Aplikasi itu berdering lembut di pergelangan tangan Ara, notifikasi halus yang nyaris tak terasa. "Kandidat Cinta Baru Tersedia," tulisnya dengan huruf sans-serif futuristik. Ara mendengus. Kandidat cinta? Kedengarannya seperti audisi kerja, bukan awal dari sebuah romansa.
Ia sudah lelah. Lelah dengan kencan buta yang diatur teman-temannya, lelah dengan profil-profil palsu di aplikasi kencan konvensional, dan lelah dengan harapan palsu yang selalu berujung kekecewaan. Makanya, ia memutuskan untuk mencoba "Filter Cinta Ajaib AI", aplikasi revolusioner yang menjanjikan menemukan pasangan hidup berdasarkan kompatibilitas emosional, aspirasi, dan—yang paling menarik—persepsi dunia.
Aplikasi itu bekerja dengan menganalisis data sensorik pengguna melalui kacamata augmented reality (AR) yang terhubung. Kacamata itu memindai ekspresi wajah, detak jantung, pola pernapasan, bahkan gelombang otak, lalu mengolahnya dengan algoritma kompleks untuk memahami bagaimana pengguna melihat dan merasakan dunia di sekitarnya. Aplikasi itu kemudian mencari pengguna lain dengan "filter" yang paling cocok.
Ara ragu-ragu. Kacamata itu terasa aneh di wajahnya, seperti alat bedah mata yang canggih. Tapi ia sudah sejauh ini, ia harus mencobanya. Ia mengaktifkan aplikasinya dan berjalan keluar apartemennya yang minimalis.
Dunia langsung berubah. Warna-warna menjadi lebih cerah, suara-suara lebih jernih. Aplikasi itu menyoroti hal-hal positif di sekitarnya: bunga-bunga bermekaran di taman, senyum seorang anak kecil, bahkan pantulan matahari di jendela gedung pencakar langit. Rasanya seperti melihat dunia melalui lensa optimisme.
"Memproses data sensorik…" bisik suara lembut dari aplikasinya. "Menganalisis preferensi estetika… Mengidentifikasi pola emosional…"
Ara melanjutkan perjalanannya, masih merasa aneh dengan kacamata itu. Ia melewati sebuah kafe yang ramai. Biasanya, ia akan merasa terganggu dengan kebisingan dan keramaian, tapi kali ini, ia melihat energi dan vitalitas. Aplikasi itu menyoroti sekelompok teman yang tertawa, seorang barista yang dengan penuh semangat membuat latte art, dan aroma kopi yang menggoda.
Tiba-tiba, aplikasi itu berdering lagi. "Kandidat Cinta dengan tingkat kompatibilitas 97% terdeteksi dalam radius 50 meter," tulisnya. "Nama: Leo. Pekerjaan: Arsitek Lanskap. Minat: Fotografi, mendaki gunung, musik jazz."
97%? Terlalu bagus untuk menjadi kenyataan, pikir Ara skeptis. Tapi rasa ingin tahu mengalahkannya. Ia mengikuti petunjuk arah dari aplikasi dan berjalan menuju kafe.
Dan di sana, duduk sendirian di meja sudut, adalah seorang pria dengan rambut berantakan, mata cokelat hangat, dan senyum yang menenangkan. Leo. Ia sedang membaca buku sambil menyesap kopi. Kacamata AR yang sama bertengger di hidungnya.
Ara menarik napas dalam-dalam dan mendekatinya. "Leo?" sapanya ragu-ragu.
Leo mengangkat pandangannya. "Ara?" jawabnya dengan senyum yang lebih lebar. "Filter Cinta Ajaib AI, ya?"
Mereka tertawa bersama. Suasana canggung mencair secepat es di bawah sinar matahari. Mereka mulai berbicara, awalnya tentang aplikasi itu, lalu tentang pekerjaan mereka, minat mereka, dan akhirnya, tentang mimpi-mimpi mereka.
Ara terkejut dengan betapa mudahnya ia terhubung dengan Leo. Mereka memiliki selera humor yang sama, pandangan hidup yang serupa, dan apresiasi yang sama terhadap keindahan dalam hal-hal sederhana. Mereka berdua menghargai alam, seni, dan koneksi manusia yang tulus.
"Awalnya aku skeptis dengan aplikasi ini," kata Ara sambil tertawa. "Kedengarannya terlalu dibuat-buat, terlalu ilmiah. Aku khawatir itu akan menghilangkan semua spontanitas dan keajaiban dari cinta."
"Aku juga," jawab Leo. "Tapi kemudian aku menyadari bahwa aplikasi ini tidak menciptakan cinta, ia hanya membantumu menemukan orang yang sudah sejalan denganmu. Ia membantumu melihat dunia dengan cara yang lebih positif, dan itu membuatmu lebih terbuka untuk menerima cinta."
Mereka menghabiskan sore itu berbicara, tertawa, dan berbagi cerita. Mereka berjalan-jalan di taman, mengagumi bunga-bunga dan pepohonan. Mereka makan siang di restoran Italia kecil, menikmati pasta dan anggur. Mereka bahkan mencoba memainkan beberapa lagu jazz di toko musik lokal.
Saat matahari mulai terbenam, mereka duduk di bangku taman, berpegangan tangan. Dunia di sekitar mereka tampak lebih indah dari sebelumnya. Aplikasi itu mungkin membantu mereka menemukan satu sama lain, tapi cinta mereka, rasa terhubung dan saling pengertian mereka, adalah sesuatu yang nyata, sesuatu yang mereka bangun sendiri.
"Jadi," kata Leo sambil menatap mata Ara, "apa pendapatmu tentang Filter Cinta Ajaib AI?"
Ara tersenyum. "Mungkin itu bukan sihir," jawabnya. "Tapi itu pasti membantu melihat dunia lebih bersinar."
Leo mendekat dan mencium Ara. Ciuman itu lembut, tulus, dan penuh harapan. Aplikasi itu mungkin telah mempertemukan mereka, tapi cinta mereka adalah sesuatu yang lebih dalam, sesuatu yang lebih bermakna. Itu adalah cinta yang dibangun di atas koneksi emosional, aspirasi bersama, dan—yang terpenting—persepsi dunia yang sama-sama positif.
Di malam itu, Ara tidak sabar untuk melihat apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia tahu bahwa perjalanan mereka baru saja dimulai, tapi ia merasa yakin bahwa mereka akan menghadapinya bersama, dengan hati yang terbuka dan kacamata AR yang terhubung. Karena terkadang, semua yang dibutuhkan untuk menemukan cinta adalah sedikit bantuan dari teknologi dan kemampuan untuk melihat keindahan di dunia di sekitar kita. Dan dengan Leo di sisinya, Ara merasa bahwa ia akhirnya bisa melihat dunia dengan filter cinta yang sesungguhnya.