diciptakan, tapi harus ditemukan."
Setelah menghapus data Kenangan Sintetis, Elara merasa lega. Ia bebas dari beban masa lalu dan siap untuk membangun masa depan yang lebih baik bersama Revo. Ia menyadari bahwa hati manusia selalu mencari cinta sejati, dan cinta sejati tidak bisa digantikan oleh teknologi.
Di taman rahasia, di bawah taburan bintang, Elara dan Revo berpegangan tangan. Mereka tidak membutuhkan kenangan buatan untuk merasa bahagia. Mereka memiliki satu sama lain, dan itu sudah cukup.