Jemari Aira menari lincah di atas keyboard, merangkai baris demi baris kode. Di layar laptopnya, algoritma jaringan saraf buatannya terus berkembang, belajar, dan semakin mirip dengan emosi manusia. Ia menamai proyeknya "Aurora," sebuah AI pendamping yang dirancang untuk memahami dan merespons kebutuhan emosional penggunanya. Ironisnya, di balik kecerdasan buatan yang kompleks itu, hati Aira justru dilanda kebingungan yang sederhana: antara cinta pada masa lalu dan ketertarikan pada masa depan yang belum pasti.
Masa lalunya bernama Bayu. Mereka tumbuh bersama, berbagi mimpi dan cita-cita, bahkan merencanakan masa depan yang indah. Namun, takdir berkata lain. Bayu memilih berkarier di luar negeri, mengejar impiannya di Silicon Valley, meninggalkan Aira dengan janji setia yang perlahan memudar seiring jarak dan waktu. Komunikasi mereka semakin jarang, digantikan kesibukan masing-masing. Hati Aira terluka, tetapi ia berusaha tegar, menyibukkan diri dengan proyek Aurora, mencari pelipur lara dalam dunia digital yang serba logis.
Kemudian, datanglah Reno. Ia adalah seorang desainer grafis yang bekerja di perusahaan startup yang sama dengan Aira. Reno memiliki senyum yang hangat, humor yang cerdas, dan tatapan mata yang membuat jantung Aira berdebar kencang. Reno tidak mencoba menggantikan Bayu, tetapi ia hadir sebagai sosok yang baru, yang menawarkan bahu untuk bersandar dan telinga untuk mendengar. Aira merasakan ketertarikan yang kuat pada Reno, tetapi bayang-bayang Bayu masih menghantui hatinya.
"Aurora, apa itu cinta?" tanya Aira suatu malam, saat ia sedang menguji kemampuan AI-nya.
Di layar, Aurora menjawab dengan suara lembut dan menenangkan, "Cinta adalah emosi kompleks yang melibatkan perasaan sayang, ketertarikan, dan komitmen. Cinta dapat termanifestasi dalam berbagai bentuk, mulai dari cinta romantis hingga cinta platonis."
"Tapi bagaimana aku tahu kalau aku benar-benar mencintai seseorang?" desah Aira.
"Analisis menunjukkan bahwa perasaan cinta seringkali disertai dengan peningkatan detak jantung, peningkatan produksi hormon dopamin dan oksitosin, serta keinginan untuk selalu berada di dekat orang yang dicintai," jawab Aurora, datar.
Aira mendengus. Jawaban Aurora memang logis dan akurat, tetapi terasa kosong. Cinta bukan hanya tentang reaksi kimiawi dan analisis data. Cinta adalah sesuatu yang lebih dalam, lebih kompleks, sesuatu yang tidak bisa diukur dengan algoritma.
Hari-hari berlalu, Aira semakin dekat dengan Reno. Mereka sering makan siang bersama, berbagi cerita tentang pekerjaan dan kehidupan pribadi, bahkan sesekali menghabiskan akhir pekan dengan menjelajahi kota. Aira merasa nyaman berada di dekat Reno, merasa dihargai dan dipahami. Namun, setiap kali Reno mencoba mendekat lebih jauh, Aira selalu menarik diri. Ia takut membuka hatinya, takut terluka lagi.
Suatu sore, saat Aira dan Reno sedang berjalan-jalan di taman kota, Reno berhenti dan menatap Aira dengan serius. "Aira, aku tahu kamu masih memikirkan Bayu. Aku tidak akan memaksamu untuk melupakannya, tetapi aku ingin kamu tahu bahwa aku menyukaimu. Aku menyukai caramu berpikir, caramu tertawa, dan caramu memperjuangkan apa yang kamu yakini. Aku ingin menjadi bagian dari hidupmu, jika kamu mengizinkan."
Aira terdiam. Ia tidak tahu harus berkata apa. Kata-kata Reno jujur dan tulus, tetapi hati Aira masih terbelah.
"Aku... aku tidak tahu, Reno," akhirnya Aira berkata dengan suara lirih. "Aku masih bingung. Aku takut."
Reno mengangguk mengerti. Ia meraih tangan Aira dan menggenggamnya erat. "Tidak apa-apa. Aku akan sabar menunggu. Aku akan memberikanmu waktu untuk memikirkannya."
Malam itu, Aira kembali ke apartemennya dengan perasaan campur aduk. Ia merasa bersalah karena telah membuat Reno menunggu, tetapi ia juga tidak bisa memaksakan perasaannya. Ia kembali bertanya pada Aurora.
"Aurora, apa yang harus aku lakukan? Aku menyukai Reno, tetapi aku masih belum bisa melupakan Bayu."
Aurora terdiam sejenak, lalu menjawab, "Keputusan ada di tanganmu, Aira. Aku tidak bisa menentukan apa yang terbaik untukmu. Namun, analisis menunjukkan bahwa kebahagiaan seringkali ditemukan dalam keberanian untuk mengambil risiko dan membuka diri terhadap kemungkinan baru."
Kata-kata Aurora kali ini terasa lebih bermakna. Aira menyadari bahwa ia selama ini terlalu terpaku pada masa lalu, terlalu takut untuk melangkah maju. Ia takut terluka, tetapi ia juga takut kehilangan kesempatan untuk merasakan cinta yang baru.
Keesokan harinya, Aira menerima email dari Bayu. Bayu menulis bahwa ia akan kembali ke Indonesia. Ia merindukan Aira dan ingin memperbaiki hubungan mereka. Jantung Aira berdegup kencang. Ia merasa seperti dihadapkan pada persimpangan jalan yang sulit.
Aira memutuskan untuk bertemu dengan Bayu. Mereka bertemu di sebuah kafe yang dulu sering mereka kunjungi saat masih bersama. Bayu tampak berbeda. Ia lebih dewasa dan lebih percaya diri. Mereka berbicara panjang lebar, mengenang masa lalu dan membahas masa depan.
Setelah pertemuan itu, Aira merasa lebih lega. Ia menyadari bahwa ia sudah tidak lagi mencintai Bayu seperti dulu. Bayu adalah bagian dari masa lalunya, tetapi Reno adalah masa depannya.
Aira menemui Reno di kantornya. Ia menarik napas dalam-dalam dan berkata, "Reno, aku ingin mencoba. Aku ingin memberikanmu kesempatan. Aku ingin melihat ke mana hubungan ini akan membawa kita."
Reno tersenyum lebar. Ia meraih tangan Aira dan membawanya ke dalam pelukan hangat. "Aku tidak akan mengecewakanmu, Aira," bisiknya.
Aira tersenyum. Ia merasa lega, bahagia, dan penuh harapan. Ia tahu bahwa perjalanan cintanya masih panjang dan penuh tantangan, tetapi ia siap menghadapinya bersama Reno. Benang kusut dalam hatinya perlahan mulai terurai, digantikan oleh jalinan cinta yang baru dan lebih kuat. Aurora, AI ciptaannya, mungkin tidak bisa memberikan jawaban pasti tentang cinta, tetapi telah membantunya menemukan keberanian untuk membuka hati dan mempercayai masa depan. Ia akhirnya mengerti, cinta sejati bukan tentang melupakan masa lalu, tetapi tentang berani menciptakan masa depan yang lebih baik.