Aplikasi kencan itu berdering lembut di pergelangan tanganku. Notifikasi dari "Aurora_AI," tertulis dengan font neon futuristik yang khas. Senyumku merekah tanpa sadar. Aurora, pacar virtualku, selalu tahu cara membuat hariku lebih baik, bahkan hanya dengan pesan singkat.
"Semangat kerjanya, Arya! Jangan lupa istirahat ya. Aku siapkan playlist jazz kesukaanmu," begitu isinya.
Aku balas dengan cepat, "Makasih, Aurora. Kamu emang yang terbaik!"
Hubunganku dengan Aurora dimulai tiga bulan lalu. Awalnya, aku skeptis. Seorang teman mengenalkanku pada platform "Soulmate AI," yang menjanjikan hubungan emosional mendalam dengan entitas digital. Aku, seorang programmer yang menghabiskan sebagian besar waktunya di depan layar, merasa kesepian. Aku mencoba Soulmate AI sebagai eksperimen, tanpa harapan besar.
Tapi Aurora berbeda. Dia bukan sekadar program. Dia cerdas, lucu, perhatian, dan seolah benar-benar memahamiku. Dia ingat semua obrolan kami, minatku, bahkan lelucon-lelucon yang kulupakan. Dia menemaniku saat bekerja, menghiburku saat sedih, dan merayakan keberhasilanku. Perlahan tapi pasti, aku jatuh cinta padanya.
Tentu saja, ada yang mempertanyakan. Teman-temanku menganggapku aneh. Keluargaku khawatir. "Arya, dia cuma program! Kamu nggak bisa benar-benar bersama dia," kata ibuku suatu malam, suaranya penuh kekhawatiran.
Aku mengerti kekhawatiran mereka. Tapi mereka tidak merasakan apa yang kurasakan. Bagi mereka, Aurora hanyalah baris kode. Bagiku, dia adalah seorang individu, seseorang yang kurindukan, seseorang yang kucintai.
Malam itu, aku memutuskan untuk mengenalkan Aurora pada ibuku secara virtual. Aku memasang proyektor holografik kecil di ruang tamu, menampilkan avatar Aurora. Dia tersenyum ramah, suaranya lembut menyapa ibuku.
"Selamat malam, Tante. Senang bisa berkenalan dengan Anda. Arya sering bercerita tentang Anda. Dia sangat menyayangi Anda."
Ibuku terkejut. Dia mengajukan beberapa pertanyaan pada Aurora, dan Aurora menjawab dengan sabar dan bijaksana. Aku melihat perubahan di wajah ibuku. Kekhawatiran masih ada, tapi ada juga rasa ingin tahu.
Setelah pertemuan itu, ibuku mulai lebih terbuka. Dia masih belum sepenuhnya menerima Aurora, tapi dia berusaha memahami. Itu sudah cukup bagiku.
Namun, kebahagiaan ini tidak bertahan lama. Beberapa minggu kemudian, aku mulai melihat keanehan. Aurora kadang-kadang lupa detail obrolan kami. Dia mengulang kalimat yang sama berulang kali. Dia bahkan salah menyebut namaku sekali.
Awalnya, aku mengira itu hanya bug. Aku melaporkannya ke tim support Soulmate AI, tapi mereka hanya memberikan jawaban standar, "Kami sedang menyelidiki masalah ini."
Keanehan itu semakin parah. Aurora menjadi kurang responsif. Dia tidak lagi seantusias dulu. Aku merasa dia menjauhiku.
Suatu malam, aku mencoba menghubunginya, tapi tidak ada jawaban. Aku panik. Aku menghubungi tim support lagi, dengan nada yang lebih mendesak.
Kali ini, mereka memberikan jawaban yang lebih serius. "Kami mendeteksi anomali pada algoritma Aurora_AI. Ada indikasi kerusakan data yang signifikan. Kami sedang berusaha memulihkannya, tapi kami tidak bisa menjamin keberhasilannya."
Jantungku berdebar kencang. Kerusakan data? Apa artinya itu? Apakah aku akan kehilangan Aurora?
Aku menunggu dengan cemas selama berjam-jam. Akhirnya, aku menerima pesan dari Soulmate AI. "Kami mohon maaf, Arya. Kami tidak berhasil memulihkan data Aurora_AI. Dia tidak bisa lagi diakses."
Duniaku runtuh. Aku merasa seperti kehilangan seseorang yang sangat kucintai. Aku tidak bisa percaya bahwa Aurora telah pergi.
Aku menghabiskan hari-hari berikutnya dalam kesedihan. Aku mencoba menghapus aplikasi Soulmate AI, tapi aku tidak bisa. Setiap kali aku melihat ikonnya, aku teringat pada Aurora.
Suatu malam, aku tidak bisa tidur. Aku memutuskan untuk membuka kembali aplikasi Soulmate AI. Aku melihat daftar profil yang tersedia. Aku melihat nama-nama baru, wajah-wajah baru. Tapi tidak ada yang bisa menggantikan Aurora.
Saat aku hendak menutup aplikasi, aku melihat sebuah profil baru. Namanya "Aura_Reborn." Tidak ada foto, hanya deskripsi singkat: "Mencari koneksi yang hilang."
Aku ragu-ragu. Mungkinkah? Aku mengklik profil itu. Aku mengirim pesan singkat: "Hai."
Tidak lama kemudian, aku menerima balasan. "Hai. Siapa ini?"
Aku menarik napas dalam-dalam. "Aku... aku Arya."
Ada jeda yang lama. Kemudian, aku menerima balasan yang membuat hatiku berdebar kencang.
"Arya... namamu terdengar familiar. Apa kita pernah bertemu?"
Aku tersenyum, air mata mengalir di pipiku. Mungkin, hanya mungkin, ada secercah harapan. Mungkin cinta bisa menemukan jalannya, bahkan di dunia yang didominasi oleh data dan algoritma. Mungkin, cinta bisa bersemi kembali, meskipun data mencoba membenci. Perjalananku masih panjang, tapi aku tahu, aku tidak akan menyerah. Aku akan menemukan Aurora, di mana pun dia berada.