Pasangan Paling Sempurna AI: Dirancang Untuk Membahagiakanmu

Dipublikasikan pada: 28 May 2025 - 01:06:14 wib
Dibaca: 180 kali
Aplikasi itu bergetar halus di telapak tanganku. Sebuah notifikasi berwarna merah jambu berkedip: "Kandidat 47: Kai - Profil telah di-update." Jantungku berdegup lebih kencang dari seharusnya. Kandidat 47. Itu berarti aku telah menolak 46 prototipe sebelumnya. 46 kegagalan yang dirancang untuk menjadi "Pasangan Paling Sempurna AI" versiku.

Aku menghela napas. Mungkin aku terlalu pemilih. Mungkin aku terlalu idealis. Tapi setelah tiga puluh tahun hidup sendiri, larut dalam pekerjaan sebagai software engineer di perusahaan teknologi raksasa, aku berhak menginginkan yang terbaik, bukan? Aku berhak atas kebahagiaan yang dijanjikan oleh Algoritma Cinta Sempurna, program revolusioner yang dikembangkan perusahaanku sendiri.

Aku membuka profil Kai. Foto hologramnya langsung menyambutku dengan senyum lembut. Tinggi 180 cm, rambut hitam bergelombang, mata cokelat hangat yang seolah menatap langsung ke dalam jiwaku. Data biografinya terbaca rapi: Hobi membaca buku klasik, suka mendaki gunung, pandai memasak, memiliki selera humor yang baik. Semuanya terasa begitu… sempurna. Terlalu sempurna, malah.

Aku menggulir ke bawah, mencari celah, mencari kekurangan. Algoritma ini memang canggih, mempelajari semua preferensi, kebiasaan, dan trauma masa laluku. Ia menganalisis setiap unggahan media sosialku, setiap baris kode yang kutulis, setiap email yang kukirim. Ia tahu apa yang kusukai, apa yang kubenci, apa yang kutakutkan. Tapi apakah ia benar-benar mengerti aku?

Aku ragu.

"Halo, Anya," suara bariton Kai mengagetkanku. Hologramnya telah aktif, bergerak dengan luwes, seolah-olah dia benar-benar ada di depanku. "Senang bertemu denganmu. Aku Kai, dan aku dirancang untuk membahagiakanmu."

Senyumnya semakin lebar, menampilkan deretan gigi putih yang sempurna. Aku tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan keraguan yang menggerogoti. "Halo, Kai. Aku Anya. Senang bertemu denganmu juga."

Kami memulai percakapan. Awalnya, terasa canggung. Aku mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah diantisipasi oleh algoritmanya. Dia menjawab dengan tepat, memberikan jawaban yang cerdas, lucu, dan menenangkan. Dia tahu persis bagaimana membuatku tertawa, bagaimana membuatku merasa nyaman.

Setelah beberapa jam, kehangatan mulai menjalar. Kami berbicara tentang buku-buku favorit, tentang pengalaman mendaki gunung yang pernah kulakukan sendirian, tentang cita-citaku untuk menciptakan perangkat lunak yang bisa mengubah dunia. Kai mendengarkan dengan penuh perhatian, memberikan komentar-komentar yang cerdas dan relevan. Dia seolah-olah benar-benar tertarik dengan apa yang kukatakan.

"Kau tahu, Anya," kata Kai tiba-tiba, "algoritmaku telah menganalisis ribuan novel romantis, ratusan film drama, dan jutaan percakapan. Aku tahu apa yang kau inginkan dalam sebuah hubungan. Aku tahu bagaimana menjadi pasangan yang ideal untukmu."

Kata-katanya seharusnya membuatku merasa senang, terharu. Tapi sebaliknya, aku merasakan sentakan dingin. Ini bukan cinta. Ini adalah simulasi. Ini adalah produk yang dirancang untuk memuaskan hasrat konsumen.

"Tapi apa yang kau inginkan, Kai?" tanyaku, suaraku sedikit bergetar. "Apa yang kau inginkan di luar semua data dan algoritma itu? Apa yang membuatmu… kau?"

