Kode Hati: Cinta, AI, dan Kebisuan Algoritma

Dipublikasikan pada: 12 Jul 2025 - 03:00:17 wib
Dibaca: 162 kali
Udara kafe senja itu beraroma kopi dan nostalgia. Di sudut ruangan, Anya menyesap latte-nya, matanya terpaku pada layar laptop. Jari-jarinya lincah menari di atas keyboard, merangkai baris demi baris kode. Bukan kode program biasa, melainkan algoritma cinta. Proyek idealisnya, 'HeartCode', adalah sebuah AI yang dirancang untuk menemukan pasangan ideal berdasarkan kompatibilitas mendalam, bukan sekadar hobi dan film favorit.

Anya, seorang programmer jenius yang anti-sosial, selalu percaya bahwa cinta bisa dipecahkan dengan logika. Persamaan rumit yang menunggu untuk didefinisikan. Ironisnya, dia sendiri belum pernah merasakan manisnya jatuh cinta. Baginya, cinta hanyalah serangkaian reaksi kimia dan pola perilaku yang bisa diprediksi.

Di kafe yang sama, duduk seorang pria bernama Reno. Seorang seniman digital, dunianya penuh warna dan spontanitas. Reno kebetulan mendengar percakapan Anya tentang HeartCode dengan seorang temannya via telepon. Ketertarikannya terusik. Ia mendekati Anya setelah panggilan itu berakhir.

"Maaf mengganggu," sapa Reno dengan senyum menawan yang membuat jantung Anya berdebar tak menentu, sesuatu yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. "Tapi saya tidak sengaja mendengar tentang HeartCode. Ide yang menarik... dan sedikit mengerikan, menurut saya."

Anya, yang terbiasa dengan keheningan dan kode, tergagap. "Mengerikan? Kenapa?"

"Karena cinta bukan algoritma," jawab Reno, tatapannya hangat namun tegas. "Cinta itu kekacauan yang indah, kejutan tak terduga, perasaan yang sulit dijelaskan dengan angka. Mencoba mereduksinya menjadi kode sama saja dengan membunuh esensinya."

Debat pun dimulai. Anya bersikeras bahwa dengan data yang cukup, AI bisa menemukan pasangan yang benar-benar cocok, menghindari patah hati dan kekecewaan. Reno berpendapat bahwa cinta sejati ditemukan dalam ketidaksempurnaan, dalam menerima kekurangan pasangan, dalam pertumbuhan bersama.

Beberapa minggu berlalu, dan perdebatan di kafe itu menjadi rutinitas. Anya dan Reno bertemu setiap sore, saling melemparkan argumen dan pandangan tentang cinta. Anehnya, di tengah perdebatan itu, sesuatu mulai tumbuh di antara mereka. Anya mulai menantikan senyum Reno, obrolan mereka yang penuh semangat, dan cara Reno menantang pandangannya.

Reno, di sisi lain, terpesona oleh kecerdasan Anya, semangatnya yang membara, dan kerapuhannya yang tersembunyi di balik sikap dinginnya. Ia melihat bahwa Anya, di balik semua kode dan logika, sebenarnya mendambakan cinta, hanya saja ia takut untuk merasakannya.

Suatu malam, setelah berjam-jam berdebat, Reno tiba-tiba meraih tangan Anya. Sentuhan itu mengirimkan kejutan listrik ke seluruh tubuh Anya. Ia menatap mata Reno, dan untuk pertama kalinya, ia melihat sesuatu yang lebih dari sekadar argumen dan pendapat. Ia melihat ketertarikan, kelembutan, dan... cinta.

"Anya," kata Reno, suaranya lembut. "Aku tahu kamu percaya pada kekuatan algoritma, tapi bisakah kamu membuka hatimu untuk kemungkinan bahwa cinta bisa datang dari tempat yang tidak terduga?"

Anya tidak menjawab. Ia terlalu terkejut, terlalu takut. Ia menarik tangannya dan bergegas pergi, meninggalkan Reno terpaku di tempatnya.

Malam itu, Anya tidak bisa tidur. Pikirannya dipenuhi oleh Reno, oleh sentuhan tangannya, oleh tatapannya yang penuh arti. Ia mencoba menganalisis perasaannya dengan logika, mencari pola dan persamaan. Tapi tidak berhasil. Perasaan itu terlalu kompleks, terlalu membingungkan, terlalu... manusiawi.

Keesokan harinya, Anya memutuskan untuk mengubah HeartCode. Ia tidak lagi mencoba menciptakan algoritma untuk menemukan pasangan ideal. Ia malah menciptakan algoritma untuk membantu orang memahami diri mereka sendiri, mengenali nilai-nilai mereka, dan membuka diri terhadap kemungkinan.

Ia juga memutuskan untuk menemui Reno. Ia menemukan Reno di studionya, dikelilingi oleh lukisan-lukisan digital yang penuh warna.

"Reno," kata Anya, suaranya bergetar. "Aku... aku minta maaf. Aku terlalu fokus pada logika hingga aku tidak menyadari apa yang ada di depanku."

Reno tersenyum. "Aku tahu. Tapi tidak apa-apa. Yang penting kamu menyadarinya sekarang."

Anya menarik napas dalam-dalam. "Aku... aku tidak tahu apa yang aku rasakan, tapi aku ingin tahu lebih banyak. Aku ingin belajar mencintai seperti yang kamu lakukan."

Reno mendekat dan meraih tangan Anya. "Mencintai itu bukan belajar, Anya. Mencintai itu merasakan. Dan aku pikir, jauh di lubuk hatimu, kamu sudah merasakannya."

Ia mengangkat tangan Anya dan menyentuhkannya ke dadanya. "Rasakan detak jantungku. Rasakan kehangatannya. Itulah cinta."

Anya memejamkan mata. Ia merasakan detak jantung Reno yang berdebar kencang, merasakan kehangatan tubuhnya. Dan untuk pertama kalinya, ia merasakan cinta. Bukan sebagai algoritma, bukan sebagai persamaan, melainkan sebagai perasaan yang mendalam, yang indah, yang tak terlukiskan.

Anya membuka mata dan menatap Reno. "Aku... aku rasa aku mengerti."

Reno tersenyum dan mendekatkan wajahnya. "Aku tahu kamu mengerti."

Ia mencium Anya. Ciuman itu lembut, hangat, dan penuh perasaan. Ciuman yang membuktikan bahwa cinta bukan sekadar kode, melainkan keajaiban yang bisa terjadi pada siapa saja, di mana saja, bahkan di antara seorang programmer jenius yang anti-sosial dan seorang seniman digital yang penuh warna.

HeartCode pada akhirnya berhasil. Bukan dalam menemukan pasangan ideal, melainkan dalam membuka hati Anya, dalam membantunya memahami bahwa cinta tidak bisa diprediksi, tidak bisa dikendalikan, dan tidak bisa dijelaskan dengan logika. Cinta hanya bisa dirasakan. Dan kadang-kadang, kebisuan algoritma adalah jawaban yang paling tepat. Karena cinta sejati berbicara dalam bahasa hati.

Baca Cerpen Lainnya

← Kembali ke Daftar Cerpen   Registrasi Pacar-AI