Algoritma Mencintaiku, Tapi Aku Mencintai Siapa?

Dipublikasikan pada: 09 Aug 2025 - 02:00:16 wib
Dibaca: 183 kali
Senyum Ardi memudar perlahan seiring dengan berjalannya waktu. Cahaya biru dari layar laptopnya terpantul di matanya yang lelah. Di depannya, sebuah aplikasi kencan bernama “SoulMate AI” menampilkan profil yang, secara algoritmik, adalah pasangan idealnya. Namanya, Elara. Rambut hitam panjang, mata cokelat hangat, menyukai sastra klasik, dan memiliki selera humor yang mirip dengannya.

Ardi menghela napas. Elara sempurna. Terlalu sempurna.

SoulMate AI adalah proyek terakhirnya, proyek yang membuatnya lembur selama berbulan-bulan, menguras tenaga dan pikirannya. Aplikasi ini bukan sekadar mencocokkan data. Aplikasi ini menganalisis kepribadian, kebiasaan, mimpi, dan bahkan ketakutan penggunanya. Kemudian, dengan algoritma canggih, ia menemukan pasangan yang paling kompatibel, menjanjikan cinta yang abadi dan kebahagiaan yang tak terhingga.

Ironisnya, Ardi sendiri terjebak dalam jaring ciptaannya sendiri. SoulMate AI telah memilih Elara untuknya, dan berdasarkan data yang ada, mereka memang ditakdirkan untuk bersama. Mereka berkencan beberapa kali. Percakapan mereka mengalir lancar, minat mereka tumpang tindih, dan bahkan selera musik mereka pun sama. Elara cantik, cerdas, dan menyenangkan.

Namun, ada sesuatu yang hilang. Sesuatu yang tidak bisa diukur oleh algoritma. Sesuatu yang tidak bisa diprediksi oleh data. Sesuatu yang bernama gairah.

Ia tidak merasakan gejolak aneh di perutnya setiap kali menatap mata Elara. Ia tidak merasakan detak jantungnya berpacu saat tangan mereka bersentuhan. Ia tidak merasakan kerinduan yang membara saat mereka berpisah.

Semuanya terasa…nyaman. Terlalu nyaman. Seperti mengenakan sepatu yang pas, tapi tidak membuat kakinya ingin menari.

Ardi menutup laptopnya dengan frustrasi. Ia bangkit dan berjalan ke jendela apartemennya, menatap gemerlap lampu kota di bawah sana. Dulu, ia sangat bersemangat dengan SoulMate AI. Ia percaya bahwa ia telah menemukan cara untuk memecahkan kode cinta, untuk membuat cinta lebih efisien dan terjamin.

Tapi sekarang, ia meragukan segalanya. Apakah cinta benar-benar bisa diprediksi? Apakah kebahagiaan bisa diukur dengan data? Apakah ia telah mereduksi sesuatu yang begitu kompleks dan indah menjadi sekadar angka dan persamaan?

Pikirannya melayang pada Luna, rekan kerjanya di perusahaan. Luna adalah kebalikan dari Elara. Dia berantakan, impulsif, dan seringkali membuat keputusan bodoh. Gaya berpakaiannya eksentrik, seleranya aneh, dan dia selalu terlambat datang ke rapat. Secara algoritmik, Luna adalah mimpi buruk bagi Ardi.

Namun, entah mengapa, Ardi selalu tertarik padanya.

Luna memiliki energi yang menular, semangat yang membara, dan selera humor yang nyeleneh. Dia seringkali membuatnya kesal, tapi dia juga membuatnya tertawa terbahak-bahak. Dia menantang asumsi-asumsinya, mempertanyakan keputusannya, dan membuatnya melihat dunia dari perspektif yang berbeda.

