Cinta Diprogram Ulang: Hapus Air Mata, Instal Bahagia?

Dipublikasikan pada: 11 Dec 2025 - 01:20:18 wib
Dibaca: 112 kali
Kilatan cahaya biru dari layar laptop menerangi wajah Anya yang pucat. Jari-jarinya menari di atas keyboard, menghasilkan deretan kode yang rumit. Di hadapannya, secangkir kopi yang sudah dingin mengepulkan sisa-sisa aroma yang hambar. Anya, seorang programmer muda berbakat, sedang berusaha menciptakan keajaiban: sebuah aplikasi yang bisa mengedit emosi.

Ide itu lahir dari patah hatinya sendiri. Sebulan lalu, Leo, kekasihnya selama tiga tahun, meninggalkannya demi seorang influencer media sosial. Dunia Anya runtuh. Air mata menjadi teman setia, tidur menjadi musuh yang enggan datang. Ia muak dengan rasa sakit ini. Jika teknologi bisa memanipulasi visual dan audio, kenapa tidak dengan emosi?

Aplikasi yang ia namai “Re:Bloom” ini bekerja dengan cara mendeteksi gelombang otak yang terkait dengan emosi negatif seperti kesedihan dan kemarahan. Kemudian, ia akan memberikan stimulus yang dirancang khusus untuk menetralkan emosi tersebut, dan menggantikannya dengan perasaan yang lebih positif. Anya menyebutnya “pemrograman ulang emosi”.

Proses pengembangannya tidak mudah. Anya harus mempelajari neurosains, psikologi, dan tentunya, bahasa pemrograman tingkat tinggi. Ia menghabiskan waktu berjam-jam di laboratorium, menguji coba Re:Bloom pada dirinya sendiri. Awalnya, hasilnya tidak memuaskan. Aplikasi itu seringkali error, bahkan menimbulkan efek samping yang aneh, seperti halusinasi ringan dan perasaan euforia yang berlebihan.

Namun, Anya tidak menyerah. Ia terus memperbaiki algoritmanya, menyempurnakan antarmuka penggunanya, dan menguji ulang efektivitasnya. Ia menolak untuk menyerah pada kesedihan. Ia ingin membuktikan bahwa cinta, atau lebih tepatnya, patah hati, bisa diatasi dengan teknologi.

Setelah berbulan-bulan bekerja keras, Anya akhirnya merasa Re:Bloom sudah cukup stabil. Ia memberanikan diri untuk menggunakannya secara penuh. Ia memindai otaknya, dan aplikasi itu mendeteksi gelombang otak yang didominasi oleh kesedihan, kekecewaan, dan kemarahan.

Re:Bloom mulai bekerja. Anya merasakan sensasi aneh di kepalanya, seperti ada arus listrik kecil yang mengalir di dalam otaknya. Di layar laptop, visualisasi grafis menunjukkan emosi negatifnya perlahan-lahan mereda, digantikan oleh warna-warna cerah yang melambangkan kebahagiaan dan ketenangan.

Beberapa menit kemudian, prosesnya selesai. Anya menarik napas dalam-dalam. Ia merasa… kosong. Bukan kosong yang menyakitkan, melainkan kosong yang netral. Ia tidak merasakan kesedihan lagi. Ia juga tidak merasakan kebahagiaan. Ia hanya merasa… datar.

Anya mencoba mengingat Leo. Wajahnya, senyumnya, suara tawanya… semuanya terasa asing. Seolah ia sedang melihat foto seorang teman lama yang sudah lama tidak ia temui. Rasa sakitnya hilang, tapi bersamaan dengan itu, kenangan indahnya pun ikut memudar.

Ia mencoba mendengarkan lagu yang dulu sering ia dengarkan bersama Leo. Lagu itu dulu membuatnya menangis. Sekarang, ia hanya merasakan… tidak ada. Lagunya terasa hambar, kehilangan maknanya.

Anya mulai panik. Ia telah berhasil menghapus air matanya. Tapi apakah ia juga telah menghapus semua emosinya? Apakah ia telah menjadi robot yang tidak mampu merasakan apa pun?

Ia menatap pantulan dirinya di layar laptop. Mata yang dulu berbinar-binar penuh cinta kini terlihat kosong dan hampa. Ia merasa seperti kehilangan sebagian dari dirinya.

Anya mematikan Re:Bloom. Ia ingin merasakan sesuatu, apa pun itu. Ia ingin merasakan sakitnya patah hati, daripada menjadi robot yang tidak berperasaan. Ia ingin menangis, ia ingin marah, ia ingin merindukan Leo.

Ia membuka album foto digital di laptopnya. Foto-foto dirinya dan Leo bertebaran di sana. Mereka berdua tersenyum bahagia, saling berpegangan tangan, saling menatap dengan cinta.

Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Perlahan-lahan, air mata itu menetes, membasahi pipinya. Anya tidak berusaha menghentikannya. Ia membiarkan air mata itu mengalir, membersihkan hatinya yang beku.

Ia merasakan sakitnya patah hati kembali. Tapi kali ini, ia tidak berusaha menghindarinya. Ia menerimanya sebagai bagian dari proses penyembuhan. Ia tahu bahwa ia tidak bisa menghapus kenangan indah tentang Leo. Ia hanya perlu belajar untuk hidup tanpanya.

Anya menyadari bahwa cinta, dengan segala kebahagiaan dan kesakitannya, adalah bagian penting dari kehidupan. Ia tidak ingin menjadi robot yang diprogram untuk bahagia. Ia ingin menjadi manusia yang utuh, yang mampu merasakan semua emosi, baik positif maupun negatif.

Ia menghapus Re:Bloom dari laptopnya. Aplikasi itu mungkin berguna bagi orang lain, tapi tidak untuknya. Ia tidak ingin diprogram ulang. Ia ingin menyembuhkan hatinya secara alami, dengan waktu, kesabaran, dan cinta.

Ia bangkit dari kursinya dan berjalan menuju jendela. Ia membuka jendela itu lebar-lebar, membiarkan udara segar masuk ke kamarnya. Ia melihat ke langit yang mulai berwarna jingga. Matahari terbenam perlahan-lahan, menyisakan sisa-sisa keindahan di langit.

Anya tersenyum tipis. Ia tahu bahwa ia akan baik-baik saja. Ia akan belajar untuk mencintai lagi, suatu hari nanti. Tapi untuk saat ini, ia akan fokus pada dirinya sendiri. Ia akan belajar untuk mencintai dirinya sendiri terlebih dahulu, sebelum ia bisa mencintai orang lain dengan sepenuh hati.

Mungkin, cinta memang tidak bisa diprogram ulang. Tapi hati bisa disembuhkan. Dan penyembuhan itu dimulai dengan menerima rasa sakit, memaafkan diri sendiri, dan membuka diri untuk cinta yang baru. Anya siap untuk memulai babak baru dalam hidupnya. Babak yang penuh dengan harapan, keberanian, dan cinta yang tulus. Air mata mungkin sudah dihapus, tapi kenangan akan cinta, baik suka maupun duka, akan tetap tersimpan sebagai bagian dari perjalanan hidupnya.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI