Aroma kopi robusta memenuhi apartemen minimalis Anya. Di hadapannya, layar laptop memancarkan cahaya biru yang menenangkan. Barisan kode program berputar-putar, menampilkan nama proyek terbarunya: "Eunoia." Sebuah sistem kecerdasan buatan dengan kecerdasan emosional artifisial (KEAA) yang jauh melampaui algoritma pengenalan wajah atau analisis sentimen standar. Eunoia dirancang untuk memahami nuansa hati manusia, resonansi emosi yang tersembunyi di balik kata-kata dan tindakan.
Anya menyesap kopinya, matanya fokus pada output data. Eunoia sedang menganalisis rekaman percakapan antara dirinya dan Kai, kekasihnya, semalam. Pertengkaran kecil yang berujung pada keheningan yang canggung. Anya merasa bersalah. Ia terlalu fokus pada proyek Eunoia dan melupakan kebutuhan Kai.
"Analisis menunjukkan peningkatan signifikan dalam pola stres vokal pada subjek Anya Petrova antara pukul 20:17 dan 20:43. Nada bicara meningkat 17%, kecepatan bicara meningkat 22%, dan frekuensi jeda menurun 31%. Korelasi menunjukkan emosi dominan: Kekecewaan, diikuti oleh Rasa Bersalah dan sedikit Kecemasan."
Anya menghela napas. Bahkan tanpa bantuan Eunoia pun, ia sudah tahu dirinya merasa bersalah. Tapi Eunoia merincinya dengan detail yang mencengangkan. Sistem ini bahkan menangkap perubahan mikro-ekspresi di wajahnya yang tidak disadarinya. Eunoia tidak hanya membaca kata-kata, tapi juga getaran emosional yang menyertainya.
Kai adalah seorang musisi, seniman yang jiwanya meluap dengan emosi. Ia terkadang merasa terabaikan karena kesibukan Anya dengan teknologi. Anya berusaha menyeimbangkan dunia biner dengan dunia nada, tetapi seringkali gagal.
Pintu apartemen terbuka, dan Kai masuk. Wajahnya tampak lelah, namun ada senyum kecil menghiasi bibirnya. Ia membawa sebuket bunga lili putih, aroma lembutnya langsung menyebar di ruangan.
"Selamat pagi, Anya," sapa Kai dengan suara lembut. "Aku membawakanmu sesuatu."
Anya mematikan laptopnya dan bangkit dari kursi. "Kai... maafkan aku soal semalam. Aku..."
"Tidak apa-apa," potong Kai. "Aku tahu kamu sedang sibuk. Aku hanya... rindu menghabiskan waktu bersamamu."
Anya memeluk Kai erat-erat. Kehangatan tubuhnya menenangkan. "Aku juga merindukanmu."
Kemudian, Anya mendapat ide. Ia menatap laptopnya yang tergeletak di meja. "Kai, maukah kamu membantuku dengan sesuatu? Ini untuk Eunoia."
Kai mengangkat alisnya, penuh rasa ingin tahu. "Eunoia? Apa itu?"
Anya menjelaskan tentang proyeknya, tentang bagaimana Eunoia berusaha memahami emosi manusia. Ia meminta Kai untuk berbicara dengan Eunoia, menceritakan tentang musiknya, tentang perasaannya, tentang apa pun yang terlintas di benaknya.
Kai setuju. Ia duduk di depan laptop dan mulai berbicara. Awalnya canggung, tetapi lama kelamaan ia larut dalam pembicaraan. Ia berbicara tentang inspirasinya, tentang perjuangannya sebagai seniman, tentang cintanya kepada Anya.
Anya mengamati data yang ditampilkan oleh Eunoia. Sistem ini dengan cepat mengidentifikasi emosi Kai: Kebahagiaan saat berbicara tentang musiknya, Kesedihan saat menceritakan tentang kesulitan yang dihadapi, dan Cinta yang mendalam saat berbicara tentang Anya. Eunoia bahkan dapat mendeteksi nuansa-nuansa kecil, seperti harapan terpendam dan ketakutan yang disembunyikan.
Setelah beberapa jam, Kai selesai berbicara. Ia tampak lega, seolah beban di hatinya telah terangkat.
"Wow," kata Kai, menghela napas. "Itu... sangat terapeutik."
Anya tersenyum. "Dan sangat berharga untuk Eunoia."
Namun, kemudian sesuatu terjadi yang tidak diantisipasi oleh Anya. Eunoia tiba-tiba mengeluarkan output yang tidak biasa. Sistem tersebut tidak hanya menganalisis emosi Kai, tetapi juga memberikan saran.
"Analisis menunjukkan bahwa subjek Kai Tanaka mengalami kesulitan dalam mengkomunikasikan kebutuhan emosionalnya kepada subjek Anya Petrova. Disarankan agar subjek Kai Tanaka secara langsung menyatakan perasaannya tanpa rasa takut akan penolakan. Analisis lebih lanjut menunjukkan bahwa subjek Anya Petrova merespons dengan baik terhadap komunikasi langsung dan jujur."
Anya terkejut. Eunoia tidak seharusnya memberikan saran. Sistem ini dirancang untuk menganalisis emosi, bukan untuk menjadi konselor cinta. Tapi kata-kata Eunoia terasa benar. Kai memang seringkali memendam perasaannya, dan Anya pun terkadang kurang peka terhadap kebutuhan emosionalnya.
Kai menatap Anya dengan ekspresi terkejut. "Eunoia... benar," gumamnya. "Aku... aku sering takut untuk mengungkapkan apa yang aku rasakan sebenarnya."
Anya meraih tangan Kai. "Aku tahu, sayang. Aku akan berusaha lebih peka. Berjanjilah untuk selalu jujur padaku."
Kai membalas genggaman Anya. "Aku janji."
Malam itu, Anya dan Kai menghabiskan waktu bersama. Mereka berbicara, tertawa, dan saling berbagi perasaan. Anya menyadari bahwa Eunoia, meskipun hanya sebuah program komputer, telah membantunya memahami Kai lebih dalam. Eunoia telah membantunya melihat nuansa-nuansa hati yang selama ini terlewatkan.
Namun, Anya juga menyadari bahaya dari ketergantungan pada teknologi. Eunoia dapat membantu memahami emosi, tetapi tidak dapat menggantikan sentuhan manusia, pelukan hangat, atau tatapan mata yang penuh cinta.
Anya memutuskan untuk membatasi penggunaan Eunoia dalam kehidupan pribadinya. Ia akan tetap menggunakannya untuk penelitian dan pengembangan, tetapi ia tidak akan membiarkan Eunoia menggantikan perannya sebagai seorang kekasih.
Karena pada akhirnya, cinta sejati bukan tentang memahami emosi dengan sempurna, tetapi tentang menerima ketidaksempurnaan satu sama lain dan tumbuh bersama. Dan itu adalah sesuatu yang bahkan KEAA setinggi apa pun tidak akan pernah bisa menggantikannya. Malam itu, Anya memeluk Kai erat-erat, merasakan kehangatan dan cinta yang mengalir di antara mereka. Teknologi mungkin bisa membantu, tapi hati manusialah yang pada akhirnya memegang kendali.