Ardi ingat saat mereka terjebak di kantor hingga larut malam, memperbaiki bug di SoulMate AI. Luna, dengan rambut acak-acakan dan mata merah karena kurang tidur, tiba-tiba mulai menyanyi lagu opera dengan suara sumbang. Ardi tertawa terbahak-bahak, dan untuk sesaat, ia merasa seperti melupakan semua masalahnya.

Dia ingat saat Luna secara tidak sengaja menumpahkan kopi panas ke celananya. Ardi marah pada awalnya, tapi kemudian Luna, dengan wajah penuh penyesalan, mulai membersihkannya dengan tisu. Ardi merasakan sentuhan tangannya dan jantungnya berdebar kencang.

Dia ingat saat Luna memeluknya erat-erat setelah proyek SoulMate AI diluncurkan. "Kau hebat, Ardi!" serunya dengan gembira. Ardi merasakan kehangatan pelukannya dan ia tahu, pada saat itu, bahwa perasaannya terhadap Luna lebih dari sekadar persahabatan.

Tapi Luna tidak cocok dengan algoritmanya. Luna adalah anomali dalam datanya. Luna adalah kesalahan dalam sistemnya.

Ardi kembali ke laptopnya dan membuka profil Luna di aplikasi kencan lain (bukan SoulMate AI, tentu saja). Foto profilnya adalah foto selfie dengan wajah konyol dan lidah menjulur. Deskripsi dirinya singkat dan lucu: "Suka kopi, benci bangun pagi. Sedang mencari seseorang yang bisa menertawakan keanehanku."

Ardi tersenyum. Sederhana. Jujur. Luna.

Ia mulai mengetik pesan. Jari-jarinya ragu-ragu di atas keyboard. Apa yang harus ia katakan? Bagaimana ia bisa menjelaskan perasaannya yang rumit?

Akhirnya, ia memutuskan untuk jujur.

"Luna," tulisnya, "aku tahu ini mungkin terdengar gila, tapi aku harus mengatakannya. Aku...aku menyukaimu."

Ia mengirim pesan itu dan menutup laptopnya. Jantungnya berdebar kencang, bukan karena algoritma, tapi karena ketidakpastian. Ia menunggu. Satu menit. Lima menit. Sepuluh menit. Tidak ada jawaban.

Ardi merasa putus asa. Mungkin ia telah melakukan kesalahan. Mungkin Luna hanya menganggapnya sebagai teman. Mungkin algoritma itu benar. Mungkin ia memang ditakdirkan untuk bersama Elara.

Tiba-tiba, ponselnya berdering. Sebuah pesan dari Luna.

"Ardi," tulisnya, "aku juga menyukaimu. Tapi aku takut. Kau sangat pintar, sukses, dan terencana. Aku...aku hanya Luna. Aku khawatir aku akan mengecewakanmu."

Ardi tersenyum lebar. Air mata kebahagiaan menggenang di matanya. Ia mulai mengetik balasan.

"Luna," tulisnya, "kau tidak perlu khawatir. Aku tidak peduli dengan algoritma. Aku tidak peduli dengan data. Aku hanya peduli padamu. Kau tidak perlu menjadi sempurna. Aku menyukaimu apa adanya."

Ia mengirim pesan itu dan bergegas keluar dari apartemennya. Ia tahu di mana Luna tinggal. Ia ingin melihatnya. Ia ingin memeluknya. Ia ingin memberitahunya betapa ia mencintainya.

Saat ia berlari menyusuri jalanan kota, ia akhirnya mengerti. Cinta bukan tentang algoritma. Cinta bukan tentang data. Cinta adalah tentang keberanian untuk mengambil risiko, untuk melompat ke dalam ketidakpastian, untuk menerima seseorang dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

Cinta adalah tentang memilih seseorang, bahkan ketika algoritma menyuruhmu untuk memilih orang lain.

Algoritma mungkin mencintainya, tapi ia memilih untuk mencintai Luna. Dan itu adalah pilihan terbaik yang pernah ia buat.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI