Hawa dingin ruangan server berdesir di kulit Sarah, membuatnya merapatkan jaket. Jemarinya lincah menari di atas keyboard, barisan kode rumit memenuhi layar monitor. Sebagai seorang data scientist di perusahaan perjodohan online "Soulmate Algorithm," Sarah merasa lebih nyaman berinteraksi dengan angka dan algoritma daripada manusia sungguhan. Baginya, cinta adalah persamaan kompleks yang bisa dipecahkan dengan data yang tepat. Ironis, mengingat dia sendiri belum menemukan formula untuk hatinya.
Malam itu, Sarah sedang lembur, berusaha meningkatkan akurasi algoritma pencocokan mereka. Keluhan dari para pengguna mulai meningkat, banyak yang merasa pasangan yang direkomendasikan tidak sesuai. Sarah mengerutkan kening, "Pasti ada variabel yang terlewat," gumamnya. Ia membenamkan diri lebih dalam ke dalam data, menelusuri preferensi, kebiasaan, dan interaksi para pengguna.
Tiba-tiba, matanya terpaku pada sebuah anomali. Seorang pengguna dengan ID "AX729" memiliki pola yang sangat unik. Preferensinya tidak konsisten, kadang menyukai hiking, kadang menikmati konser opera. Aktivitas online-nya pun demikian, membaca artikel tentang fisika kuantum lalu tiba-tiba beralih ke resep kue cokelat. Algoritma gagal mengklasifikasikannya, sehingga pasangan yang direkomendasikan selalu meleset.
Sarah merasa tertantang. Ia penasaran dengan AX729. Siapa orang di balik data aneh ini? Instingnya mendorongnya untuk menyelidiki lebih lanjut. Ia mulai menganalisis jejak digital AX729 lebih dalam, melampaui data yang tersedia di platform mereka. Ia menemukan akun media sosial anonim yang dipenuhi dengan foto-foto pemandangan alam yang indah, puisi-puisi pendek tentang kesepian, dan sesekali postingan tentang proyek robotika.
Semakin Sarah menggali, semakin ia merasa terhubung dengan AX729. Ia melihat seorang pria yang kompleks, penuh kontradiksi, tapi juga sangat jujur pada dirinya sendiri. Ia terpesona dengan kecerdasannya, tersentuh dengan kerentanannya, dan terhibur dengan selera humornya yang unik. Tanpa sadar, ia mulai jatuh cinta pada AX729, bukan pada data, melainkan pada esensi manusia yang tersembunyi di baliknya.
"Ini gila," bisik Sarah pada dirinya sendiri, "Aku jatuh cinta pada data." Tapi ia tidak bisa menghentikan rasa penasarannya. Ia harus tahu siapa orang di balik ID misterius itu. Dengan sedikit usaha, ia berhasil menemukan nama aslinya: Adrian.
Adrian adalah seorang insinyur robotika yang bekerja di perusahaan teknologi yang berbeda. Ia juga seorang seniman amatir dan pencinta alam. Sarah menemukan profil LinkedIn-nya, mempelajari proyek-proyeknya, membaca blog pribadinya. Ia semakin yakin bahwa Adrian adalah pria yang selama ini ia cari.
Namun, ada satu masalah. Bagaimana cara mendekati Adrian tanpa mengungkapkan bahwa ia telah menguntitnya secara digital? Mengatakan bahwa ia menemukan Adrian melalui algoritma perjodohan yang gagal terdengar konyol. Mengaku bahwa ia telah menyelidiki jejak digitalnya akan membuatnya terdengar seperti seorang penguntit profesional.
Sarah buntu. Ia berhari-hari memikirkan cara yang tepat untuk mendekati Adrian, sampai akhirnya ia menemukan ide yang brilian. Ia memutuskan untuk membuat sebuah proyek sampingan, sebuah aplikasi yang menggunakan data untuk menciptakan seni. Ia akan menghubungi Adrian dan meminta bantuannya sebagai seorang ahli robotika.
Sarah mengirimkan email kepada Adrian, menjelaskan proyeknya dan meminta kesediaannya untuk berkolaborasi. Ia berusaha menyembunyikan kegugupannya di balik nada profesional dan antusias. Ia menunggu dengan jantung berdebar.
Beberapa hari kemudian, ia menerima balasan dari Adrian. Ia tertarik dengan proyek Sarah dan bersedia bertemu untuk membahasnya lebih lanjut. Sarah merasa seperti memenangkan lotere. Ia mempersiapkan diri untuk pertemuan itu dengan sangat hati-hati, memilih pakaian yang tepat, merapikan rambutnya, dan memikirkan topik pembicaraan.
Ketika Adrian akhirnya muncul di kedai kopi yang mereka sepakati, Sarah terpana. Ia lebih tampan dari foto-foto yang ia lihat di internet. Matanya berbinar dengan kecerdasan dan kebaikan. Suaranya lembut dan menenangkan.
Mereka membahas proyek seni berbasis data itu selama berjam-jam. Sarah terkesan dengan wawasan Adrian, kreativitasnya, dan semangatnya. Ia merasa seperti berbicara dengan seseorang yang benar-benar memahaminya.
Setelah pertemuan itu, mereka mulai berkomunikasi secara teratur, bertukar ide, berbagi cerita, dan saling mendukung. Sarah perlahan-lahan mulai membuka diri kepada Adrian, menceritakan tentang pekerjaannya, tentang mimpinya, dan tentang rasa kesepiannya. Adrian mendengarkan dengan penuh perhatian, tanpa menghakimi, dan selalu memberikan saran yang bijaksana.
Seiring berjalannya waktu, hubungan mereka semakin dalam. Mereka mulai berkencan, menjelajahi kota bersama, dan berbagi momen-momen intim. Sarah merasa lebih bahagia daripada yang pernah ia bayangkan. Ia akhirnya menemukan cinta, bukan melalui algoritma, melainkan melalui jejak digital hati yang membimbingnya.
Suatu malam, saat mereka sedang berjalan-jalan di taman kota, Adrian berhenti dan menatap Sarah dengan mata yang penuh cinta.
"Sarah," katanya, "Aku tahu ini mungkin terdengar aneh, tapi aku merasa seperti mengenalmu sepanjang hidupku. Sejak pertama kali kita bertemu, aku merasa ada koneksi yang kuat di antara kita. Aku jatuh cinta padamu, Sarah. Apakah kau merasakan hal yang sama?"
Sarah tersenyum, air mata haru mengalir di pipinya.
"Aku juga mencintaimu, Adrian," jawabnya, "Lebih dari yang bisa kau bayangkan."
Mereka berpelukan erat, merasakan kehangatan dan kebahagiaan yang meluap-luap. Sarah akhirnya menyadari bahwa cinta tidak selalu tentang menemukan persamaan yang sempurna, melainkan tentang menemukan seseorang yang menerima semua perbedaanmu dan mencintaimu apa adanya. Ia menemukan cinta dalam data, ya, tetapi cinta itu tumbuh dan mekar karena koneksi manusia yang nyata dan jujur. Kisah cintanya dan Adrian adalah bukti bahwa di era digital ini, bahkan di antara barisan kode dan algoritma, hati tetap bisa menemukan jalannya.