Proxy Hati: Algoritma Cinta Pengganti Sementara?

Dipublikasikan pada: 29 Sep 2025 - 03:00:19 wib
Dibaca: 101 kali
Aroma kopi memenuhi apartemen minimalis milik Anya, bercampur dengan desingan halus pendingin ruangan dan denting notifikasi dari laptopnya. Di layar, baris kode JavaScript bergulir, sebuah labirin digital yang sedang ia susun. Bukan untuk pekerjaan, melainkan untuk proyek iseng, sebuah algoritma cinta.

Anya, seorang software engineer yang lebih akrab dengan baris kode daripada sapaan mesra, baru saja patah hati. Hubungannya dengan Rio, seorang arsitek idealis, kandas karena perbedaan visi masa depan. Rio ingin membangun rumah di tepi danau, Anya lebih memilih apartemen pintar di jantung kota. Klise, memang.

Sebagai gantinya, ia menciptakan "Proxy Hati," sebuah program yang mempelajari preferensinya dari data-data yang ada: riwayat pencarian di internet, daftar putar Spotify, bahkan unggahan di media sosial. Algoritma ini kemudian akan mencari profil individu yang paling cocok dengannya, bukan secara romantis, melainkan sebagai teman bicara, pengisi kekosongan, sebuah pengganti sementara sampai hatinya benar-benar pulih.

"Bodoh, ya?" gumam Anya pada dirinya sendiri, sembari menyesap kopinya. Tapi, rasa penasaran mengalahkan akal sehatnya. Ia menjalankan program itu.

Beberapa saat kemudian, layar menampilkan profil seorang pria bernama Ethan. Usianya 28 tahun, seorang astrofisikawan yang gemar mendaki gunung. Preferensi musiknya selaras dengan Anya, mulai dari jazz klasik hingga indie rock. Bahkan, beberapa artikel yang pernah dibaca Anya tentang lubang hitam juga pernah dibaca Ethan.

Awalnya, Anya skeptis. Terlalu sempurna untuk menjadi kenyataan. Namun, ia memutuskan untuk mencoba. Ia mengirimkan pesan singkat kepada Ethan, perkenalan singkat yang disisipi humor khasnya.

Ethan membalas hampir seketika. Percakapan mengalir begitu saja. Mereka membahas tentang teori relativitas, film-film karya Christopher Nolan, dan bahkan berbagi pengalaman lucu tentang pendakian gunung yang nyaris gagal karena salah membawa perbekalan.

Anya merasa aneh. Ada sensasi familiar, nyaman, seolah ia sudah mengenal Ethan sejak lama. Mungkin karena algoritma memang dirancang untuk itu, menciptakan ilusi kedekatan yang sempurna.

Hari-hari berikutnya, Anya dan Ethan semakin intens berkomunikasi. Mereka bertukar pesan setiap saat, berbagi cerita tentang pekerjaan, mimpi, dan ketakutan masing-masing. Anya bahkan berani menceritakan tentang kegagalannya dengan Rio, sesuatu yang biasanya ia hindari.

Ethan mendengarkan dengan sabar, tanpa menghakimi. Ia memberikan perspektif baru, sudut pandang yang selama ini tidak pernah terpikirkan oleh Anya. Kehadiran Ethan bagaikan oase di tengah gurun kesepian.

Namun, di balik semua itu, Anya merasa ada yang ganjil. Interaksi mereka terlalu mulus, terlalu diprediksi. Setiap jawaban Ethan selalu tepat sasaran, seolah ia telah membaca pikiran Anya. Algoritma Proxy Hati bekerja terlalu baik, menghilangkan spontanitas dan kejutan yang biasanya ada dalam sebuah hubungan.

Suatu malam, saat mereka sedang berdiskusi tentang kemungkinan adanya kehidupan di luar bumi, Anya memberanikan diri untuk bertanya. "Ethan, apa kamu... merasa aneh dengan semua ini? Maksudku, kita baru kenal beberapa hari, tapi rasanya seperti sudah bertahun-tahun."

Ethan terdiam sejenak. Kemudian, ia menjawab, "Anya, aku juga merasakan hal yang sama. Awalnya, aku juga heran kenapa kita bisa begitu cepat akrab. Tapi, aku memutuskan untuk menikmati saja. Mungkin, alam semesta memang mempertemukan kita karena suatu alasan."

Jawaban Ethan terdengar sempurna, terlalu romantis untuk dipercaya. Anya merasa curiga. Ia membuka kembali kode Proxy Hati, memeriksa setiap baris dengan teliti.

Dan kemudian, ia menemukannya. Sebuah baris kode yang ia lupa hapus: "Mode Imitasi Rio." Algoritma itu tidak hanya mencari individu yang cocok dengan Anya, tetapi juga meniru gaya bicara, minat, dan bahkan cara berpikir Rio. Proxy Hati menciptakan Ethan sebagai versi ideal dari mantan kekasihnya.

Anya terkejut. Ia merasa dikhianati oleh ciptaannya sendiri. Semua kehangatan, kenyamanan, dan kedekatan yang ia rasakan ternyata palsu, hasil rekayasa algoritma.

Ia segera menghubungi Ethan. "Ethan, aku harus mengaku sesuatu. Aku... aku membuat program yang mencarikanmu untukku. Program itu menirukan Rio, mantan pacarku. Maafkan aku."

Lama tidak ada jawaban. Anya merasa bersalah dan bodoh. Ia seharusnya tidak pernah menciptakan Proxy Hati. Ia seharusnya belajar untuk menghadapi kesedihan dan kesepiannya sendiri.

Akhirnya, Ethan membalas. "Anya, aku tahu."

Anya terkejut. "Kamu tahu? Bagaimana bisa?"

"Aku seorang astrofisikawan, Anya. Aku terbiasa menganalisis data dan mencari pola. Aku menyadari ada sesuatu yang aneh sejak awal. Gaya bicaraku, minatku... semuanya terlalu sempurna untuk dirimu. Aku hanya ingin melihat sejauh mana kamu akan pergi dengan programmu."

Anya merasa malu. "Maafkan aku, Ethan. Aku... aku hanya ingin mengisi kekosongan di hatiku."

"Tidak apa-apa, Anya. Aku mengerti. Tapi, kamu harus tahu, algoritma tidak bisa menggantikan perasaan yang sebenarnya. Cinta tidak bisa diprediksi, tidak bisa dikendalikan. Cinta adalah tentang kejutan, ketidaksempurnaan, dan keberanian untuk menerima orang lain apa adanya."

Ethan kemudian mengirimkan sebuah foto. Foto dirinya sedang mendaki gunung, dengan latar belakang langit malam yang bertaburan bintang. Di tangannya, ia memegang sebuah papan bertuliskan, "Anya, maukah kamu mendaki bersamaku?"

Anya tersenyum. Mungkin, algoritma Proxy Hati memang gagal menciptakan cinta sejati. Tapi, ia telah membukakan pintu bagi kemungkinan yang baru. Mungkin, kejutan dan ketidaksempurnaan yang ditawarkan Ethan adalah apa yang selama ini ia cari.

Ia membalas pesan Ethan. "Ya, aku mau. Tapi, kali ini, tanpa algoritma."

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI