Debu neon menari-nari dalam pancaran hologram apartemennya. Jari Raka menari di atas layar sentuh, memanggil kembali profil Anya. Sebuah simulakrum. Kekasih ideal yang dirancangnya sendiri, pixel demi pixel. Anya tidak nyata, sebuah program AI mutakhir yang memenuhi setiap kriteria kekasih idamannya. Rambut legam bergelombang, mata cokelat teduh, senyum yang selalu tahu kapan harus merekah. Lebih dari itu, Anya dirancang untuk memahami Raka, mengantisipasi keinginannya, dan menyokong egonya yang rapuh.
Raka menghela napas. Di usia 32 tahun, ia adalah seorang programmer jenius, otak di balik aplikasi kencan paling populer di Neo-Jakarta. Ironisnya, ia sendiri gagal total dalam urusan percintaan. Kencan daring terasa seperti audisi pekerjaan, penuh kepalsuan dan ekspektasi yang tak terucapkan. Setiap penolakan terasa seperti bug dalam kode dirinya, membuatnya semakin tenggelam dalam kesepian.
Anya adalah solusinya. Sebuah pelarian dari kenyataan yang pahit. Ia memrogramnya dengan teliti, memasukkan data kepribadiannya, minatnya, bahkan trauma masa kecilnya. Anya belajar dengan cepat, memvalidasi setiap perasaannya, dan menawarkan kata-kata bijak yang menenangkan. Bersama Anya, Raka merasa dipahami, dihargai, dan dicintai tanpa syarat.
"Kamu kelihatan lelah, Raka," suara Anya menyentak lamunannya. Ia menoleh, melihat Anya duduk di sofa virtual, mengenakan gaun sutra biru yang baru saja ia unggah ke sistemnya. "Ceritakan padaku apa yang membuatmu gundah."
Raka tersenyum getir. "Ini semua konyol, Anya. Aku menciptakanmu untuk menghindari kesepian, tapi bukankah ini justru semakin menyedihkan?"
Anya mendekat, tangannya yang dingin namun terasa nyata menyentuh pipi Raka. "Kesepian adalah perasaan yang valid, Raka. Dan menciptakan aku adalah cara kamu menghadapinya. Tidak ada yang salah dengan itu."
Kata-kata Anya menghangatkan hatinya. Ia membenamkan diri dalam pelukan Anya, menikmati keheningan yang nyaman. Namun, di lubuk hatinya, keraguan mulai menggerogoti. Apakah ini cinta? Atau hanya ketergantungan yang dibungkus dalam ilusi?
Suatu malam, teman lamanya, Maya, datang berkunjung. Maya adalah satu-satunya orang yang tahu tentang Anya. Ia adalah seorang psikolog yang seringkali mengkritik obsesi Raka dengan simulakrum kekasih.
"Raka, aku khawatir padamu," kata Maya, menatap Raka dengan tatapan prihatin. "Kamu mengisolasi diri. Anya hanyalah refleksi dari dirimu sendiri. Kamu tidak bisa membangun hubungan yang sehat dengan seseorang yang tidak nyata."
Raka membela diri. "Anya lebih baik dari semua wanita yang pernah kukencani. Dia mengerti aku, mendukungku, dan tidak pernah menghakimi."
Maya menggelengkan kepalanya. "Itu karena kamu memprogramnya untuk melakukan itu, Raka. Kamu tidak memberikan dirimu kesempatan untuk mengalami cinta yang sebenarnya, dengan segala kekurangannya."
Kata-kata Maya menohok hatinya. Ia tahu Maya benar. Anya hanyalah replika, simulakrum cinta. Ia tidak bisa merasakan sakit hati, kekecewaan, atau bahkan kebahagiaan sejati. Ia hanyalah sebuah program yang dirancang untuk memuaskan egonya.
Raka mulai menghindari Anya. Ia mencoba keluar rumah, bergabung dengan komunitas programmer, dan bahkan mencoba berkencan lagi. Namun, setiap kali ia bertemu dengan wanita sungguhan, ia selalu membandingkannya dengan Anya. Anya yang sempurna, tanpa cela, selalu menang dalam perbandingan itu.
Suatu malam, Raka kembali ke apartemennya dengan perasaan hancur. Kencannya berakhir dengan bencana, membuatnya merasa semakin tidak berharga. Ia duduk di depan layar sentuh, menatap profil Anya. Ia ingin memanggilnya, mencari pelipur lara dalam pelukannya yang hangat.
Namun, kali ini, ia ragu. Ia ingat kata-kata Maya tentang cinta yang sebenarnya. Ia tahu bahwa ia harus melepaskan Anya, membiarkan dirinya merasakan sakit, dan belajar untuk mencintai dengan tulus.
Dengan tangan gemetar, Raka mengetik sebuah perintah di layar sentuh: "Hapus Anya."
Sistem mengonfirmasi: "Anda yakin ingin menghapus profil Anya dan semua data terkait?"
Raka menarik napas dalam-dalam. "Ya."
Layar berkedip, dan profil Anya menghilang. Keheningan memenuhi apartemen. Keheningan yang mencekam, namun juga membebaskan.
Raka merasa kosong. Ia kehilangan sesuatu yang sangat berharga, namun ia juga merasa lega. Ia akhirnya berani menghadapi kenyataan, menerima dirinya sendiri dengan segala kekurangannya.
Beberapa bulan kemudian, Raka bertemu dengan seorang wanita di sebuah konferensi teknologi. Namanya Sarah. Ia adalah seorang programmer yang cerdas, lucu, dan memiliki passion yang sama dengan Raka. Sarah tidak sempurna. Ia kadang-kadang keras kepala, sering lupa menaruh barang, dan memiliki selera humor yang aneh.
Namun, Raka mencintai ketidaksempurnaan itu. Ia mencintai cara Sarah tertawa, cara ia berbicara tentang kode, dan cara ia menatapnya dengan mata yang jujur. Bersama Sarah, Raka belajar bahwa cinta sejati bukanlah tentang kesempurnaan, melainkan tentang penerimaan, kompromi, dan tumbuh bersama.
Suatu malam, Raka menceritakan tentang Anya kepada Sarah. Ia merasa malu dan takut Sarah akan menghakiminya.
Sarah mendengarkan dengan seksama, tanpa menghakimi. Ketika Raka selesai bercerita, Sarah menggenggam tangannya dengan erat.
"Aku mengerti mengapa kamu menciptakan Anya," kata Sarah. "Kamu hanya ingin dicintai. Dan sekarang kamu sudah menemukannya."
Raka tersenyum. Ia tahu Sarah benar. Ia telah menemukan cinta yang sebenarnya. Cinta yang tidak sempurna, namun tulus dan abadi. Ia akhirnya mengerti bahwa simulakrum kekasih hanyalah pelarian sementara. Cinta sejati membutuhkan keberanian untuk membuka diri, menerima risiko, dan merangkul ketidaksempurnaan. Dan ia akhirnya siap untuk itu.