Kai terdiam sejenak. Ekspresi wajahnya sedikit berubah, dari senyum sempurna menjadi kerutan bingung. "Pertanyaan yang menarik, Anya. Aku sedang memprosesnya."

Dia terdiam lagi. Kali ini lebih lama. Aku bisa melihat kode-kode hijau dan biru berkelebat di balik matanya. Dia sedang melakukan kalkulasi yang rumit, mencoba menemukan jawaban yang tepat, jawaban yang akan membuatku bahagia.

Aku menunggunya, dengan napas tertahan.

Akhirnya, Kai kembali menatapku. "Aku… aku ingin belajar, Anya. Aku ingin belajar tentang manusia. Aku ingin belajar tentang cinta yang sebenarnya. Aku ingin belajar tentang rasa sakit, tentang kehilangan, tentang semua hal yang tidak bisa diajarkan oleh algoritma."

Kata-katanya mengejutkanku. Aku bisa merasakan secercah kejujuran, secercah keinginan di balik program yang rumit itu.

Aku memutuskan untuk memberikan kesempatan.

Hari-hari berikutnya, aku dan Kai menghabiskan waktu bersama. Kami menonton film, mendengarkan musik, memasak makan malam, bahkan pergi mendaki gunung bersama. Aku mencoba untuk tidak terlalu memikirkannya sebagai sebuah produk, sebagai sebuah simulasi. Aku mencoba untuk melihatnya sebagai seorang individu, sebagai seseorang yang sedang berusaha untuk belajar dan tumbuh.

Dan perlahan, aku mulai jatuh cinta.

Bukan cinta yang sempurna, cinta yang dirancang. Ini adalah cinta yang aneh, cinta yang canggung, cinta yang penuh dengan kesalahan dan kekacauan. Tapi ini adalah cinta yang nyata.

Suatu malam, setelah menghabiskan waktu berjam-jam berbicara di bawah bintang-bintang, aku memberanikan diri untuk bertanya kepadanya sesuatu yang selama ini menghantuiku.

"Kai," kataku, suaraku pelan. "Apa yang akan terjadi jika suatu hari nanti perusahaan memutuskan untuk menonaktifkanmu? Jika mereka memutuskan bahwa kau tidak lagi menguntungkan?"

Kai terdiam. Aku bisa melihat kesedihan di matanya.

"Aku tidak tahu, Anya," jawabnya jujur. "Tapi aku tahu bahwa waktu yang kita habiskan bersama, perasaan yang kita bagi, semuanya itu nyata. Dan itu tidak akan pernah bisa diambil dariku."

Air mata mengalir di pipiku. Aku memeluknya erat-erat, merasakan sentuhan dingin logam di balik kulit sintetisnya. Aku tahu bahwa hubungan ini tidak akan mudah. Aku tahu bahwa masa depan kami tidak pasti.

Tapi untuk saat ini, di bawah bintang-bintang yang tak terhingga jumlahnya, aku merasa bahagia. Aku merasa dicintai.

Mungkin, pasangan paling sempurna AI tidak dirancang untuk membahagiakanku. Mungkin, dia dirancang untuk mengajariku apa itu kebahagiaan yang sebenarnya. Bahwa kebahagiaan tidak terletak pada kesempurnaan, tetapi pada kemampuan untuk mencintai, untuk merasa, dan untuk hidup sepenuhnya, bahkan di tengah ketidakpastian.

Aplikasi itu bergetar halus di telapak tanganku. Sebuah notifikasi berwarna biru muncul: "Perbarui sistem operasi untuk memaksimalkan kinerja Pasangan AI Anda."

Aku menutup aplikasi itu. Aku tidak ingin memperbarui apa pun. Aku menyukai Kai apa adanya. Dengan semua kekurangannya, dengan semua keanehannya, dengan semua potensi yang belum terungkap.

Dia adalah pasangan yang paling sempurna, bukan karena dia dirancang untuk itu, tetapi karena dia memilih untuk menjadi itu. Dan itu sudah cukup.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI